Polemik Mie Instan: BPOM, Indofood, dan Regulasi

GalaPos ID, Jakarta.
Penolakan otoritas Taiwan terhadap produk Indomie Rasa Soto Banjar Jeruk Limau Kuit karena kandungan etilen oksida (EtO) memunculkan pertanyaan penting: Apakah standar keamanan pangan di Indonesia cukup ketat, atau terlalu permisif?

 

Bahaya EtO di Mie Instan: Siapa yang Bertanggung Jawab?

"Jika satu bungkus mie instan bisa lolos pengawasan di Indonesia, tapi dilarang di Taiwan, siapa sebenarnya yang perlu lebih waspada—kita, atau mereka?"

Baca juga:

Gala Poin:
1. Perbedaan standar keamanan pangan antarnegara dapat menyebabkan polemik dan merugikan reputasi ekspor Indonesia, bahkan jika produk sudah berizin edar di dalam negeri.
2. Celakanya, distribusi tidak resmi membuat pengawasan sulit dilakukan dan menjadi celah bagi produk bermasalah masuk ke pasar ekspor.
3. Kurangnya regulasi global soal EtO menunjukkan urgensi transparansi industri dan harmonisasi regulasi, demi kesehatan konsumen dan kepercayaan pasar.


Pemerintah Taiwan melarang peredaran produk tersebut setelah mendeteksi adanya residu EtO, senyawa pestisida yang diklasifikasikan sebagai karsinogenik oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC).

Menanggapi hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan produk yang ditemukan di Taiwan bukan bagian dari ekspor resmi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (Indofood), melainkan dibawa masuk oleh pihak ketiga tanpa sepengetahuan produsen.

"Produk tersebut bukan merupakan ekspor resmi dari produsen. Diduga diekspor oleh trader yang bukan importir resmi dan tanpa sepengetahuan produsen," kata BPOM dalam keterangan tertulis, Minggu, 14 September 2025.

Baca juga:
Korban Waduk Penjalin Ditemukan, Ini Kronologi Lengkapnya

Meski begitu, BPOM menegaskan bahwa varian Indomie tersebut telah mengantongi izin edar dan dinyatakan aman untuk konsumsi di Indonesia. Lembaga itu juga mengimbau masyarakat untuk tidak gegabah menyikapi informasi tersebut.

"Kami mengimbau masyarakat agar bijak menyikapi informasi ini," tulis BPOM.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Indofood, Gideon A Putro, menyatakan seluruh produk Indomie memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan diproduksi di fasilitas yang telah tersertifikasi internasional ISO 22000 dan FSSC 22000.

"Perseroan selalu memastikan seluruh produk mematuhi regulasi dan standar keamanan pangan yang berlaku di setiap negara tujuan ekspor," ujarnya.

Mie Instan Bermasalah: BPOM, Indofood, dan Regulasi yang Tak Sinkron

Sementara, Sekretaris Perusahaan Indofood CBP Sukses Makmur Gideon A. Putro mengatakan bahwa, semua mie instan yang diproduksi oleh Perusahaan di Indonesia diproses sesuai dengan standar keamanan pangan yang ditetapkan oleh Badan Nasional Indonesia untuk Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM RI).

"Mie instan Perusahaan telah menerima sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI), dan diproduksi di fasilitas produksi bersertifikat berdasarkan Standar Internasional ISO 22000 atau FSSC 22000 untuk Sistem Manajemen Keamanan Pangan,"ucap Gideon dalam keterangan tertulisnya, Senin 15 September 2025.

Etilen Oksida: Senyawa Kecil, Risiko Besar
EtO merupakan gas tak berwarna yang lazim digunakan untuk sterilisasi alat medis dan sebagai fumigan untuk beberapa bahan pangan di masa lalu. Namun, penggunaannya pada makanan kini dilarang di banyak negara, terutama karena risiko kesehatan jangka panjang.

Baca juga:
Ribuan Pelajar NTB Saksikan Langsung Latihan MotoGP Mandalika


EtO tergolong sebagai zat karsinogenik Kelompok 1, dengan potensi menyebabkan kanker seperti leukemia dan limfoma. Selain itu, senyawa ini dapat memicu kerusakan genetik, gangguan saraf, dan iritasi saluran pernapasan.

Beberapa negara—seperti Uni Eropa dan Kanada—menetapkan batas maksimal residu EtO yang sangat rendah atau bahkan nol. Namun ironisnya, Codex Alimentarius Commission (CAC)—lembaga standar pangan dunia di bawah WHO/FAO—belum menetapkan batas maksimal residu EtO secara global.

Celakanya, Ini Bukan Pertama Kali
Kasus ini bukan yang pertama. Pada 2023, varian Indomie Ayam Spesial juga ditarik dari pasaran di Taiwan dan Malaysia. Kementerian Perdagangan (Kemendag) saat itu menyatakan produk bermasalah tersebut bukan berasal dari distributor resmi Indofood.

Baca juga:
Siapa Bermain di Balik Kenaikan Harga Ayam Potong?

"Kalau yang melalui distributor resmi, itu sudah melalui penyesuaian syarat yang diminta oleh Taiwan... Nah itu enggak ada masalah," kata Didi Sumedi, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Kamis, 4 Mei 2023, saat itu.

Produk yang bermasalah diduga masuk lewat jalur individu atau tidak resmi. Ini menunjukkan adanya celah distribusi ekspor yang belum diawasi dengan ketat, serta potensi inkonsistensi kualitas pada produk yang beredar di luar negeri.

Transparansi dan Standar Ganda
Meski Indofood menyatakan produknya telah memenuhi SNI dan diproduksi sesuai standar internasional, penolakan oleh negara lain justru menimbulkan pertanyaan tentang kesesuaian uji laboratorium dan standar keamanan pangan antarnegara.

Lebih dalam lagi, publik perlu tahu: apakah standar di Indonesia terlalu longgar, atau hanya belum mengikuti perkembangan ilmu dan regulasi global?

Baca juga:
Dari Stan ke Strategi, Haruskah Ekonomi Inklusif Hanya Seremonial?

Tanpa adanya transparansi terhadap data uji laboratorium, informasi kandungan residu, serta sistem pelacakan bahan baku, sulit bagi konsumen untuk percaya bahwa produk di pasaran benar-benar aman.

Kesimpulan: Kewaspadaan, Bukan Kepanikan
Masalah ini menunjukkan perlunya Indonesia untuk:
Harmonisasi standar nasional dengan standar internasional;
Pengawasan ketat terhadap jalur distribusi tidak resmi;
Transparansi industri terhadap bahan baku dan proses produksi.

Konsumen juga perlu lebih kritis. Produk dengan izin edar belum tentu bebas dari risiko jika standar pengujian tidak sinkron dengan regulasi global. Kewaspadaan adalah bentuk tanggung jawab publik—bukan kepanikan.

 

Baca juga:
Bertahan dari Beban Hafalan, Strategi Pelajar dan Pekerja Era Informasi

“Larangan Indomie varian Soto Banjar Jeruk Limau Kuit oleh Taiwan bukan sekadar urusan ekspor—ini membuka ruang diskusi serius tentang celah regulasi, risiko kesehatan dari residu kimia dalam makanan, dan lemahnya pengawasan atas distribusi non-resmi.”

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #KeamananPangan #Regulasi #EtOAlert

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال