GalaPos ID, Jakarta.
Capaian lifting migas nasional yang melampaui target APBN 2025 dan mencatat rekor tertinggi sejak 2008 menjadi kabar besar bagi sektor energi.
Namun di tengah sorak-sorai angka 1,75 juta barel setara minyak per hari, pertanyaan mendasar menyeruak: apakah ini langkah strategis menuju kemandirian energi, atau sekadar jeda singkat sebelum grafik produksi kembali menurun?
“Di tengah transisi energi global dan ketergantungan pada minyak dalam negeri, siapa yang mengawal arah strategi energi Indonesia? Golkar punya jawabannya.”
Baca juga:
- Dramatis! Disbud vs Biringkanaya Berakhir Tanpa Gol
- Jurnalis di Gaza Anas al-Sharif Gugur, Dunia Diam
- AJI: Jurnalis Dibunuh Zionis, Genosida Informasi
Gala Poin:
1. Capaian lifting migas melebihi target APBN 2025, tertinggi sejak 2008.
2. Golkar menekankan pentingnya peran teknologi dan kebijakan fiskal dalam menjamin keberlanjutan.
3. Migas adalah isu politik yang memerlukan dukungan legislatif agar tidak tertinggal dalam transisi energi.
Di era transisi energi global, arah kebijakan migas tak lagi semata urusan teknis—ia adalah arena politik yang menentukan masa depan energi Indonesia.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengumumkan capaian lifting minyak dan gas yang mencatat rekor tertinggi sejak 2008.
Dari sisi produksi, lifting migas semester I mencapai 1.754,5 ribu BOEPD atau 109% dari target, sementara produksi minyak mentah konsisten di kisaran 600 ribu BOPD.
Baca juga:
Kos Sempit, Pil Koplo Menumpuk! Fakta Jaringan Narkoba Gresik
Fraksi Golkar menyambut baik capaian tersebut, namun menyuarakan pentingnya menjaga arah kebijakan agar tak terjebak dalam keberhasilan jangka pendek.
“Tantangan natural decline sumur-sumur tua tidak ringan,” ujar Mukhtarudin, anggota Komisi XII DPR RI, dalam keterangan yang diterima redaksi GalaPos ID, Selasa, 13 Agustus 2025.
Menurutnya, strategi keberlanjutan memerlukan pendekatan teknologi seperti Enhanced Oil Recovery (EOR), percepatan proyek eksplorasi, serta dukungan legislatif terhadap penyederhanaan izin dan insentif fiskal.
“Fraksi Partai Golkar akan terus mendukung kebijakan fiskal dan regulasi yang pro-investasi, insentif bagi wilayah frontier dan deepwater,” kata Mukhtarudin.
Sikap ini menunjukkan bahwa isu migas tak hanya teknis, tapi juga politik—di mana parlemen memainkan peran sentral.
Sementara 69% lifting gas telah digunakan untuk kebutuhan domestik, sisanya diekspor.
Baca juga:
Saat Pendidikan Tergerus Longsor dan Banjir
Dalam konteks transisi energi, hal ini menjadi pertanyaan strategis: seberapa lama Indonesia bisa bergantung pada migas, dan bagaimana menjaga cadangan serta nilai tambah dalam negeri?
Bagi Mukhtarudin, jawabannya ada pada efisiensi dan keberlanjutan produksi.
“Yang perlu kita pastikan sekarang adalah keberlanjutan,” ujarnya.
Baca juga:
13,77 Juta Ton Sampah Terbengkalai, Siapa Peduli?
“Fraksi Golkar melihat capaian lifting minyak nasional sebagai peluang politik dan ekonomi yang harus dimanfaatkan dengan strategi jangka panjang. Dalam sorotan mereka: teknologi, insentif fiskal, dan penguatan proyek hulu.”
#PolitikEnergi #MigasNasional #FraksiGolkar #TransisiEnergi #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia