GalaPos ID, Bandar Lampung.
Pencemaran laut di kawasan pesisir Bandar Lampung memasuki fase yang kian mengkhawatirkan. Nelayan lokal menyampaikan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, hasil tangkapan mereka menurun drastis.
Limbah kapal, noda hitam menyerupai oli, dan sampah plastik yang mengapung di laut disebut sebagai penyebab utama.
"Laut yang dulu menjanjikan kehidupan kini berubah jadi ladang pencemaran. Limbah kapal dan tumpukan plastik menggusur ikan dan harapan nelayan. Ketika penghasilan menurun dan biaya meningkat, siapa yang peduli pada suara nelayan kecil di Bandar Lampung?"
Baca juga:Gala Poin:
- Festival Bangun Desa, Realisasi Nyata atau Seremonial Belaka?
- Bupati Siak Afni Zulkifli jadi Saksi, Masalah Lama PT SSL dan Warga
- DPR Desak Standar Keselamatan Smelter Usai Kebakaran di Morowali
1. Pencemaran laut pesisir Bandar Lampung menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan, memaksa nelayan melaut lebih jauh dan menambah beban operasional.
2. Limbah kapal, oli, dan sampah plastik menjadi penyebab utama rusaknya ekosistem laut, dengan dugaan berasal dari kapal besar dan aliran limbah daratan.
3. Nelayan dan aktivis lingkungan mendesak pemerintah untuk segera bertindak, karena pencemaran tak hanya merugikan ekonomi warga, tetapi juga merusak ekosistem jangka panjang.
“Dulunya banyak ikan, sekarang sangat berkurang. Karena ada limbah, ikan-ikan menjauh ke tengah laut. Kami terpaksa cari sampai jauh, makin susah. Limbah kapal itu bikin laut kotor, ya nelayan yang dirugikan,” keluh Dori, seorang nelayan setempat, Kamis, 16 Oktober 2025.
Kondisi ini memaksa nelayan untuk melaut lebih jauh dari biasanya, yang otomatis meningkatkan biaya bahan bakar dan risiko keselamatan.
Zona tangkap tradisional yang dulu subur kini tak lagi produktif akibat pencemaran yang belum ditangani secara serius.
Sejumlah nelayan menduga kuat limbah berasal dari kapal-kapal besar yang melintas serta aliran limbah domestik dari daratan.
Baca juga:
Ekonomi Indonesia Stabil? Ini Fakta dan Tantangan Serapan Anggaran 2025
Mereka menyebutkan aktivitas pelayaran dan minimnya pengelolaan sampah di kawasan pesisir sebagai faktor utama kerusakan lingkungan laut.
Kondisi ini turut menjadi perhatian warga dan aktivis lingkungan, yang sebelumnya telah mencatat beberapa temuan berupa bercak hitam seperti oli dan tumpukan sampah plastik di garis pantai.
Meski begitu, belum terlihat aksi nyata dan tegas dari pemerintah daerah maupun pusat dalam menangani situasi ini.
Bagi para nelayan, laut bukan sekadar sumber makanan, tetapi satu-satunya tumpuan hidup. Kini, pencemaran tak hanya mengganggu penghasilan harian mereka, tapi juga mengancam kelestarian ekosistem laut yang menjadi warisan masa depan.
Sayangnya, alih-alih menjadi prioritas kebijakan, isu lingkungan laut masih sering terpinggirkan, terutama jika menyangkut kepentingan ekonomi industri besar.
Baca juga:
Dua Putusan MA, Satu Tersangka: Kisruh dan Sengketa Aset Veteran
"Pesisir Bandar Lampung kini tak lagi jadi ladang emas bagi nelayan. Laut tercemar, hasil tangkapan menurun, dan para nelayan dibiarkan bergelut dengan biaya operasional yang kian membebani. Sampai kapan pemerintah membiarkan laut sebagai tempat buangan limbah?"
#LautTercemar #Lingkungan #Nelayan #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia
.jpg)
.jpg)