GalaPos ID, Pekanbaru.
Suasana ruang sidang Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis, 16 Oktober 2025, berubah hening ketika Bupati Siak, Afni Zulkifli, melangkah ke ruang persidangan.
Ia bukan hadir untuk membela diri, melainkan sebagai saksi dalam kasus kerusuhan yang melibatkan warga Desa Tumang dan PT Seraya Sumber Lestari (SSL).
“Saya hadir karena menghormati majelis hakim, dan saya juga ingin melihat rakyat saya. Sejak kejadian itu, saya belum pernah bertemu langsung dengan mereka, para terdakwa.”— Afni Zulkifli, Bupati Siak
Baca juga:
- Ekonomi Indonesia Stabil? Ini Fakta dan Tantangan Serapan Anggaran 2025
- Dua Putusan MA, Satu Tersangka: Kisruh dan Sengketa Aset Veteran
- Atalia Praratya Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Adil untuk Pesantren
Gala Poin:
1. Bupati Siak hadir sebagai saksi kunci, menyebut konflik sudah lama berlangsung.
2. Pemerintah daerah tidak menerima tembusan resmi dari PT SSL soal sengketa lahan.
3. Afni menegaskan kehadirannya sebagai bentuk tanggung jawab moral terhadap masyarakat.
Penampilannya sederhana namun tegas: mengenakan jilbab bermotif bunga, jaket hitam, dan celana kargo.
Di hadapan majelis hakim, Afni menyampaikan kesaksian penting, yang bukan hanya menjadi bagian dari proses hukum, tetapi juga membuka kembali perdebatan publik soal konflik agraria dan peran pemerintah.
Afni menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Siak tidak pernah menerima surat tembusan atau pemberitahuan resmi dari PT SSL mengenai permasalahan lahan dengan masyarakat Tumang.
“Sejatinya, penyelesaian konflik sudah diatur dalam Undang-Undang Perhutanan Sosial. Jika hal itu dijalankan, tentu tidak akan muncul permasalahan seperti yang kita lihat saat ini,” ujar Afni Zulkifli, Kamis, 16 Oktober 2025.
Baca juga:
Korupsi Puskesmas Oesao: Dua Tersangka, Bangunan Mangkrak
Ia menyatakan bahwa konflik tersebut bukanlah insiden mendadak, melainkan akumulasi dari gesekan panjang yang tidak pernah benar-benar diselesaikan.
“Konflik ini bukan hanya cerita soal peristiwa 11 Juni, tapi sudah berlangsung lama. Seharusnya, mekanisme perhutanan sosial bisa menjadi jalan keluar yang lebih adil dan berkelanjutan,” katanya lagi.
Afni juga menanggapi laporan masyarakat yang viral di media sosial sebelum kerusuhan pecah, terkait pencabutan tanaman sawit milik warga pada malam hari oleh pihak perusahaan.
Namun ia mengaku tidak mengetahui detail bukti laporan tersebut. Setelah persidangan, Afni terlihat menahan emosi.
Ia menyatakan bahwa kehadirannya bukan semata urusan hukum, tapi juga bentuk kepedulian sebagai kepala daerah terhadap rakyat yang kini duduk di kursi terdakwa. "Saya juga ingin melihat rakyat saya," ucapnya dengan suara lirih.
Konflik lahan yang akhirnya memicu kerusuhan pada 11 Juni 2025 itu menyebabkan kerugian perusahaan hingga Rp15 miliar, dengan 22 sepeda motor, 4 mobil hangus terbakar, serta fasilitas rusak lainnya.
Sebelas warga kini menghadapi berbagai pasal berat, mulai dari pembakaran hingga pencurian dengan pemberatan. Namun di balik pasal-pasal itu, ada cerita panjang soal ketimpangan, komunikasi yang macet, dan ketidakhadiran mekanisme penyelesaian konflik yang manusiawi.
Baca juga:
Singgih Januratmoko Dukung Pembentukan Ditjen Pesantren di Kemenag
"Sidang lanjutan kasus kerusuhan PT Seraya Sumber Lestari menampilkan momen langka: seorang bupati hadir sebagai saksi, bukan sekadar pejabat, tetapi sebagai pemimpin yang merasa bertanggung jawab secara moral kepada rakyatnya."
#Konflik #Agraria #Afni Zulkifli #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia