GalaPos ID, NTT.
Banjir bandang yang terjadi pada Senin malam, 8 September 2025, di Kecamatan Mauponggo bukan bencana alam pertama di wilayah ini.
Kontur perbukitan dan aliran sungai yang curam menjadikan daerah ini sangat rentan saat hujan deras turun dalam waktu lama.
“Banjir datang bukan tanpa tanda. Tapi pertanyaannya, apakah kita benar-benar siap menghadapi jika peringatan hanya menjadi wacana di atas meja?”
Baca juga:
- Duka Nagekeo! Banjir Bandang Mauponggo, Empat Masih Hilang
- Menko Yusril ke Rutan, Lagu Indonesia Raya Bergema dari Balik Jeruji
- Ferry Juliantono Menteri Koperasi, Anggota DPR: Paket Lengkap
Gala Poin:
1. Topografi Mauponggo menjadikan kawasan ini sangat rentan terhadap banjir bandang.
2. Kerusakan vegetasi di hulu, lemahnya infrastruktur pengendali air, dan tata ruang buruk memperparah risiko.
3. Mitigasi struktural dan non-struktural belum menjadi prioritas serius pemerintah daerah.
Air Sungai Malasawu yang semula tenang mendadak menjadi gelombang maut yang menggulung apa pun yang ada di jalurnya.
Dalam sekejap, tiga nyawa dari satu keluarga hilang, empat lainnya belum ditemukan. Tapi pertanyaan penting yang perlu diajukan: kenapa bencana ini terus terulang tanpa perubahan signifikan?
Wilayah utara Mauponggo merupakan hulu sungai dengan kontur pegunungan.
Bila vegetasi di hulu rusak, banjir bandang hanya tinggal menunggu waktu. Sayangnya, belum terlihat langkah nyata dalam memperbaiki sistem pencegahan ini.
Baca juga:
Scammer Terungkap! Modus Baru Pengiriman dari Manado ke Kamboja
BNPB sendiri telah mengingatkan pentingnya mitigasi struktural seperti sabo dam, check dam, kanal pengalihan air, penguatan tebing dan zona penyangga.
Namun, tanpa komitmen politik dan anggaran yang memadai dari pemerintah daerah, semua itu hanya akan jadi rencana.
Selain itu, mitigasi non-struktural seperti edukasi publik, sistem peringatan dini, dan penataan tata ruang hingga kini belum terlihat signifikan.
Warga masih tinggal di zona rawan bencana, di tepi sungai atau lereng curam. Tidak ada regulasi ketat, tidak ada relokasi, bahkan larangan membangun pun tidak ditegakkan.
Prakiraan cuaca dari BMKG menunjukkan hujan ringan hingga sedang masih berpotensi mengguyur Nagekeo hingga Kamis, 11 September 2025.
Ini berarti, risiko banjir bandang susulan masih tinggi. Tapi kesiapsiagaan seakan hanya reaktif—bergerak setelah korban jatuh, bukan saat bahaya mulai terlihat.
Baca juga:
Bukan Asam Urat Biasa, Kenali Tanda Rematik
“Geografis Mauponggo membuatnya rentan banjir bandang, namun kebijakan mitigasi struktural dan non-struktural belum jadi prioritas. Warga menjadi korban dari kegagalan sistemik.”
#KrisisIklim #LindungiWilayahHulu #TataRuangDarurat #BencanaBukanTakdir #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia