GalaPos ID, Jakarta.
Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung yang dikenal sebagai Whoosh, kini tengah berada dalam sorotan tajam. Bukan karena kecepatannya, melainkan tumpukan utang yang mulai menyesakkan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan konsorsium BUMN lainnya.
Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H. Ganinduto, menilai bahwa jika pemerintah tidak segera mencari solusi konkret, maka ancaman krisis keuangan di tubuh BUMN transportasi tinggal menunggu waktu.
“Ketika kereta melaju cepat, keuangannya justru terjerembap dalam tumpukan utang. Siapa yang akan mengerem sebelum terlambat?”
Baca juga:
- Pantai Pajala Jadi Panggung Edukasi dan Damai Pelajar
- FIM PII Resmi Dilantik, Insinyur Muda Janjikan Garda Depan Indonesia Emas
- Bocah Melawan Kanker Mulut di Tengah Krisis Layanan Kesehatan
Gala Poin:
1. Utang Membebani PT KAI dan Konsorsium BUMN: Proyek Kereta Cepat Whoosh telah menyebabkan kerugian besar dan utang yang berisiko menghantam kinerja keuangan BUMN transportasi.
2. Target Penumpang Jauh dari Harapan: Jumlah penumpang hanya mencapai seperlima dari target tahunan, mengindikasikan bahwa model bisnis saat ini tidak cukup kuat untuk menopang keberlangsungan proyek.
3. Desakan Solusi Konkret Pemerintah: DPR meminta intervensi segera dari Kementerian BUMN dan Danantara guna menyusun roadmap penyelamatan yang menyeluruh agar kereta cepat tidak menjadi bencana ekonomi.
“Kita mengapresiasi kinerja PT KAI yang selama ini cukup baik. Namun, beban keuangan yang ditanggung akibat proyek kereta cepat membuat kondisi PT KAI rentan. Pemerintah harus segera hadir dengan solusi karena proyek ini merupakan agenda kerja negara. Jika beban utang seluruhnya ditimpakan pada PT KAI, kebangkrutan hanya tinggal menunggu waktu,” tegas Firnando dalam keterangan persnya, Rabu, 3 September 2025.
Sorotan Firnando bukan tanpa alasan. Data keuangan menunjukkan bahwa PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengalami kerugian sebesar Rp1,246 triliun pada semester I tahun 2025.
Sementara itu, utang restrukturisasi dari China Development Bank (CDB) yang mencapai Rp6,9 triliun terus menghantui neraca keuangan PT KAI sebagai pemegang saham utama.
“Dirut baru PT KAI harus mampu menghadirkan langkah nyata, mulai dari restrukturisasi utang, pencarian pendanaan alternatif, hingga strategi bisnis inovatif untuk mengurangi defisit,” lanjut politisi Partai Golkar itu.
Baca juga:
Pilu! Panen Cabai Jadi Duka, Harga Terjun Bebas ke Rp13.000
Firnando juga mengkritisi rendahnya angka okupansi penumpang yang jauh dari harapan. Tahun 2024, jumlah penumpang Whoosh hanya sekitar 6 juta orang, padahal target tahunan berada di angka 31 juta penumpang.
“Kinerja okupansi yang hanya seperlima target jelas mengkhawatirkan. Jika dibiarkan, utang infrastruktur tidak akan terbayar, bahkan bisa merembet pada kesehatan BUMN lain dalam konsorsium,” ujarnya dengan nada prihatin.
Proyek Whoosh melibatkan beberapa BUMN besar dalam konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, di antaranya PT Wijaya Karya (WIKA), PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara I.
Firnando memperingatkan bahwa efek domino akibat beban utang bisa menggoyang seluruh ekosistem BUMN dan bahkan mencoreng citra Indonesia di mata investor global.
“Masalah ini harus ditangani serius agar tidak menimbulkan efek domino ke seluruh ekosistem BUMN. Lebih jauh lagi, kerugian berkelanjutan bisa menggerus kepercayaan investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia,” jelasnya.
Baca juga:
Raviv Bicara: Ada Aparat Menembak Gas Air Mata di Unisba
Baca juga:
Forum Advokat Peduli Hukum dan Keadilan Kecam Intimidasi Kampus
“Kereta Cepat Whoosh yang semula digadang sebagai simbol kemajuan, kini berubah menjadi beban finansial besar bagi PT KAI dan konsorsium BUMN. Firnando H. Ganinduto dari Komisi VI DPR RI mendesak pemerintah untuk segera turun tangan sebelum proyek ini memicu krisis sistemik.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #BUMN #Whoosh #TransportasiPublik