GalaPos ID, Jakarta.
Tanpa banyak sorotan media, Fexofenadine 60 mg kini resmi masuk kategori obat terbatas yang bisa dibeli tanpa resep. Ini memberi kemudahan bagi masyarakat dengan gejala alergi ringan.
Namun kebijakan ini mengundang tanya: apakah masyarakat siap dengan konsekuensi penggunaan obat bebas dalam jangka panjang?
“Obat alergi kini makin mudah dibeli, tapi apakah publik dibekali informasi cukup soal efek sampingnya? Jangan sampai kebebasan justru membuka celah risiko kesehatan massal.”
Baca juga:
- UMKM Kuliner Palembang Kini Punya Katalog AR
- Petrokum Diujicoba: Tikus Mati, Panen Padi Selamat?
- Lewat Wayang, Dalang Cilik Kulon Progo Serukan Perdamaian
Gala Poin:
1. Fexofenadine 60 mg kini bisa dibeli tanpa resep, namun 120 mg dan 180 mg masih wajib dengan resep.
2. Risiko efek samping meningkat bila obat digunakan tanpa pemantauan medis, terutama untuk anak dan lansia.
3. Interaksi dengan jus buah dan obat lain bisa menurunkan efektivitas atau meningkatkan toksisitas.
Obat ini dikenal luas sebagai antihistamin generasi kedua yang non-sedatif, digunakan untuk mengatasi rhinitis alergi, urtikaria kronis, hingga reaksi alergi ringan.
Fexofenadine bekerja dengan menghambat pelepasan histamin, zat kimia pemicu gejala alergi.
Namun di balik efektivitasnya, efek samping obat ini tidak bisa dianggap enteng. Keluhan seperti sakit kepala, mual, pusing, kantuk ringan, hingga kulit gatal dan kelelahan tetap umum terjadi.
Baca juga:
Melonjak, Kasus HIV AIDS di Gorontalo Tembus Ribuan
Lebih jauh, kini muncul efek samping tambahan yang semakin kompleks seperti gangguan telinga dan sinus, tremor halus, hingga efek neurologis langka seperti halusinasi.
Untuk anak-anak, efeknya bisa berbeda. Anak bisa mengalami rewel berlebihan, gangguan tidur, sulit menelan, hingga demam ringan yang tidak disebabkan infeksi.
Masyarakat juga belum banyak tahu bahwa interaksi dengan jus buah bisa menurunkan efektivitas obat dan justru memperparah efek samping.
Selain itu, kombinasi dengan antibiotik seperti eritromisin atau antijamur seperti ketoconazole dapat meningkatkan kadar Fexofenadine dalam darah secara signifikan.
Kebijakan ini bisa jadi bumerang jika edukasi publik tidak berjalan seiring.
“Pasien tetap perlu konsultasi untuk penggunaan jangka panjang,” tertulis dalam penjelasan resmi, yang sayangnya masih jarang tersampaikan secara luas di lini layanan farmasi.
Baca juga:
Dari Ubud ke Dunia, Sakralnya Pelebon Cokorda Istri
“Pemerintah kini memberi kelonggaran akses terhadap antihistamin populer, Fexofenadine 60 mg. Namun di balik kebijakan ini, muncul tanda tanya besar soal keamanan penggunaan jangka panjang yang justru makin rentan karena minim pengawasan.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #RegulasiObat #Alergi #EfekSamping
Disclaimer
Informasi yang disajikan di sini disediakan hanya untuk tujuan pengetahuan umum dan informasi edukatif. Konten ini bukan merupakan nasihat medis, diagnosis, maupun pengganti konsultasi profesional dengan tenaga kesehatan yang berlisensi.
Jika Anda memiliki pertanyaan atau kekhawatiran terkait kondisi kesehatan, gejala, atau perawatan medis tertentu, segera konsultasikan dengan dokter atau tenaga medis profesional. Jangan pernah mengabaikan saran medis profesional atau menunda pencarian bantuan medis berdasarkan informasi yang Anda baca di sini.
Kami tidak bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan yang diambil berdasarkan informasi yang disediakan dalam konten ini.