GalaPos ID, Bali.
Suasana khidmat menyelimuti Puri Agung Ubud saat prosesi pelebon almarhumah Cokorda Istri Niti Yadnya digelar pada Rabu, 3 September 2025, siang waktu setempat.
Upacara adat ini tidak sekadar menjadi ritual pelepasan jasad tokoh penting keluarga puri, namun juga menarik perhatian ratusan warga lokal hingga wisatawan mancanegara.
“Di balik asap suci dan iringan gamelan, Ubud kembali menunjukkan pada dunia: Bali bukan sekadar destinasi wisata, tapi jantung budaya yang tetap berdetak kuat. Kali ini, dalam pelebon penuh makna bagi tokoh Puri Agung.”
Baca juga:
- Skandal Pendidikan, Nadiem Makarim Tersangka Proyek Chromebook
- Novita Hardini Bongkar Iritnya Dukungan Ekraf & UMKM
- Terbaru! Ketinggalan Whoosh? Tiket Hangus, Tak Bisa Diubah
Gala Poin:
1. Pelebon Sebagai Ritual Sakral dan Budaya. Upacara pembakaran jenazah ini menunjukkan kekayaan adat Bali, menjadi penghormatan terakhir sekaligus cerminan spiritualitas tinggi.
2. Magnet Budaya yang Mendunia. Kehadiran wisatawan asing membuktikan bahwa tradisi Bali mampu menarik perhatian dunia, meski tidak dikemas untuk pariwisata.
3. Koordinasi Keluarga dan Aparat. Prosesi besar ini berjalan tertib berkat kerjasama antara keluarga Puri dan aparat keamanan, menunjukkan harmonisasi budaya dan tata kelola publik.
Dari Puri Agung Ubud menuju Setra Dalem Puri, prosesi pelebon berlangsung megah dan penuh penghormatan. Jalanan Ubud dipenuhi warga yang ingin menyampaikan penghormatan terakhir dan wisatawan yang antusias menyaksikan langsung tradisi Ngaben khas keluarga kerajaan Bali.
Almarhumah, yang wafat di usia enam puluh tahun, diiringi dalam sebuah bade tumpang sembilan—menara jenazah bertingkat sembilan yang melambangkan kedudukan tinggi dalam kasta dan spiritualitas Hindu Bali.
Jenazah juga ditempatkan dalam lembu tangi berwarna ungu, simbol transendensi dan kemuliaan.
“Seluruh kerabat puri hadir disini untuk menyaksikan pelepasan jasad almarhumah. Banyak masyarakat dan aparat juga menyaksikan prosesi pelebon ini. Prosesi ini bukan untuk pariwisata, ya. Ini adalah bentuk penghormatan bagi almarhumah. Memang kita disini di Ubud dengan latar-belakang budaya, dengan kreativitas yang tinggi, memberikan dampak dan memikat wisatawan,” ujar Penglingsir Puri Saren Ubud, Cokorda Gede Putra Sukawati.
Baca juga:
Dari Jakarta ke Beijing: Pesan Politik Global Prabowo
Koordinasi upacara dilakukan oleh pihak keluarga, dipimpin Cokorda Ngurah Suyadnya. Segala piranti upacara, mulai dari bade, lembu, hingga perlengkapan sesaji, dibuat secara khusus oleh keluarga Puri dengan sentuhan artistik khas Ubud.
Tak hanya menjadi momen sakral, pelebon ini juga menjadi bukti bahwa adat Bali tetap lestari dan menjadi magnet budaya yang kuat.
Tak sedikit turis asing yang mengabadikan prosesi ini, bukan sekadar sebagai tontonan, tapi sebagai bentuk penghormatan atas warisan spiritual Bali.
Untuk memastikan kelancaran acara, aparat gabungan dari kepolisian, Dinas Perhubungan, serta pecalang diterjunkan untuk mengatur arus lalu lintas dan pengamanan.
Jalan utama sempat ditutup sementara untuk memberi ruang pada jalannya iring-iringan upacara.
Kehadiran wisatawan dalam prosesi ini menunjukkan bahwa budaya Bali bukan hanya milik masyarakat lokal, tapi sudah menjadi warisan dunia yang menginspirasi.
Meski bukan ditujukan sebagai atraksi wisata, nilai spiritual dan estetika dari pelebon ini tetap menjadi daya tarik yang sulit diabaikan.
Baca juga:
Tuntutan HMI: Dari Ojol hingga Transparansi DPRD
“Pelebon Cokorda Istri Niti Yadnya di Puri Agung Ubud bukan hanya upacara adat penuh penghormatan, tapi juga menjadi peristiwa budaya yang menyita perhatian wisatawan mancanegara. Keagungan tradisi Bali terpancar dalam prosesi yang berlangsung khidmat dan memukau.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #TradisiBali #NgabenUbud #RitualSuciBali #WisataBudaya
.jpeg)
.jpeg)