GalaPos ID, Jakarta.
Taiwan resmi melarang impor Indomie Rasa Soto Banjar Jeruk Limau Kuit setelah sampel menunjukkan adanya residu etilen oksida (EtO). Tapi menurut BPOM dan Indofood, produk tersebut bukan diekspor secara resmi, melainkan melalui trader tanpa izin dan tanpa sepengetahuan produsen.
Kontroversi residu etilen oksida dalam Indomie Soto Banjar Limau Kuit memancing pertanyaan tentang standar keamanan global, peran trader gelap, serta bagaimana konsumen dan regulator merespons insiden tersebut
“Ketika sebuah traveller membawa Indomie dari luar negeri, apakah keamanan pangan bisa ikut ‘terbang’ tanpa standar?”
Baca juga:
- Polemik Mie Instan: BPOM, Indofood, dan Regulasi
- Rp 95 Juta untuk Nyawa, Prajurit dan Uang Operasional Penculikan
- Potensi Kopi Nasional Terabaikan, Novita Hardini Minta Evaluasi
Gala Poin:
1. Perbedaan standar dan regulasi keamanan pangan antar negara — terutama terkait residu etilen oksida yang hingga kini belum dibatasi secara maksimal oleh Codex Alimentarius Commission.
2. Jalur distribusi & legalitas produk — produk yang ditolak Taiwan bukan ekspor resmi, melainkan lewat trader individu atau non‐distributor resmi, tanpa sepengetahuan produsen.
3. Peran dan tanggung jawab semua pihak — produsen harus transparan, regulator harus pengawasan ketat, dan konsumen perlu selektif dan cerdas terhadap asal dan izin produk pangan.
BPOM menyebut: “Produk tersebut bukan merupakan ekspor resmi dari produsen. Diduga diekspor oleh trader yang bukan importir resmi dan tanpa sepengetahuan produsen.”
Indofood menegaskan bahwa produk-produknya mengikuti SNI dan standar internasional (ISO 22000 & FSSC 22000).
“Perseroan selalu memastikan seluruh produk mematuhi regulasi dan standar keamanan pangan yang berlaku di setiap negara tujuan ekspor,” kata Sekretaris Perusahaan, Gideon A Putro.
Baca juga:
Tragedi RSUD Karimun, Pasien Jatuh Tewas dari Lantai Empat
BPOM juga menegaskan bahwa varian Soto Banjar memiliki izin edar dan aman dikonsumsi di dalam negeri.
Namun isu residu EtO ini mengungkap celah: banyak negara belum memiliki regulasi tegas untuk batas maksimal EtO dalam pangan. Codex Alimentarius Commission, sebagai lembaga internasional di bawah WHO dan FAO, sampai kini belum mengatur batas maksimal residu EtO.
Lebih dari itu, peredaran tanpa dokumentasi resmi — trader gelap atau individu — bisa menyebabkan produk yang sebenarnya tidak sesuai standar masuk ke pasar tertentu, seperti yang terjadi di Taiwan.\
Kasus serupa pernah muncul pada 2023 ketika Indomie Rasa Ayam Spesial ditarik dari pasar Taiwan dan Malaysia, namun itu pun terkait produk non-distributor resmi.
Bagi konsumen, insiden ini menjadi panggilan bangun: bukan hanya mengandalkan label “aman” di Indonesia, tapi juga memahami jalur distribusi dan asal produk.
Bagi regulator dan produsen, penting melakukan audit dan pemantauan rantai distribusi agar jangan sampai produk resmi tercampur dengan produk yang tidak melalui standarisasi lengkap.
Baca juga:
Konspirasi Pembunuhan Kacab BRI, 15 Tersangka Termasuk Oknum TNI
“Kontroversi residu etilen oksida dalam Indomie Soto Banjar Limau Kuit memancing pertanyaan tentang standar keamanan global, peran trader gelap, serta bagaimana konsumen dan regulator merespons insiden tersebut.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #KeamananPangan #IndomieEtO #KonsumenCerdas