GalaPos ID, Jakarta.
Industri petrokimia dinilai sebagai salah satu penentu utama daya saing nasional.
Penegasan ini disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, dalam kunjungan kerja spesifik ke PT Chandra Asri Pacific di Provinsi Banten, Jumat, 22 Agustus 2025.
“Di balik megahnya pabrik petrokimia, tersembunyi fakta menyedihkan: ketergantungan impor, ego sektoral, dan arah kebijakan yang belum terintegrasi. Wakil rakyat angkat suara.”
Baca juga:
- Tragedi Sungai Cilumuh: Sabit Tertinggal, Nyawa Lansia Melayang
- Kunci Ekonomi Rakyat, Sarifah: Pembiayaan UMKM dan Pertanian
- Suku Bunga Turun, Misbakhun Desak BI Fokus UMKM
Gala Poin:
1. Industri petrokimia menjadi pilar penting daya saing industri nasional dan harus diperkuat dari hulu ke hilir.
2. Ketergantungan impor masih tinggi karena tata kelola produksi dalam negeri belum optimal.
3. Ego sektoral antar-kementerian menghambat integrasi kebijakan; perlu sinergi dan regulasi yang berpihak pada rakyat.
Dalam pertemuan tersebut, legislator perempuan dari Dapil VII Jawa Timur ini menyampaikan pandangannya tentang urgensi memperkuat struktur industri nasional, terutama sektor petrokimia dan logam.
“Kalau kita bicara peningkatan daya saing industri nasional, salah satu kuncinya adalah industri petrokimia. Keberadaan industri petrokimia merupakan salah satu pilar industri nasional yang perlu dikembangkan melalui penguatan struktur hulu hingga produk hilir untuk dapat memenuhi kebutuhan domestik berupa pangan, sandang, dan papan,” ujar hardini.
Politikus Fraksi PDI Perjuangan itu menyoroti fakta bahwa meskipun Indonesia telah memproduksi sebagian produk petrokimia secara mandiri, ketergantungan terhadap impor masih tinggi.
Baca juga:
Festival Pacu Jalur: Dari Arus Sungai ke Arus Uang Rp75 Miliar
Ia menekankan bahwa nilai impor bahan baku petrokimia melebihi 13 miliar USD pada tahun 2024.
“Produk petrokimia sebagian telah diproduksi dalam negeri, namun belum mencukupi kebutuhan domestik sehingga perlu impor dari berbagai negara yang nilainya lebih dari 13 miliar USD pada tahun 2024 dan akan dapat terus meningkat di masa yang akan datang jika kita tidak segera membenahi tata kelola produksi dalam negeri,” tegas Novita.
Namun, sorotan terbesarnya tertuju pada masalah klasik di tubuh birokrasi: ego sektoral. Menurutnya, perbedaan visi antar-kementerian kerap menjadi batu sandungan besar dalam penguatan industri nasional.
“Salah satu contoh kebutuhan penting bagi proses produksi adalah pasokan gas. Jika Kementerian Perindustrian dan kementerian terkait migas tidak satu irama, ujung-ujungnya yang dirugikan masyarakat. Industri tidak jalan, PHK meningkat, daya beli menurun, dan UMKM ikut terdampak,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa hilirisasi industri tidak akan berjalan optimal jika ego sektoral terus dibiarkan.
Novita mendorong pemerintah agar menyatukan visi dan segera memberikan insentif bagi industri yang bertransformasi, khususnya menuju industri hijau.
“Kita harus akui realita pahit adanya ego sektoral. Sudah saatnya kita mengedepankan kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau sektoral. Hilirisasi harus benar-benar matang dengan dukungan insentif pemerintah, termasuk pajak bagi industri petrokimia yang bertransformasi ke industri hijau,” imbuhnya.
Baca juga:
Firnando: Himbara Harus Jadi Motor Ekonomi Rakyat
Menutup pernyataannya, Novita menyatakan bahwa Komisi VII DPR RI tengah menyiapkan langkah konkret berupa regulasi yang berpihak pada kepentingan rakyat.
“Target kita melahirkan undang-undang yang benar-benar bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak. Memang prosesnya panjang, tapi kita harus berfokus pada solusi nyata meningkatkan daya saing industri nasional,” pungkasnya.
Baca juga:
Demer: HIMBARA Harus Siap Kelola Aset Rp800 Triliun
“Anggota DPR RI Novita Hardini menyoroti pentingnya penguatan industri petrokimia sebagai fondasi daya saing nasional. Dalam kunjungan ke PT Chandra Asri, ia mengkritik ego sektoral antar kementerian yang menghambat kemajuan industri.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #IndustriPetrokimia #DayaSaingNasional #LegislasiProRakyat #ReformasiIndustri #HilirisasiSekarang