Trauma Mendalam Korban Cinta Gelap Dunia Maya

GalaPos ID, Jatim.
Di tengah gegap gempita perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, ketika panggung-panggung rakyat menggema dengan semangat kemerdekaan, potret buram generasi muda justru terkuak tanpa aba-aba.
Alih-alih menerima ‘kado istimewa’ dari negara dalam bentuk perlindungan dan penguatan karakter, seorang siswi SMA justru mendapat hadiah yang tragis: trauma mendalam akibat kekerasan siber.

Asmara Virtual Berujung Jerat Hukum, Siswi 16 Tahun Terseret Skandal Digital
Foto ilustrasi

"Korban masih belia. Foto dan videonya tersebar luas di ruang digital. Kini, ia menanggung trauma yang nyaris merenggut masa depannya."

Baca juga:

Gala Poin:
1.Trauma mendalam: Korban mengalami gangguan psikologis hingga enggan sekolah.
2.Pendampingan intensif: Polisi melibatkan psikolog untuk pemulihan mental korban.
3.Pesan moral: Kekerasan siber dapat menghancurkan masa depan generasi muda.

 

Di balik layar gawai dan riuhnya unggahan digital, masa depan seorang anak bangsa hancur pelan-pelan—diseret oleh cinta semu yang menjelma ancaman nyata.

Apakah ini wajah Indonesia yang tengah beranjak tua tapi gagal menjaga anak-anak mudanya?

Baca juga:
Pidato Kenegaraan Prabowo Dorong Euforia Pasar Saham


Korban kasus penyebaran konten asusila yang diungkap Polda Jatim bukan hanya kehilangan privasinya, tetapi juga masa depannya.

Gadis berusia 16 tahun itu mengalami trauma mendalam setelah foto dan videonya tersebar di dunia maya.

“Korban sampai tidak mau melanjutkan sekolahnya. Kami melakukan pendampingan psikologis dan membantu keluarga mencari solusi, termasuk memindahkan sekolah korban agar mentalnya dapat pulih dan kembali beraktivitas normal,” jelas AKBP Nandu Dyanata, Jumat, 15 Agustus 2025.

Ketika Cinta Berubah Jadi Ancaman: Kasus LDR yang Mengguncang Jatim

Menurut penyidik, korban kini menjalani pendampingan intensif bersama psikolog.

Sebab dampak psikologis yang dialami sangat serius. Ia bahkan menolak keluar rumah.

“Motif pelaku adalah cemburu dan kecewa terhadap korban yang dianggap dekat dengan orang lain. Tidak ada motif ekonomi. Korban hanya satu orang, berusia 16 tahun, dan pelaku tidak pernah bertemu langsung dengan korban,” tambah AKBP Nandu Dyanata.

Baca juga:
Hilang di Suwuk, Misteri Malam Terakhir Budiono


Selain pendampingan, polisi menegaskan korban tidak akan ditinggalkan begitu saja. Aparat bersama keluarga berupaya mengembalikan rasa percaya diri korban agar dapat menatap masa depan.

“Korban ini masih muda. Kami tidak ingin masa depannya hancur karena perbuatan bejat pelaku. Semua proses hukum kami kawal, dan korban kami dampingi penuh,” kata Nandu.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan berbasis siber tidak hanya menggerogoti ruang digital, tetapi juga melukai jiwa manusia.

 

Baca juga:
Kinerja Solid, Pasar Cuek? Misteri Tekanan Saham BBCA

"Di balik kasus hukum yang mencengangkan, ada korban yang kehilangan lebih dari sekadar privasi. Ia kehilangan kepercayaan diri, bahkan sempat menolak melanjutkan sekolah."

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #LindungiAnakDariSiber #StopKekerasanDigital #CintaVirtualBahayaNyata #TraumaKorbanHarusPulih

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال