GalaPos ID, Jakarta.
Harga emas dunia terus menunjukkan kekuatan menuju akhir tahun 2025. Sejumlah lembaga keuangan top dunia—mulai dari JP Morgan, Goldman Sachs, hingga Morgan Stanley—kompak memproyeksikan harga logam mulia itu dapat menembus level historis US$5.000 per troy ons pada 2026.
JP Morgan hingga Goldman Sachs memperkirakan logam mulia ini dapat menembus US$5.000 per troy ons pada 2026.
"Harga emas diprediksi tembus US$5.000 per troy ons pada 2026—apa dampaknya bagi ekonomi global dan keuangan masyarakat?"
Baca juga:
- Fakta di Balik Manfaat Buah Langsat untuk Kesehatan
- Ambiqu Kulineri Naik Kelas, Limbah Ikan Jadi Produk Bernilai
- Tradisi Nyunggi Susu 2025 dan Upaya Menaikkan Kesejahteraan Peternak
Gala Poin:
1. Lembaga keuangan besar memproyeksikan harga emas dapat menembus US$5.000 per troy ons pada 2026, didukung permintaan ekstrem dari investor dan bank sentral.
2. Dominasi fiskal negara maju dan ketidakpastian geopolitik menjadi pendorong utama lonjakan minat terhadap aset safe haven.
3. Bank sentral global semakin agresif menambah cadangan emas, mempercepat tren diversifikasi dari dolar AS pasca pembekuan cadangan Rusia pada 2022.
Lonjakan tersebut didorong oleh ketidakpastian geopolitik, dominasi fiskal negara-negara maju, serta akumulasi besar-besaran oleh bank sentral. Dikutip dari Mining.com, Senin, 17 November 2025, JP Morgan memperkirakan harga emas bakal mencapai puncaknya di level US$5.055 per troy ons pada kuartal terakhir 2026.
Goldman Sachs menyampaikan target serupa, didukung oleh harga tahunan rata-rata US$4.275 per troy ons. Sementara Morgan Stanley memproyeksikan harga emas menyentuh US$4.400 per troy ons pada akhir tahun yang sama.
Di tengah berbagai ketidakpastian global, investor semakin mengalihkan perhatian pada aset aman (safe haven).
Baca juga:
Obat atau Jamu, Ampuh Atasi Pegal Linu?
Sprott Asset Management dalam laporan analisanya menyebut tren bullish emas didorong oleh kebutuhan mempertahankan daya beli serta perlindungan terhadap risiko sistemik dan geopolitik.
Perusahaan itu menilai negara-negara maju tengah memasuki periode dominasi fiskal, yang membuat kebijakan moneter semakin tunduk pada prioritas fiskal.
“Investor mengamati emas bukan hanya sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetapi juga sebagai barometer untuk segala hal, mulai dari kebijakan bank sentral hingga risiko geopolitik,” ujar Amy Gower, ahli strategi komoditas di Sprott Asset Management.
Baca juga:
Tips Bangun Pagi dan Olahraga Tanpa Drama
Selain itu, bank sentral memainkan peran besar dalam mendorong tren kenaikan harga emas. JP Morgan memproyeksikan rata-rata permintaan emas global akan mencapai 566 ton per kuartal hingga 2026.
Sementara Goldman Sachs memperkirakan bank sentral akan membeli sekitar 760 ton emas per tahun pada 2025 dan 2026.
Laporan World Gold Council memperkuat tren tersebut. Sebanyak 95% bank sentral mengantisipasi cadangan emas global meningkat, dengan 43% di antaranya berencana menambah kepemilikan emas tahun depan.
Baca juga:
Laporan Lengkap Kecelakaan BYD Atto di Tanjung Priok Terungkap
“Dalam jangka panjang, bank sentral adalah jangkar utama tren harga emas sekuler,” ungkap Sprott Asset Management. Menurut perusahaan itu, tren percepatan pembelian emas semakin kuat setelah pembekuan cadangan Rusia pada 2022, yang mendorong banyak negara berkembang melakukan diversifikasi dari aset dolar AS.
Dengan proyeksi tersebut, emas kini bukan sekadar komoditas, tetapi indikator utama pergeseran dinamika global antara risiko geopolitik, kebijakan fiskal, dan strategi cadangan moneter negara-negara dunia.
Baca juga:
Jejak Alumni ISBI Aceh Jadi Panduan Mahasiswa Seni Teater Susun Proposal PKM
"Prediksi harga emas dunia semakin mencengangkan. JP Morgan hingga Goldman Sachs memperkirakan logam mulia ini dapat menembus US$5.000 per troy ons pada 2026. Artikel ini mengulas proyeksi tersebut, alasan lonjakan permintaan, serta dampaknya bagi ekonomi global."
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #Emas #HargaEmas2026 #JPMorgan
