Karst Tak Lagi Mandul, Gen Z Tantang Sistem dengan Pertanian Modern

GalaPos ID, Maros.
Di tengah krisis regenerasi petani dan minimnya akses lahan, sekelompok Gen Z di Maros, Sulawesi Selatan, memilih jalan sunyi: bertani di lahan karst. Semangat kaum muda Desa Bonto Lempangan, Kecamatan Bontoa, yang mengolah lahan karst tandus menjadi pertanian modern, patut diapresiasi—sementara pemerintah dan kaum kaya lebih sering jadi penonton.

Karst Tak Lagi Mandul: Gen Z Tantang Sistem dengan Pertanian Modern

"Jika batu bisa tumbuh tanaman, mungkinkah harapan tumbuh dari generasi yang selama ini dipinggirkan dari sektor agrikultur?"

Baca juga:

Gala Poin:
1. Gen Z di Maros berhasil mengubah lahan karst menjadi pertanian modern melalui inovasi teknologi.
2. Mereka menghadapi tantangan serius: akses lahan, minim pelatihan, dan kurangnya dukungan kebijakan.
3. Kisah ini mencerminkan potensi luar biasa generasi muda—tapi juga menunjukkan absennya tanggung jawab struktural dari negara.


Dengan pendekatan pertanian presisi, pemanfaatan sensor, sistem irigasi otomatis, dan pemantauan via ponsel berbasis IoT, mereka membuktikan bahwa batu pun bisa ditaklukkan jika teknologi dan semangat bertemu.

"Kami rakit sendiri alat-alatnya, kami analisis sendiri kondisi tanah dan iklim mikro di sini. Semuanya kami pelajari secara otodidak," ujar Aldi, petani muda di lokasi proyek.

Didampingi Suryadi, teknolog lokal yang merakit sistem-sistem pertanian sederhana namun efektif, mereka membudidayakan sayur-sayuran seperti selada, pak choi, bawang, hingga buah melon.

Namun di balik kisah inspiratif ini, terhampar fakta menyakitkan: mereka tetap kesulitan memperoleh akses lahan yang layak, pelatihan kewirausahaan, dan dukungan kebijakan. Tidak semua pemuda bisa seperti mereka—dan tidak semua lahan bisa ditanami tanpa campur tangan negara.

Baca juga:
Manfaat Grapeseed Oil untuk Kulit Wajah, Alami dan Ampuh

Gen Z ini menunjukkan bahwa regenerasi petani bisa nyata, tapi mustahil berlangsung masif tanpa kebijakan struktural yang mendukung. Ketahanan pangan nasional seharusnya tidak dibebankan hanya pada idealisme segelintir anak muda.

Seperti diketahui, lahan karst dikenal sebagai wilayah berbatu kapur yang minim air dan unsur hara. Namun, di tangan petani Gen Z, lahan ini disulap menjadi ladang pertanian produktif berkat pendekatan teknologi dan semangat inovasi.

Dalam strategi inovatif di lahan karst, diperlukan:
- Pertanian presisi: Penggunaan sensor kelembaban, drone, dan sistem irigasi tetes untuk efisiensi air.
- Teknologi digital: Aplikasi berbasis AI dan IoT untuk pemantauan tanaman secara real-time.
- Model tanam adaptif: Hidroponik, vertikultur, dan pemilihan varietas tahan cekaman lingkungan.

Dampak terhadap Ketahanan Pangan
- Regenerasi petani: Gen Z mengisi kekosongan tenaga kerja pertanian yang didominasi usia lanjut.
- Diversifikasi lahan: Karst yang sebelumnya tidak produktif kini berkontribusi pada suplai pangan lokal.
- Kemandirian desa: Mendorong ekonomi lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor pangan.

Petani Gen Z Ubah Lahan Gersang Jadi Ladang Teknologi: Siapa Sebenarnya yang Bertanggung Jawab atas Ketahanan Pangan Kita

 

Tantangan yang Dihadapi
- Akses terhadap lahan dan modal
- Minimnya pelatihan kewirausahaan agrikultur
- Perlu dukungan kebijakan dan insentif dari pemerintah

Mereka bukan taipan, bukan pejabat, bukan pemegang anggaran. Tapi kisah Gen Z dari Desa Bonto Lempangan, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros yang mengolah lahan karst tandus menjadi pertanian modern, patut diapresiasi—sementara pemerintah dan kaum kaya lebih sering jadi penonton.

 

Baca juga:
Tawuran Gagal, Senjata Tajam Berserakan di Pauh

"Ketika lahan subur makin sulit diakses dan regenerasi petani terhambat, segelintir Gen Z membalikkan asumsi lama: bahkan batu kapur pun bisa ditanami, jika inovasi didukung serius."

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #Gen_Z_Bertani #TeknologiTani #LahanKarstProduktif

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال