Ide Nasionalisasi BCA, Eko: Ini Bom Penghancur Ekonomi

GalaPos ID, Jakarta.
Di tengah riuh wacana ekonomi kerakyatan dan nasionalisme finansial, muncul satu ide yang mengguncang: negara hendak mengambil alih 51 persen saham Bank Central Asia (BCA).
Di permukaan, gagasan ini terdengar seperti upaya memperkuat kendali negara atas sektor strategis.

Eko B. Supriyanto: Gagasan Ambil Alih BCA adalah Populisme Sesat
Foto: BCA

“Sebuah ide kontroversial kembali menggema: negara mengambil alih 51 persen saham Bank Central Asia (BCA). Tapi bagi Eko B. Supriyanto, jurnalis ekonomi senior, gagasan ini bukanlah penyelamatan, melainkan jalan pintas menuju kehancuran kepercayaan publik.”

Baca juga:

Gala Poin:
1. Eko menyebut gagasan pengambilalihan paksa saham BCA sebagai ide “sesat” yang mengancam ekonomi nasional.
2. Wacana tersebut dianggap bernuansa populisme yang mengulang trauma krisis 1998.
3. Ia mengingatkan bahwa sistem perbankan bergantung pada kepercayaan, bukan tekanan politik.


Namun bagi Eko B. Supriyanto, jurnalis ekonomi senior dan juga Pemimpin Redaksi Infobank, ini bukan langkah penyelamatan—melainkan bom waktu yang mengancam meledakkan kepercayaan yang menopang sistem perbankan Indonesia.

Pemimpin Redaksi Infobank Media Group, Eko B. Supriyanto, menilai gagasan pengambilalihan paksa 51 persen saham Bank Central Asia (BCA) oleh negara sebagai langkah berbahaya.

Ia menyebutnya sebagai “bom penghancur” yang dapat meruntuhkan fondasi stabilitas perbankan Indonesia.

Baca juga:
Rekor Baru di Bursa, Efek Strategi atau Sentimen Sesaat?


“Ide 'sesat' pengambilalihan 51 persen saham BCA bukanlah pupuk subur bagi kebun ekonomi nasional kita. Ia adalah 'bom penghancur' yang siap meledakkan fondasi kepercayaan, stabilitas, dan kemajuan industri perbankan Indonesia yang telah susah payah dibangun. BCA, bagaimanapun memandangnya, adalah sebuah entitas pasar,” tulis Eko dalam artikelnya yang diterbitkan oleh Infobanknews, Senin, 18 Agustus 2025.

Menurut Eko, isu ini tak bisa dilepaskan dari nuansa populisme ekonomi yang berbahaya.

Wacana nasionalisasi saham, kata dia, justru mengulangi trauma masa lalu saat Indonesia terjebak dalam krisis multidimensi 1998.

Eko B. Supriyanto: Gagasan Ambil Alih BCA adalah Populisme Sesat

“Jika diterjang gelombang populisme sesat ini, Indonesia bukan hanya mundur ke zaman kelam bailout 1998, tetapi membuka peti mati bagi stabilitas ekonomi yang telah dibangun puluhan tahun,” jelasnya.

Ia juga menilai bahwa dalih “penyelamatan uang negara” tidak cukup kuat untuk menjustifikasi langkah ekstrem semacam itu.

“Pengambilalihan paksa 51 persen saham BCA oleh negara yang digaungkan segelintir elite politik dan satu ekonom bukanlah kebijakan kerakyatan, melainkan bom waktu yang siap meluluhlantakkan sendi-sendi perbankan nasional,” kata Eko.

Baca juga:
Pidato Harapan, Novita Hardini: Rakyat Menanti Tindakan


Eko mengingatkan bahwa stabilitas sektor keuangan dibangun atas dasar kepercayaan.

Langkah semacam ini, lanjutnya, berpotensi mengguncang bukan hanya pasar modal, namun juga kepercayaan investor, pemegang saham, dan nasabah di seluruh Indonesia.

 

Baca juga:
IPO Raksasa Naik Daun, Investor Ritel Dapat Apa?

“Pemimpin redaksi Infobank Media Group mengecam wacana pengambilalihan paksa 51 persen saham BCA. Menurutnya, langkah itu bukan solusi kerakyatan, tapi ancaman besar bagi stabilitas industri perbankan nasional.”

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #KrisisKepercayaan #PopulismeEkonomi #PerbankanNasional

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال