GalaPos ID, Jakarta.
Dua dekade mungkin cukup untuk melupakan luka, tapi tidak untuk menghapus jejak skandal.
Di balik kilau keberhasilan Bank Central Asia (BCA) sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, suara lama kembali bergema—tentang akuisisi murah, kewajiban yang tak terselesaikan, dan keputusan negara yang kini dipertanyakan ulang.
“Dua dekade telah berlalu sejak Bank Central Asia dilepas ke tangan swasta. Tapi jejaknya belum benar-benar pudar. Kini, pakar hukum dan elite partai mendorong agar DPR membongkar kembali dugaan kongkalikong dalam skandal akuisisi BCA pasca krisis BLBI.”
Baca juga:
- Sabu 6 Kg di Bandara SSK II, Dua Penumpang Ditangkap
- Trauma Mendalam Korban Cinta Gelap Dunia Maya
- Pantai Suwuk dan Hilangnya Rasa Aman
Gala Poin:
1. Hardjuno mendukung DPR membuka kembali kasus akuisisi saham BCA oleh Djarum Group.
2. Diduga terdapat rekayasa dalam penjualan saham dengan valuasi yang terlalu murah.
3. PKB mendorong Presiden Prabowo segera mengambil alih saham BCA atas nama penyelamatan uang negara.
Dari gedung parlemen hingga ruang redaksi, wacana pembongkaran kasus lama mencuat lagi: apakah pelepasan saham BCA pasca krisis BLBI murni penyelamatan, atau justru bagian dari kongkalikong yang merugikan rakyat?
Pakar hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho mendukung penuh rencana Fraksi PKB di DPR RI untuk membuka kembali kasus dugaan patgulipat dalam proses akuisisi 51 persen saham Bank Central Asia (BCA) oleh Djarum Group.
“Saya kira masih sangat relevan untuk mengingatkan kembali publik terhadap kasus lama yang belum tuntas. Momentum ini penting. Jangan sampai bangsa ini dibebani skandal masa lalu yang tidak pernah selesai,” ujar Hardjuno, mantan staf ahli Pansus BLBI DPD RI, dikutip Senin, 18 Agustus 2025.
Baca juga:
Rekor Baru di Bursa, Efek Strategi atau Sentimen Sesaat?
Penjualan saham mayoritas BCA kepada pihak swasta terjadi pada 2002, dengan nilai hanya sekitar Rp5 triliun.
Padahal, menurut Hardjuno, aset BCA saat itu mencapai Rp117 triliun dan memegang obligasi rekap senilai Rp60 triliun.
“Dari kacamata hukum dan tata kelola, patut diduga ada persoalan serius,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa BCA diduga masih memiliki kewajiban terkait BLBI sebesar Rp26,596 triliun yang hingga kini belum jelas penyelesaiannya.
Selain itu, ia menyoroti beban bunga dari Obligasi Rekap (OR) yang dibayarkan negara sebesar Rp60,8 triliun hingga 2009.
“APBN kita tersedot untuk menutup kebijakan masa lalu, sementara kewajiban pihak swasta belum selesai,” jelasnya.
Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Teknologi DPP PKB, Ahmad Iman Syukri, menyatakan bahwa partainya mendukung Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas terkait saham BCA.
Baca juga:
IPO Raksasa Naik Daun, Investor Ritel Dapat Apa?
Menurutnya, pemerintah tak perlu dana tambahan untuk mengambil kembali saham tersebut karena berasal dari dana BLBI, yang notabene milik rakyat.
"Jika penegakan hukum atas dugaan skandal BLBI-BCA ini jalan di tempat, bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah saat ini," ujar Iman.
Ia menekankan pentingnya tindakan cepat, sembari mengingatkan pidato Presiden Prabowo dalam Sidang Tahunan MPR 16 Agustus lalu: “Negara tidak boleh kalah dengan konglomerat nakal.”
Baca juga:
IPO Raksasa Naik Daun, Investor Ritel Dapat Apa?
“Pakar hukum Hardjuno Wiwoho mendukung langkah DPR mengusut ulang penjualan saham BCA pada 2002 yang dinilai penuh kejanggalan. Dugaan rekayasa dan kerugian negara kembali menjadi sorotan publik.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #SkandalBLBI #SahamBCA #AuditTransparan