Amnesti Massal dan Hasto Kristiyanto, Restoratif atau Politis?

GalaPos ID, Jakarta.
Pemerintah dan DPR menyetujui pemberian amnesti kepada 1.116 orang terpidana, termasuk Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Proses seleksi yang disebut ketat tetap menimbulkan pertanyaan publik soal transparansi dan motif di balik keputusan ini.



"Amnesti biasanya untuk penyelesaian konflik bersenjata atau pelanggaran HAM. Ketika tokoh partai besar masuk dalam daftar amnesti, apakah keadilan masih seimbang?" 
Baca juga: 
Gala Poin: 
1. Amnesti diberikan kepada 1.116 terpidana, termasuk tokoh elite politik. 
2. Pemerintah menyebut proses seleksi ketat, namun transparansi publik masih minim. 
3. Publik mempertanyakan motif dan urgensi pemberian amnesti massal.

Keputusan ini diambil melalui rapat konsultasi pada 31 Juli 2025 dan diumumkan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

"Persetujuan atas surat presiden tentang pemberian amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti termasuk Hasto Kristiyanto," kata Dasco dalam konferensi pers.


Hasto sebelumnya dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan atas kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR RI.

Ia dinyatakan tidak bersalah dalam dakwaan perintangan penyidikan, namun status hukumnya tetap menjadi sorotan publik.

Amnesti Massal dan Hasto Kristiyanto, Restoratif atau Politis?

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa dari 44.000 kasus yang diusulkan, hanya 1.116 yang lolos verifikasi.

"Kami telah menyaring dengan cermat dan melakukan uji publik untuk memastikan bahwa hanya kasus-kasus yang benar-benar memenuhi kriteria yang akan menerima amnesti," ujarnya.


Meski demikian, publik mempertanyakan urgensi dan kriteria pemberian amnesti secara massal.

Apakah benar amnesti diberikan demi pertimbangan kemanusiaan, atau justru sarat motif politik?



Baca juga: 
Gde Sumarjaya: Koperasi Desa Lokomotif Ekonomi Baru

 

"Pemerintah mengabulkan amnesti kepada 1.116 orang, termasuk Hasto Kristiyanto. Proses seleksi yang disebut ketat tetap menimbulkan pertanyaan publik soal transparansi dan motif di balik keputusan ini. "

#AmnestiDanKeadilan #HukumTanpaPrivileg
#RestoratifAtauPolitis
#WargaKritisNegara
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia