GalaPos ID, Jakarta.
Sindiran tajam datang dari Anggota Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih, yang menyebut pengelolaan emas Indonesia bak negeri fiktif Konoha. Produksi tinggi, ekspor deras, namun dalam negeri justru kekurangan pasokan hingga harus mengimpor.
Kritik ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI dan Holding BUMN Tambang Mind ID, Senin, 20 Oktober 2025.
"Indonesia tambang emas besar dunia, tapi masih impor emas? Anggota DPR Gde Sumarjaya Linggih menyebut ini “lucu seperti negeri Konoha”. Di balik sindiran itu, tersimpan kegagalan serius dalam tata kelola sumber daya nasional. Siapa yang sebenarnya diuntungkan, dan siapa yang dirugikan?"
Baca juga:
- Potensi Terkubur Desa Pinang Banjar Mulai Dibuka
- 0x Protocol, Di Balik Token ZRX yang Menantang Sentralisasi
- Karst Tak Lagi Mandul, Gen Z Tantang Sistem dengan Pertanian Modern
Gala Poin:
1. Gde Sumarjaya Linggih mendesak pemerintah menunda ekspor emas hingga jelas kebutuhan dan produksi emas nasional untuk dasar penerapan DMO.
2. Tata kelola emas Indonesia dinilai tidak transparan dan merugikan pengrajin lokal, terutama UMKM pengrajin emas di Bali yang kesulitan bahan baku.
3. DPR sepakat menindaklanjuti desakan tersebut dengan memanggil PT Freeport dan mendesak kebijakan yang lebih pro-dalam negeri.
“Lucu juga ini negeri Konoha, kita impor 30 ton emas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sementara hampir seluruh emas yang ditambang dari perut bumi Indonesia diekspor ke luar negeri. Sering kita aneh-aneh, makanya masyarakat sering menyampaikan bahwa ini negeri Konoha karena kondisi-kondisi seperti inilah yang disebut negeri Konoha oleh masyarakat kita,” ujar Gde dalam rapat tersebut.
Gde, yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar, menyatakan bahwa pemerintah harus menunda seluruh ekspor emas hingga ada kejelasan soal kebutuhan domestik dan volume produksi.
Ia menilai saat ini belum ada basis data yang jelas untuk menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) secara efektif.
Dalam rapat yang juga dihadiri PT Aneka Tambang (Antam), Gde menyoroti ketidakterbukaan PT Freeport terkait produksi emas. Padahal, 51% saham Freeport kini dikuasai pemerintah Indonesia.
Baca juga:
Laporan NEXT Indonesia: Kemiskinan Anjlok, Tapi Apakah Merata?
Ia menyebut baru tahun ini rencana pembelian emas oleh PT Antam dari Freeport mulai dilakukan, yaitu sebesar 9 ton dari target 25 ton.
“Sebelum tahun 2025 ini produksi emas PT Freeport selama ini tidak jelas,” tegasnya.
Pernyataan Gde juga menyentil praktik industri tambang yang lebih suka mengekspor dulu, lalu mengimpor kembali emas ke Indonesia—dugaan yang mengarah pada upaya menghindari beban pajak atau kewajiban pasar domestik.
“Kenapa perusahaan tambang emas di Indonesia senang ekspor emas ke luar negeri, apakah karena para produsen lebih baik mengekspor dulu baru mengimpor kembali ke Indonesia untuk menghindari pajak?” tanya Gde.
Bagi Gde, pengrajin emas lokal—terutama di Bali—yang menjadi korban utama dari buruknya tata kelola ini.
Ia menegaskan bahwa pelaku industri perhiasan tradisional yang banyak berasal dari UMKM, seperti di Bali, sangat terdampak akibat kelangkaan emas dan harga yang tidak kompetitif.
“Saya mendalami ini karena kebutuhan emas pengrajin kita Bali serta konsumen masyarakat Indonesia secara keseluruhan, sementara cara mengelola emas kita salah. Jadi yang dirugikan pengrajin emas di Bali dan kita semua. Dan patut dicatat, pengrajin emas di Bali adalah UMKM,” ucap Gde, legislator dari Daerah Pemilihan Bali.
Pernyataan keras Gde mendapat respons dari pimpinan rapat, Andre Rosiade (Gerindra), yang mengaminkan rekomendasi penundaan ekspor emas sebagai salah satu butir kesimpulan rapat.
Baca juga:
Suporter Sepak Bola Bogor Raya Jaga Solidaritas, Tolak Provokasi
Komisi VI juga menyatakan akan memanggil PT Freeport dalam RDP lanjutan untuk menjelaskan komitmen mereka terhadap pemenuhan kebutuhan emas domestik.
“Komisi VI DPR RI meminta Kementerian terkait Perdagangan dan Perindustrian untuk menunda ekspor emas, sampai kebutuhan dalam negeri terpenuhi,” bunyi salah satu kesimpulan rapat.
Langkah ini dinilai penting untuk memastikan sumber daya mineral strategis seperti emas, tidak sepenuhnya dikuasai kepentingan ekspor semata, tetapi memberi nilai tambah nyata bagi rakyat dan industri nasional.
Baca juga:
Setahun Prabowo: 145 Juta Warga Sudah Bekerja, Benarkah?
"Gde Sumarjaya Linggih menyebut Indonesia seperti “negeri Konoha” dalam mengelola emas: produksi tinggi, tapi tetap impor. Ia mendorong diberlakukannya DMO emas dan menunda ekspor hingga kebutuhan nasional terpenuhi. Benarkah industri tambang bermain-main dengan regulasi demi menghindari pajak?"
#Emas #Tambang #Freeport #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #DMO

