GalaPos ID, Jakarta.
Kebijakan Kementerian Keuangan mengalirkan Rp200 triliun dana kas negara dari Bank Indonesia ke bank umum (Himbara) mendapat sambutan positif dari kalangan pelaku industri keuangan.
Namun di tengah optimisme itu, publik perlu tetap waspada: apakah dana ini benar-benar akan menyasar sektor produktif seperti UMKM, atau justru menjadi insentif tidak langsung bagi segelintir kelompok usaha besar?
“Rp200 triliun dana negara tak lagi mengendap di Bank Indonesia. Kini mengalir ke bank umum dengan harapan menyulapnya menjadi kredit produktif. Di atas kertas: untuk UMKM, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Tapi apakah uang itu benar-benar akan “bekerja”? Atau sekadar menumpuk di rekening korporasi besar?”
Baca juga:
- Garuda Muda Bidik Kemenangan di Four Nations Cup 2025
- Larangan Indomie Taiwan: Fakta, Standar & Tanggung Jawab
- 70% Masalah Pertanian Selesai? Ketua DPD Puji Kinerja Mentan Amran
Gala Poin:
1. Kebijakan penempatan dana Rp200 triliun dinilai berpotensi kuat mendorong lapangan kerja dan UMKM, asal diarahkan dengan tepat.
2. Keberhasilan kebijakan bergantung pada koordinasi antara Kemenkeu, BI, dan bank umum, serta evaluasi berkala.
3. Belajar dari pengalaman internasional, transparansi dan pengawasan menjadi faktor penentu apakah ini akan jadi terobosan atau jebakan fiskal.
Anton Hendranata, Chief Economist PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. sekaligus CEO BRI Research Institute, menilai kebijakan ini punya potensi besar sebagai mesin pendorong ekonomi nasional, terutama untuk penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Secara makro, kebijakan ini berpotensi menjadi katalis pertumbuhan ekonomi baru. Kredit produktif dapat membantu mendorong investasi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya beli masyarakat,” ujar Anton dalam keterangan resminya, Selasa, 16 September 2025.
Dana Tak Lagi Parkir, Tapi “Bekerja”
Anton mengibaratkan langkah ini sebagai “membuka tabungan besar” yang selama ini mengendap dan tak memberikan efek langsung pada ekonomi riil.
Baca juga:
Fexofenadine, Obat Antihistamin Redakan Gejala Alergi?
Menurutnya, dana Rp200 triliun tersebut akan lebih bermanfaat jika segera dialirkan ke sektor-sektor produktif—terutama UMKM, infrastruktur, dan sektor padat karya, yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.
“Kebijakan ini berpotensi besar menjadi momentum baru bagi perekonomian, terutama dalam mendukung UMKM, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif,” kata Anton.
Koordinasi, Transparansi, dan Evaluasi: Kunci Sukses atau Sumber Risiko?
Anton menggarisbawahi bahwa kebijakan ini tidak bisa dijalankan secara sepihak. Tiga pilar utama harus dipenuhi:
- Penyaluran dana ke sektor produktif yang tepat sasaran,
- Koordinasi transparan antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia,
- Evaluasi rutin terhadap dampak ekonomi dan risiko sistemik.
“Namun, keberhasilan bergantung pada tiga pilar... Kita harus pastikan setiap langkah diambil dengan bijak,” imbuhnya.
Pernyataannya sekaligus menjadi pengingat bahwa tanpa mekanisme evaluasi dan pengawasan yang memadai, dana jumbo ini justru berisiko menumpuk di sektor non-produktif atau menjadi ruang spekulasi perbankan.
Belajar dari China dan Eropa: Bisa Jadi Terobosan, Bisa Jadi Lubang
Dalam konteks internasional, Anton menyebut beberapa skema serupa seperti TLTRO (Targeted Longer-Term Refinancing Operations) di Eropa, dan PSL (Pledged Supplementary Lending) di Tiongkok
Keduanya terbukti berhasil meningkatkan penyaluran kredit ke sektor prioritas, tapi hanya saat pemerintah tegas mengawasi penggunaannya.
Baca juga:
Resmi, BKN Setujui Pengangkatan Honorer Jadi PPPK
Optimisme atau Ujian Baru?
Kebijakan Rp200 triliun ini sejalan dengan visi pemerintahan Presiden Prabowo untuk ekonomi yang inklusif dan pemberdayaan kelas bawah. Namun realisasi di lapangan masih perlu dibuktikan.
“Mari dukung dengan optimisme, tetapi tetap menjaga mata terbuka untuk memastikan setiap langkah diambil dengan bijak,” tutup Anton.
Pertanyaannya: siapakah yang akan memastikan dana raksasa ini benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan elit finansial?
Baca juga:
Tragedi Sindikat Rekening Dormant, 15 Tersangka Diamankan
“Kebijakan penempatan dana Rp200 triliun dari kas negara ke bank umum kembali menuai pujian. Kali ini datang dari ekonom perbankan. Namun di balik potensi manfaatnya, ada pekerjaan rumah besar soal transparansi, pengawasan, dan pembuktian bahwa uang rakyat benar-benar menyentuh sektor produktif.”
#Kredit #UMKM #LapanganKerja #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia