Pidato Harapan, Novita Hardini: Rakyat Menanti Tindakan

GalaPos ID, Jakarta.
Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, Jumat, 15 Agustus 2025, mendapat respons kritis dari anggota DPR RI Novita Hardini.
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu menilai pidato tersebut sebagai dokumen politik penting, namun ia menekankan bahwa semangat dalam pidato itu harus diwujudkan dalam kebijakan nyata.

kritik pidato Prabowo, Novita Hardini, rakyat butuh bukti

“Dalam pidato kenegaraan yang sarat harapan dan simbolik, Presiden Prabowo mendapat sorotan tajam dari anggota DPR RI Novita Hardini. Ia menyambut baik arah kebijakan yang disampaikan, namun mengingatkan bahwa rakyat butuh lebih dari sekadar janji—mereka menunggu aksi nyata.”

Baca juga:
Gala Poin:
1. Pidato Presiden harus diiringi kebijakan nyata, bukan hanya simbolik atau seremonial.
2. Kritik terhadap praktik ekonomi dan regulasi yang timpang, terutama terkait dampaknya terhadap UMKM dan pelaku ekonomi kecil.
3. Penguatan demokrasi dan penegakan hukum harus berjalan seimbang, dengan perlindungan terhadap kebebasan sipil dan pers.


“Pidato Presiden bukan sekadar seremoni, tetapi kompas politik, ekonomi, dan sosial lima tahun ke depan. Kompas itu tidak akan berguna bila tidak ditempuh dengan langkah nyata,” tegas Novita dalam keterangan persnya yang diterima GalaPos ID, Minggu, 17 Agustus 2025.

Sebagai satu-satunya legislator perempuan dari dapil 7 Jawa Timur, Novita memberikan sejumlah catatan krusial terhadap isi pidato kenegaraan Presiden. Baginya, apresiasi terhadap pidato tak cukup—kritik konstruktif diperlukan agar arah bangsa tetap pada rel kepentingan rakyat.

Demokrasi Harus Bersanding dengan Nomokrasi
Dalam pernyataannya, Novita menyoroti pentingnya keseimbangan antara demokrasi dan nomokrasi (negara hukum).

Baca juga:
Gelar Ketiga Beruntun Jepang di Ganda Putra ITF M-25 Bali 

Ia memperingatkan bahaya dari demokrasi tanpa hukum yang berujung pada tirani mayoritas, dan sebaliknya, hukum tanpa demokrasi yang berisiko melahirkan otoritarianisme.

“Demokrasi tanpa nomokrasi bisa jadi tirani mayoritas, sedangkan nomokrasi tanpa demokrasi berisiko otoritarianisme. Karena itu, penguatan kebebasan pers, transparansi anggaran, dan perlindungan hak-hak sipil harus konsisten dijaga,” ucapnya tegas.

Kedaulatan Ekonomi: Bukan Sekadar Retorika
Soal ekonomi, Novita mengapresiasi komitmen Presiden terhadap Pasal 33 UUD 1945 dan upaya penertiban praktik-praktik ekonomi eksploitatif. Namun, ia menggarisbawahi pentingnya transformasi ekonomi yang benar-benar berdampak hingga ke lapisan terbawah masyarakat.

Isi Pidato Prabowo Disorot Novita Hardini: Seremonial Tanpa Kebijakan Nyata?

“Pertumbuhan ekonomi harus diterjemahkan menjadi pemerataan. Jangan sampai kebijakan hanya menguntungkan kelompok konglomerasi, sementara para pelaku UMKM justru semakin tersingkir dengan kebijakan yang mempersulit serta melemahkan,” ujarnya.

Ia mencontohkan regulasi yang justru memberatkan industri kreatif dan pelaku usaha kecil, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi lokal.

Tambang Ilegal, Jangan Berhenti di Atas Kertas
Menanggapi komitmen Presiden untuk menindak sawit dan tambang ilegal, Novita mendesak langkah konkret di lapangan.

Baca juga:
Syur, Gadis 16 Tahun Jadi Korban Cinta Gelap Dunia Maya

“Penegakan hukum jangan berhenti pada wacana. Tambang ilegal bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan lingkungan, pariwisata, kehidupan serta ekonomi masyarakat lokal,” tegas Novita.

Efisiensi Berkeadilan: Kritik Terhadap Inpres 1/2025
Langkah efisiensi anggaran senilai Rp300 triliun dinilainya sebagai capaian positif. Namun, Novita menyoroti Inpres 1/2025 yang memotong anggaran operasional pemerintah hingga 90% dan berimbas pada pelaku UMKM penyedia alat tulis kantor (ATK) dan jasa percetakan.

“Efisiensi tanpa keadilan akan melahirkan ketimpangan baru. Tapi jika keadilan dijalankan dengan efisiensi, manfaatnya akan merata bagi rakyat,” katanya.

SDM dan Pendidikan: Pembangunan Tidak Cukup di Fisik
Novita menyambut baik program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Sekolah Rakyat, namun mengingatkan bahwa pembangunan karakter dan pendidikan berbasis nilai Pancasila serta keterampilan abad ke-21 harus menjadi prioritas.

“Kita butuh pendidikan karakter berbasis Pancasila, gotong royong, literasi digital, dan keterampilan abad ke-21. Anak-anak Indonesia harus tumbuh sebagai warga negara kritis, kreatif, dan bertanggung jawab,” jelasnya.

“Rakyat Siap Mengoreksi”
Menutup pernyataannya, Novita menegaskan pentingnya pengawalan terhadap janji-janji dalam pidato Presiden. Ia mengingatkan bahwa rakyat saat ini tidak lagi pasif.

“Pidato Presiden harus dikawal agar tidak berhenti sebagai janji. Rakyat mendukung setiap kebijakan yang berpihak pada mereka, tetapi juga siap menolak bila tidak adil. Inilah wajah baru demokrasi Indonesia,” pungkasnya.

 

Baca juga:
Petaka Sungai Serayu, Petaka Bermain Berujung Duka

"Rakyat tidak butuh janji, mereka menunggu bukti. Di tengah sorak sorai atas pidato kenegaraan Presiden Prabowo, satu suara di Senayan memilih untuk tetap kritis. Novita Hardini, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, memberi catatan tajam yang menggambarkan harapan dan kekhawatiran publik: bahwa pidato seharusnya bukan hanya seremonial, melainkan cetak biru kebijakan nyata.

#PidatoKenegaraan2025 #DemokrasiBermartabat #EkonomiBerkeadilan #SuaraRakyat #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال