Sasirangan: Bukan Hanya Tradisi, Kini Jadi Tren Internasional

GalaPos ID, Kalsel.
Sasirangan, kain tradisional khas Kalimantan Selatan, kembali menegaskan dirinya bukan sekadar warisan budaya yang tersimpan di lemari para pejabat.
Lewat tangan dingin pelaku UMKM seperti Galyna Heiwa, sasirangan kini melangkah lebih jauh—menembus pasar internasional, dengan potensi nilai transaksi mencapai Rp5,8 miliar dari perusahaan asal Thailand.

Dari Tanah Laut ke Thailand: Sasirangan Tembus Pasar Dunia

“Dulu hanya dikenakan dalam acara resmi dan dipandang kuno oleh generasi muda. Kini, selembar sasirangan bisa bernilai miliaran dan menjadi buruan perusahaan asing. Apa rahasianya?”

Baca juga:

Gala Poin:
1. UMKM Galyna Heiwa asal Tanah Laut mencatat potensi transaksi Rp5,8 miliar dari buyer Thailand lewat kerajinan sasirangan.
2. Kekuatan story telling, diferensiasi warna alam, dan nilai filosofi menjadi kunci menembus pasar global.
3. Desainer lokal mendorong agar sasirangan tak hanya dipakai pejabat, tapi menjadi gaya harian generasi muda.

 

Angka ini bukan hanya mengejutkan, tapi juga menjadi penanda bahwa kerajinan lokal punya daya saing global, asalkan tahu cara menyampaikannya.

Pemilik Galyna Heiwa, Hanik Timur Permata menegaskan bahwa kunci utama menembus pasar luar negeri adalah "story telling" di balik produk.

“Sebagai UMKM kita harus mempunyai unit USP, yaitu Unique Selling Production... Jadi apa yang kita kasihkan ke buyer di luar sana yaitu story telling behind the product,” ungkap Hanik dalam gelaran Pamor Borneo 2025, Kamis, 21 Agustus 2025.

Baca juga:
Kunci Ekonomi Rakyat, Sarifah: Pembiayaan UMKM dan Pertanian


Galyna Heiwa sendiri dikenal sebagai pionir sasirangan berwarna alam, yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga mengandung filosofi khas lokal yang diceritakan melalui motif dan pewarnaannya.

Hanik menyebut, setiap lembar kain membawa kisah, dan inilah yang membedakan produknya dari sekian banyak pengrajin lain.

Menjadikan Sasirangan Fashionable dan Terjangkau
Meski menembus pasar luar negeri, tantangan tetap datang dari dalam negeri sendiri. Arina, desainer lokal yang kini fokus mengembangkan fashion sasirangan ready to wear, menyebut bahwa masyarakat Indonesia sendiri masih menganggap sasirangan sebagai busana formal.

“Sasirangan tuh identik dengan acara-acara resmi dan formil. Jadi untuk kegiatan harian masih kurang, kecuali buat kerja. Agak susah menasional karena kita sepertinya sudah cukup puas dengan sasirangan itu jadi tradisional yang dipakai pejabat... kita nggak mikirin gimana remaja bangga,” kritik Arina.

Sasirangan Tembus Internasional: Galyna Heiwa Buktikan Cerita Bisa Jadi Miliaran

Arina memulai kariernya sebagai desainer busana muslim dan kini menggarap pasar anak muda dengan pendekatan kasual dan terjangkau.

Ia percaya bahwa jika sasirangan dikemas dengan gaya kekinian, ia bisa bersaing bukan hanya di tingkat nasional, tapi juga global.

Momentum yang dibuka Galyna Heiwa bisa menjadi loncatan besar bagi UMKM lain.

Baca juga:
Suku Bunga Turun, Misbakhun Desak BI Fokus UMKM


Lewat pameran seperti Pamor Borneo 2025, sasirangan kembali menemukan panggungnya—tidak hanya sebagai simbol budaya, tapi juga sebagai produk ekonomi kreatif dengan daya saing tinggi.

Kini, tugas berikutnya adalah menyebarluaskan kebanggaan itu ke semua kalangan.

Karena seluas apa pun pasar global, tak ada artinya jika di negeri sendiri anak muda merasa asing pada warisan leluhurnya.

 

Baca juga:
Festival Pacu Jalur: Dari Arus Sungai ke Arus Uang Rp75 Miliar

“Sasirangan, kain tradisional Kalimantan Selatan, kini menembus batas internasional. Galyna Heiwa, UMKM asal Tanah Laut, membukukan potensi transaksi miliaran berkat kekuatan cerita dan inovasi warna alam. Tapi masih ada pekerjaan rumah: membuat remaja Indonesia juga bangga memakainya.”

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #SasiranganGoGlobal #UMKMNaikKelas #BanggaKainLokal

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال