KUHAP Direvisi, KontraS: Tak Lindungi Warga

GalaPos ID, Jakarta.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah dibahas di DPR RI.
Peneliti KontraS Hans G Yosua menilai, perubahan ini belum memberikan perlindungan hak asasi manusia yang memadai, terutama dalam hal penyadapan, penangkapan, dan penahanan oleh aparat penegak hukum. 

KontraS Soroti Revisi KUHAP: Hak Warga Terancam, Pengawasan Aparat Lemah

“Apakah hukum kita benar-benar melindungi hak warga negara? KontraS mempertanyakan revisi KUHAP yang dianggap masih menyisakan celah penyalahgunaan kekuasaan aparat.”

Baca juga:

Gala Poin:
1. KontraS menilai tidak ada mekanisme pengujian sah/tidaknya penyadapan, penangkapan, dan penahanan dalam revisi KUHAP.
2. KontraS mendorong pembentukan mekanisme hakim pemeriksa untuk menjaga prinsip HAM.
3. KontraS menolak penulisan ulang sejarah yang menyudutkan korban pelanggaran HAM, khususnya Tragedi Mei 1998.


"(KontraS ingin) Wewenang penyadapan, penangkapan, penahanan tidak dilakukan dengan sewenang-wenang. Nah ini yang mau kita dorong ada di KUHAP," kata Hans, di Jakarta, Kamis, 17 Juli 2025.

Menurut Hans, KontraS tak menolak adanya kewenangan aparat untuk melakukan penyadapan dan penahanan. Namun, harus tersedia mekanisme pengujian hukum atas penggunaan kekuasaan tersebut.

"Jadi oke diberikan wewenang penegak hukumnya, tapi hak warga negara juga dijamin, termasuk hak-hak kelompok minoritas, kelompok disabilitas misalnya," ujarnya.

Baca juga:
Biar Tak Jadi Beban APBD, BUMD Tak Produktif Akan Ditutup
Ia menambahkan, ketiga kewenangan tersebut termasuk dalam kategori upaya paksa yang berdampak besar terhadap hak warga negara.

Karena itu, perlu pengujian yang memastikan tindakan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

"Jaminan itu diatur secara normatif, tanpa ada mekanisme menguji, misalnya upaya paksa yang dilakukan itu sudah sesuai prinsip HAM atau tidak. Nah itu yang tidak ada di KUHAP hari ini," lanjutnya.

Sejarah Ditulis Ulang, Korban HAM Diabaikan?

Hingga saat ini, baik dalam KUHAP lama maupun dalam versi revisi yang sedang disusun, tidak ditemukan pasal yang memberikan ruang bagi hakim untuk menguji sah tidaknya proses penyadapan, penangkapan, dan penahanan.

KontraS mendorong dibentuknya mekanisme seperti hakim pemeriksa pendahuluan atau hakim komisaris.

"Sepertinya tidak ada perbedaan antara KUHAP yang lama dengan KUHAP yang baru," kata Hans.

Baca juga:
Anak Jatuh ke Sumur, Ayah Menolong Ikut Tewas di Banyumas
Sorotan Lain: Penulisan Sejarah Jangan Abaikan Korban
KontraS juga menyoroti rencana penulisan ulang sejarah Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan. Mereka berharap sejarah ditulis secara jujur, tidak menyudutkan korban pelanggaran HAM, terutama pada era Orde Baru.

"Seharusnya sejarah tentang pelanggaran HAM dituliskan apa adanya, tidak boleh mendiskreditkan korban atau dituliskan dengan tone yang positif yang pada akhirnya mengaburkan fakta sejarah berkaitan dengan peristiwa yang terjadi," tegas Hans.

KontraS Kritik Revisi KUHAP dan Penulisan Sejarah

Ia menyayangkan jika peristiwa pelanggaran HAM seperti yang terjadi di masa transisi Orde Baru ke Reformasi ditulis dengan narasi yang terkesan menyalahkan korban.

"Sejarah Indonesia saat Orde Baru sampai Reformasi, banyak peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi, sangat disayangkan jika peristiwa itu dituliskan dengan tone yang mungkin mendiskreditkan korban atau terkesan menyalahkan korban," ujarnya lagi.

Baca juga:
Zakat dan Wakaf Ubah Wajah Pembangunan

Hans juga merespons pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangsikan adanya pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam Tragedi Mei 1998.

Ia menilai pernyataan itu keliru dan mengabaikan hasil penyelidikan Komnas HAM.

"Sangat tidak tepat ya mau disangkal peristiwa yang terjadi di '98," tandas Hans.

 

Baca juga:
Pemerintah Dorong Literasi Digital Aman Lewat HAN 2025

“KontraS mengkritik revisi KUHAP yang dinilai tak memberi mekanisme pengawasan atas penyadapan, penangkapan, dan penahanan. Mereka juga menyoroti penulisan ulang sejarah yang berpotensi menyudutkan korban pelanggaran HAM masa lalu.”

#RevisiKUHAP #HakAsasiManusia #ReformasiHukum #SejarahTanpaManipulasi #TransparansiHukum #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia