GalaPos ID, Gorontalo.
Polresta Gorontalo Kota resmi menahan MA (26), tersangka kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) terhadap remaja perempuan berinisial SR.
Penetapan tersangka dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan saksi, asesmen ahli, dan pemenuhan alat bukti.
"Kasus sudah berjalan, pelaku ditahan—tetapi apa kabar kondisi korban? Di balik proses hukum, korban kekerasan seksual sering menanggung beban psikologis jauh lebih berat daripada vonis pelaku."
Baca juga:
- Hujan Abu Terus Terjadi, Kesehatan Pengungsi Kian Memburuk
- UMKM Aceh Dibidik Masuk Pasar Global, Ini Strategi ISMI
- Abu Vulkanik Selimuti Jalan, Petugas Tutup Jalur Selatan Semeru
Gala Poin:
1. MA ditahan setelah bukti dan asesmen ahli menguatkan dugaan TPKS terhadap korban berusia 14 tahun.
2. Pelaku memanfaatkan hubungan dekat dengan keluarga korban.
3. Korban mengalami dampak psikologis, sosial, dan fisik yang membutuhkan perhatian serius.
Kepala Unit PPA Polresta Gorontalo Kota, IPDA Arista Gani, menjelaskan kasus ini bermula ketika kakak korban melapor pada Januari 2025. Saat laporan dibuat, MA masih tercatat sebagai mahasiswa aktif di salah satu universitas ternama di Gorontalo.
IPDA Arista menegaskan bahwa pelaku bukan orang asing bagi keluarga korban. Setelah hubungan asmaranya dengan kakak SR berakhir, MA tetap kerap datang ke rumah keluarga korban untuk membantu usaha laundry mereka.
“Berdasarkan alat bukti yang dinilai cukup, termasuk keterangan saksi dan asesmen ahli, penyidik resmi menahan MA pada 19 November 2025,” jelas Arista.
Penahanan dilakukan selama 20 hari, hingga 8 Desember 2025. Aparat memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan, termasuk pemenuhan hak-hak korban.
Baca juga:
Komunitas Brenx Gerakkan Anak Muda Depok Jauhi Narkoba
Sementara itu, AKP Akmal Novian Reza menambahkan:
“Saat kejadian, korban masih berusia 14 tahun.”
Kasus yang berlangsung dua kali—Desember 2022 dan Januari 2023—di rumah korban ini memperlihatkan celah pengawasan anak yang serius.
Di luar proses hukum, kondisi korban menunjukkan dampak psikologis yang tidak ringan. Trauma emosional, ketakutan berulang, hingga kecenderungan menarik diri menjadi gejala yang umum dialami korban TPKS.
Korban juga berisiko mengalami tekanan darah tinggi, depresi, dan isolasi sosial, sebagaimana diakui oleh para pendamping. Namun perhatian terhadap pemulihan korban kerap tenggelam dalam fokus media pada proses hukum semata.
Polisi kembali mengingatkan masyarakat agar tidak ragu melapor ketika menemukan indikasi kekerasan seksual.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tetap meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan terhadap anak maupun keluarga. Jika mengetahui atau mengalami hal-hal yang mengarah pada TPKS, segera informasikan kepada aparat kepolisian terdekat agar dapat ditindaklanjuti,” tegas Akmal.
Kasus ini menegaskan bahwa perlindungan anak tidak cukup mengandalkan penegakan hukum. Trauma berkepanjangan pada korban menuntut dukungan psikososial yang lebih kuat.
Baca juga:
Komisi VII Minta Pemerataan Industri Petrokimia Nasional
"Polresta Gorontalo Kota menahan MA, mantan pacar kakak korban, atas dugaan TPKS terhadap remaja perempuan. Di balik proses hukum, korban mengalami trauma, stres, dan gangguan psikologis yang butuh perhatian serius."
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #StopKekerasanSeksual #LindungiPerempuan #KeadilanUntukAnak
.jpeg)
.jpeg)