GalaPos ID, Jakarta.
Sakit di pergelangan tangan atau lutut kerap dianggap sepele. Dikiranya cuma keseleo atau sisa kelelahan.
Namun di balik nyeri itu, bisa saja terselip ancaman besar bernama rematik, atau dalam istilah medis disebut rheumatoid arthritis (RA) — peradangan sendi kronis yang disebabkan oleh sistem imun yang justru menyerang tubuhnya sendiri.
“Ketika tubuh menyerang dirinya sendiri, siapa yang bisa kita salahkan? Inilah yang terjadi pada penderita rematik—penyakit yang pelan-pelan menghancurkan sendi tanpa ampun, sering tanpa disadari.”
Baca juga:
- Semangat Abadi SMANSA 2002, Dari Malioboro ke Prambanan
- Rantai Pasok Petani ke Supermarket, Siapa Untung?
- Tragedi Ciomas, Bangunan Runtuh dan Jamaah Tertimbun
Gala Poin:
1. Rematik adalah gangguan autoimun kronis yang menyerang persendian dan dapat menyebabkan kecacatan permanen.
2. Diagnosis dini sangat penting, karena gejalanya mirip dengan penyakit lain dan sering diabaikan.
3. Meskipun belum bisa disembuhkan total, rematik bisa dikendalikan dengan obat, terapi, operasi, dan perubahan gaya hidup.
Meskipun sering disamakan dengan asam urat atau osteoartritis, rematik memiliki ciri khas yang lebih menghancurkan: sendi membengkak, terasa panas, nyeri hebat, hingga kehilangan fungsi.
Dan yang lebih mengkhawatirkan, kerusakan itu bisa bersifat permanen dan menyebabkan kecacatan.
Gejala yang Kerap Diabaikan
Menurut catatan medis, rematik dapat menyerang hampir semua sendi, tetapi paling sering menyerang pergelangan tangan, jari-jari, lutut, dan pergelangan kaki.
Pada beberapa kasus, bahkan menyerang rahang, tulang belakang, hingga tulang kecil di telinga bagian dalam.
Baca juga:
Gerhana Bulan Total 2025 di Indonesia: Tanda Langit, Seruan Ibadah
Berikut gejala khas rematik:
- Kekakuan sendi di pagi hari yang berlangsung lama.
- Nyeri dan pembengkakan simetris di kedua sisi tubuh.
- Benjolan (nodul) di bawah kulit, sering kali di dekat sendi.
- Penumpukan cairan di belakang lutut (kista Baker).
- Kesemutan akibat saraf terjepit, seperti carpal tunnel syndrome.
Namun karena gejalanya mirip dengan banyak penyakit lain, banyak pasien terlambat menyadari dan mendapat penanganan, hingga kerusakan sendi tak bisa lagi diperbaiki.
Siapa yang Rentan? Beberapa kelompok masyarakat ternyata lebih rentan terhadap rematik:
- Perempuan berisiko 2–3 kali lipat lebih tinggi dibanding laki-laki.
- Usia 40 hingga 60 tahun menjadi rentang paling umum terdiagnosis.
- Faktor genetik juga ikut berperan—memiliki keluarga dengan riwayat rematik meningkatkan risiko.
Diagnosis Tidak Bisa Asal Tebak
Rematik adalah penyakit yang tidak bisa didiagnosis hanya dari gejala. Pemeriksaan menyeluruh sangat diperlukan: mulai dari riwayat medis, pemeriksaan fisik, tes darah (faktor rheumatoid, laju endap darah), foto Rontgen, hingga analisis cairan sendi.
Keterlambatan diagnosis kerap membuat pasien datang ke dokter saat kerusakan sendi sudah parah, mempersempit opsi pengobatan yang efektif.
Baca juga:
Pandawa, Jembatan Rasa Indonesia di Tengah Sydney
Obat Ada, Tapi Bukan Untuk Menyembuhkan
Hingga kini, dunia medis belum menemukan obat yang bisa menyembuhkan rematik secara tuntas. Yang tersedia hanya terapi untuk mengurangi peradangan, mengontrol nyeri, menjaga fungsi sendi, dan memperlambat kerusakan.
Beberapa jenis obat yang umum digunakan:
NSAID, seperti ibuprofen dan naproxen, untuk meredakan nyeri.
Kortikosteroid, seperti prednisone, untuk menekan peradangan akut.
DMARDs, seperti methotrexate dan sulfasalazine, untuk mencegah kerusakan jaringan sendi.
Biologis dan imunosupresan, untuk kasus berat.
Jika obat-obatan gagal, pilihan terakhir adalah tindakan bedah, seperti:
Perbaikan tendon yang rusak.
Penggantian sendi dengan prostetik logam/plastik.
Fusi sendi, yakni penggabungan sendi untuk menstabilkannya.
Hidup Damai dengan Rematik, Mungkinkah? Jawabannya: mungkin, jika ditangani sejak dini. Selain obat dan terapi medis, gaya hidup sehat berperan penting dalam memperlambat progresivitas rematik.
Baca juga:
Komitmen Diuji, Perang Prabowo pada Korupsi dan Mafia Tambang
Langkah yang dianjurkan:
Olahraga rutin yang ramah sendi (yoga, renang).
Pola makan sehat antiinflamasi.
Menghindari stres dan kelelahan berlebihan.
Istirahat cukup dan berhenti merokok.
Disclaimer
Informasi yang disajikan di sini disediakan hanya untuk tujuan pengetahuan umum dan informasi edukatif. Konten ini bukan merupakan nasihat medis, diagnosis, maupun pengganti konsultasi profesional dengan tenaga kesehatan yang berlisensi.
Jika Anda memiliki pertanyaan atau kekhawatiran terkait kondisi kesehatan, gejala, atau perawatan medis tertentu, segera konsultasikan dengan dokter atau tenaga medis profesional. Jangan pernah mengabaikan saran medis profesional atau menunda pencarian bantuan medis berdasarkan informasi yang Anda baca di sini.
Kami tidak bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan yang diambil berdasarkan informasi yang disediakan dalam konten ini.
Baca juga:
17+8 Tuntutan Dijawab, Tapi Apakah DPR Benar Berubah?
“Rematik kerap disalahartikan sebagai nyeri biasa. Padahal, jika dibiarkan, penyakit ini bisa berujung cacat permanen. Laporan ini mengupas sisi tersembunyi dari rheumatoid arthritis: dari penyebab, gejala, diagnosis, hingga terapi terkini.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #Rematik #Autoimun #Nyeri #DeteksiDiniRematik #HidupSendiSehat