Bea Keluar Emas 7,5–15 Persen, Peluang Baru atau Tantangan?

GalaPos ID, Jakarta.
Pemerintah bersiap memberlakukan bea keluar emas mulai 2026, dan Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan dukungannya. Menurutnya, kebijakan ini merupakan instrumen fiskal strategis untuk memastikan hilirisasi emas benar-benar terjadi dan tidak lagi berhenti pada wacana.
Kebijakan ini diharapkan memperkuat industri pemurnian dalam negeri, menciptakan ekosistem keuangan berbasis emas, dan menambah penerimaan negara.
Namun, ia menegaskan pentingnya pengawasan ketat dan aturan yang jelas agar kebijakan tidak berjalan pincang.

DPR Tekankan Tata Kelola Ketat dalam Penerapan Bea Keluar Emas
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, menilai bea keluar emas penting untuk menghentikan ekspor bahan mentah dan mendorong nilai tambah di dalam negeri. Foto: istimewa

“Bea Keluar Emas 2026: Hilirisasi Serius atau Beban Baru? Misbakhun Ungkap Risiko dan Keuntungannya”

Baca juga:

Gala Poin:
1. Misbakhun mendukung penuh penerapan bea keluar emas 2026 sebagai pendorong hilirisasi nasional.
2. Kebijakan ini diharapkan memperkuat integrasi rantai nilai emas dan membuka jalan bagi ekosistem keuangan berbasis komoditas, termasuk bank emas.
3. Efektivitas kebijakan sangat bergantung pada aturan teknis yang jelas, pengawasan ketat, dan tata kelola yang akuntabel.


Misbakhun menilai Indonesia selama ini terlalu lama bergantung pada ekspor bahan mentah. Karena itu, pemberlakuan bea keluar dinilai menjadi momentum penting untuk mengubah struktur industri emas nasional sekaligus meningkatkan daya tawar Indonesia di pasar global.

“Kita harus memastikan Indonesia tidak lagi hanya menjadi pemasok bahan mentah. Hilirisasi emas adalah agenda jangka panjang untuk memperkuat sektor industri dan keuangan nasional,” ujar Misbakhun dalam keterangan yang diterima GalaPos ID, Selasa, 9 Desember 2025.

Menurut Misbakhun, penerapan bea keluar akan memaksa pelaku usaha memindahkan proses pemurnian dan pengolahan ke dalam negeri.

Dengan disinsentif terhadap ekspor emas setengah jadi, rantai nilai emas diharapkan semakin terintegrasi—mulai dari tambang, pemurnian, hingga produksi emas batangan dan perhiasan berstandar internasional.

Selama ini, dominasi negara pemurni membuat Indonesia kerap kehilangan nilai tambah. Hilirisasi komprehensif dianggap sebagai jalan untuk memutus ketergantungan tersebut.

Baca juga:
Tragedi Terra Drone Tewaskan 20 Orang, Termasuk Ibu Hamil

Legislator Partai Golkar itu menekankan bahwa hilirisasi emas harus berjalan paralel dengan penguatan ekosistem keuangan nasional. Salah satu instrumen yang ia soroti adalah pembentukan bank emas yang dapat meningkatkan likuiditas pasar domestik serta memperkuat cadangan devisa.

“Emas memiliki fungsi ganda sebagai komoditas dan instrumen keuangan. Dengan menjaga pasokan emas di dalam negeri, ruang penguatan pasar keuangan akan semakin luas,” katanya.

Wacana bank emas menjadi penting mengingat volatilitas pasar global dan kebutuhan Indonesia untuk menjaga stabilitas sistem keuangan berbasis aset nyata.

Namun, Misbakhun mengingatkan bahwa kebijakan bea keluar hanya akan efektif jika pemerintah memastikan aturan teknisnya disusun secara jelas, konsisten, dan berlandaskan tata kelola yang akuntabel. Kepastian regulasi dinilainya sebagai syarat bagi pelaku industri untuk menambah kapasitas investasi di fasilitas pemurnian maupun pengolahan.

Tanpa kejelasan, pelaku usaha dikhawatirkan justru menunda ekspansi karena ketidakpastian biaya dan proses perizinan.

Bea Keluar Emas Mulai 2026: DPR Minta Pengawasan Ketat & Regulasi Jelas
Hilirisasi Emas Diharapkan Perkuat Ekosistem Keuangan Nasional. Misbakhun menyoroti pentingnya bank emas sebagai instrumen untuk meningkatkan likuiditas, cadangan devisa, dan kekuatan pasar keuangan berbasis komoditas. Foto: ilustrasi

 

Di sisi lain, Misbakhun menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap perdagangan emas. Ia mengingatkan bahwa potensi penyimpangan—mulai dari under-invoicing, manipulasi kadar, hingga penyelundupan—dapat langsung merusak efektivitas kebijakan.

“Pengawasan yang terukur dan berbasis data adalah syarat mutlak. Kelemahan pengawasan akan langsung menggerus manfaat kebijakan,” tegasnya.

Dalam konteks ini, DPR menilai pemerintah perlu memperkuat integrasi data antarinstansi, mulai dari bea cukai, perdagangan, hingga kementerian teknis agar celah penyimpangan dapat ditutup.

Baca juga:
Bunga Cempaka, Di Balik Wangi dan Klaim Khasiat Kesehatan

Pemerintah telah menyiapkan tarif bea keluar emas sebesar 7,5–15 persen mulai 2026. Ekspor hanya diperbolehkan untuk emas dengan kadar minimal 99 persen dan wajib diverifikasi melalui Laporan Surveyor. Kebijakan ini diperkirakan menambah penerimaan negara hingga Rp3 triliun per tahun sekaligus memperkuat pasokan emas untuk industri dan sektor keuangan domestik.

Namun, realisasi hilirisasi tidak akan otomatis. Tanpa tata kelola yang kuat, pengawasan menyeluruh, dan komitmen pelaku usaha, kebijakan ini berisiko menjadi beban tambahan tanpa menciptakan nilai tambah bagi perekonomian.

Kritik publik kini tertuju pada kesiapan industri pemurnian nasional dan sejauh mana pemerintah mampu menjaga konsistensi diterapkannya kebijakan ini.

 

Baca juga:
Viral Dugaan Penipuan WO, Siapa Sebenarnya Ayu Puspita?

"Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyatakan dukungan penuh atas penerapan bea keluar emas mulai 2026 sebagai pendorong hilirisasi nasional. Kebijakan ini diharapkan memperkuat industri pemurnian dalam negeri, menciptakan ekosistem keuangan berbasis emas, dan menambah penerimaan negara. Namun, ia menegaskan pentingnya pengawasan ketat dan aturan yang jelas agar kebijakan tidak berjalan pincang."

#Hilirisasi #Emas #BeaKeluar2026 #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia

Lebih baru Lebih lama

Nasional

نموذج الاتصال