Rp200 T untuk Himbara, Strategi Keuangan atau Celah Rente?

Gala Pos ID, Jakarta.
Di tengah polemik seputar penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank umum (Himbara), Ekonom NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan, buka suara dan menyebut langkah ini tidak melanggar konstitusi, bahkan sesuai dengan prinsip pengelolaan kas negara yang modern dan transparan.
Tapi publik berhak bertanya: siapa mengawasi likuiditas jumbo ini?

Rp200 Triliun Dana Pemerintah Sah Ditempatkan di Bank, Klaim Ekonom
Foto BPMI Setpres

“Rp200 triliun uang negara dipindahkan dari Bank Indonesia ke bank umum. Bukan untuk belanja, tapi untuk “penempatan”. Legal? Sah? Transparan? Seorang ekonom menilai iya. Tapi publik sebaiknya tidak begitu saja percaya pada logika teknokratik yang tak selalu bebas kepentingan.”

Baca juga:

Gala Poin:
1. Penempatan Rp200 triliun dana pemerintah di bank umum dinilai sah secara hukum oleh ekonom Herry Gunawan, karena bukan tergolong belanja negara.
2. Langkah ini dilakukan berdasar regulasi PMK, dan ditujukan untuk penguatan manajemen kas serta likuiditas sektor keuangan.
3. Namun, pengawasan publik tetap penting agar kebijakan ini tidak jadi ruang abu-abu yang menguntungkan segelintir pihak.


Pernyataan Herry secara langsung membantah kritik tajam dari ekonom senior INDEF, Prof. Didik J. Rachbini, yang menyebut langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menarik kas dari Bank Indonesia untuk disuntikkan ke Himbara adalah bentuk pelanggaran konstitusi dan menciptakan preseden berbahaya dalam manajemen keuangan negara.

“Menurut saya, penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di bank umum dianggap melanggar konstitusi itu tidak tepat. Tampaknya ada kekeliruan tentang mekanisme pengelolaan kas negara,” kata Herry, dalam keterangan yang diterima GalaPos ID, Selasa, 16 September 2025.

Tak Diatur UUD, Tapi Dijelaskan PMK
Herry menegaskan bahwa UUD 1945 maupun UU Bendahara Negara 2004 tidak mengatur spesifik tentang Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang kini menjadi sumber dana Rp200 triliun itu.

Baca juga:
Fexofenadine, Obat Antihistamin Redakan Gejala Alergi?


Pengaturan rinci, katanya, ada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 147 Tahun 2021 dan No. 44 Tahun 2024, yang memperbolehkan penempatan kas negara di bank selama memenuhi syarat.

“Syarat penempatan kas negara ada tiga: mudah dicairkan, minim risiko, dan tercatat. Dana Rp200 triliun itu sudah memenuhi syarat-syarat tersebut, bahkan aspek transparansinya juga sudah dipenuhi, karena publik perlu tahu,” ujar Herry.

Bukan Belanja, Tapi Relokasi Kas?
Herry juga menyanggah logika bahwa penempatan dana tersebut harus melalui pembahasan APBN karena dianggap sebagai pengeluaran atau belanja.

“Menganggap penempatan kas sama dengan belanja sama saja dengan menyamakan seseorang yang memindahkan tabungan dari Bank A ke Bank B demi bunga lebih tinggi, dengan seseorang yang menghabiskan uangnya untuk belanja barang. Secara akuntansi dan hukum, keduanya berbeda jauh,” jelasnya.

Rp200 Triliun Bukan Belanja, Tapi Dianggap Sah: Benarkah Tak Langgar Konstitusi?

Menurutnya, belanja adalah pengeluaran permanen, sedangkan penempatan kas adalah relokasi sementara dari satu lembaga ke lembaga lain.

Langkah Spontan atau Strategi Manajemen Kas?
Isu ini juga memunculkan kritik bahwa langkah Kementerian Keuangan bersifat spontan dan reaktif. Herry membantah keras.

“Saldo kas pemerintah per akhir Agustus 2025 sudah lebih dari Rp425 triliun. Jumlah ini di atas batas aman kas negara. Maka, penempatan dana justru bentuk manajemen kas yang prudent, bukan spontan,” tegasnya.

Herry menekankan, manfaat kebijakan ini tidak kecil—dari mulai peningkatan pendapatan negara melalui bunga (PNBP) hingga menambah likuiditas perbankan untuk mempercepat penyaluran kredit ke sektor prioritas.

Baca juga:
Resmi, BKN Setujui Pengangkatan Honorer Jadi PPPK

Catatan Kritis: Siapa yang Mengawasi Rp200 Triliun?
Meski argumentasi teknokratis Herry terstruktur dan logis, satu hal tetap patut dikritisi: transparansi operasional dan mekanisme pengawasan dana jumbo ini di level implementasi.

Jika dana sebesar Rp200 triliun mengalir ke bank-bank BUMN, pertanyaan publik seharusnya bukan hanya soal keabsahan, tapi:
siapa yang mengendalikan penyaluran kreditnya? Apakah benar menyasar sektor produktif, atau malah jadi likuiditas “parkir” elite tertentu?

 

Baca juga:
Tragedi Sindikat Rekening Dormant, 15 Tersangka Diamankan

“Polemik penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di bank umum menuai silang pendapat antar ekonom. Herry Gunawan dari NEXT Indonesia Center menyebut langkah Menkeu Purbaya sah dan tidak melanggar konstitusi. Tapi publik berhak bertanya: siapa mengawasi likuiditas jumbo ini?”

#KasNegara #APBN #Ekonomi #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال