GalaPos ID, Jakarta.
Perdebatan soal subsidi energi tak hanya berkutat pada jumlahnya yang fantastis, tetapi juga arah pemanfaatannya.
Anggota Komisi XII DPR RI, Dewi Yustisiana, menegaskan bahwa subsidi energi tidak boleh lagi sekadar jadi alat stabilisasi harga.
![]() |
HO-PT PLN Indonesia Power (PLN IP) |
“Ketika dunia berlomba mengurangi emisi, Indonesia masih berjibaku dengan subsidi energi konvensional. Namun di balik angka ratusan triliun itu, ada peluang besar mempercepat transformasi energi bersih—jika alokasi subsidi diarahkan lebih visioner.”
Baca juga:
- RAPBN 2026, Dewi Yustisiana: Subsidi Energi Harus Tepat Sasaran
- Ahmad Labib: Impor Gula Rafinasi Ancam Petani Tebu
- Rekor Produksi Migas 2025, Bisakah Bertahan?
Gala Poin:
1. Dewi usulkan sebagian subsidi diarahkan untuk EBT, seperti PLTS atap di daerah terpencil.
2. Reformasi subsidi perlu ditopang integrasi data kependudukan dan energi.
3. Target EBT 23% pada 2025 dan NZE 2060 jadi acuan utama kebijakan.
Menjelang pengesahan RAPBN 2026, Anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana mendorong agar subsidi energi tidak hanya berfungsi sebagai alat stabilisasi harga, tetapi juga sebagai instrumen transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.
“Subsidi listrik dapat diintegrasikan dengan pemasangan PLTS atap bagi daerah terpencil yang belum terjangkau listrik,” ujar Dewi, dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu, 13 Agustus 2025.
Baca juga:
Ada Oligarki Budaya di Balik Layar Merah Putih: One for All?
Menurut Dewi, sebagian anggaran subsidi bisa diarahkan untuk mendukung program energi baru terbarukan (EBT) dan infrastruktur energi bersih. Langkah ini mendukung target bauran EBT sebesar 23% pada 2025 dan komitmen net zero emission pada 2060.
Tak kalah penting, Dewi menyoroti pentingnya integrasi data untuk menjamin efektivitas kebijakan.
“Integrasi data kependudukan dan data pelanggan energi harus menjadi prioritas dalam reformasi subsidi. Tanpa basis data yang kuat, kebijakan yang dirancang berisiko tidak optimal dan berpotensi mengalami kebocoran anggaran,” tegasnya.
Dewi menambahkan, Komisi XII DPR RI akan terus mengawal proses pembahasan RAPBN 2026 untuk memastikan bahwa subsidi energi tidak hanya menjadi beban fiskal, melainkan investasi masa depan energi nasional.
Terlebih di tengah krisis iklim global dan komitmen Indonesia menuju emisi nol bersih pada 2060, subsidi seharusnya diubah menjadi instrumen percepatan transisi energi bersih.
“Jika dialokasikan dengan cerdas, subsidi ini bisa membuka akses energi terbarukan bagi masyarakat terpencil dan mendorong keadilan energi nasional,” ujarnya.
Baca juga:
Siswa MAN 4 Jakarta Rebut Medali Robotik Dunia
"Anggota DPR Dewi Yustisiana menyuarakan agar subsidi energi tidak hanya menyasar konsumsi, tetapi juga menjadi instrumen transisi energi baru terbarukan. Fokus diarahkan ke PLTS atap dan infrastruktur bersih di daerah terpencil."
#EnergiBersih #NetZeroIndonesia #SubsidiHijau #EBTuntukRakyat #PLTSAtap #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia