GalaPos ID, Jakarta.
Peringatan Hari Kemanusiaan Sedunia 2025 menjadi lebih dari sekadar perayaan. Di tengah konflik global dan krisis iklim, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menekankan pentingnya melindungi kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak, dalam penanggulangan bencana.
"Bagaimana jika di tengah reruntuhan dan kekacauan bencana, ruang aman bagi perempuan dan anak tak tersedia? Inilah kenyataan yang ingin diubah oleh Kemen PPPA dengan memperkuat layanan dan pendekatan berbasis gender.”
Baca juga:
- Truk Tanah Galian C Ilegal Simalungun Masih Hilir-Mudik
- Tragedi Sungai Cilumuh: Sabit Tertinggal, Nyawa Lansia Melayang
- Kunci Ekonomi Rakyat, Sarifah: Pembiayaan UMKM dan Pertanian
Gala Poin:
1. Perempuan dan anak menghadapi risiko lebih besar dalam situasi bencana.
2. Layanan SAPA 129 dan RPPA menjadi bentuk konkret perlindungan negara.
3. Pembangunan berkelanjutan hanya dapat dicapai jika kelompok rentan turut dilibatkan.
“Kemanusiaan adalah bahasa bersama umat manusia yang tidak mengenal batas negara, agama, maupun etnis... Hari Kemanusiaan Sedunia bukan sekadar seremoni, melainkan pengingat bahwa semua pihak harus hadir untuk kelompok rentan, terutama perempuan dan anak,” tegas Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu, dalam acara di Pos Bloc, Jakarta, Jumat, 22 Agustus 2025.
Data BNPB menunjukkan bahwa lebih dari 3.200 bencana terjadi sepanjang 2024, menyebabkan kerusakan infrastruktur dan dampak sosial mendalam.
Dalam kondisi darurat seperti ini, risiko kekerasan terhadap perempuan dan anak melonjak drastis.
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 mencatat 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan.
Baca juga:
Suku Bunga Turun, Misbakhun Desak BI Fokus UMKM
Titi Eko menyebut, negara merespons hal ini dengan memperkuat layanan SAPA 129—saluran pelaporan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang beroperasi 24 jam via telepon dan WhatsApp (08111-129-129).
Layanan ini menyediakan pendampingan hukum, dukungan psikososial, serta perlindungan langsung.
Salah satu praktik baik yang disoroti adalah pendirian Ruang Ramah Perempuan dan Anak (RPPA) saat gempa Sulawesi Tengah 2018.
Ruang ini menjadi tempat perlindungan, konseling, dan aktivitas anak-anak yang membantu mempercepat pemulihan komunitas.
“Perempuan bukan hanya korban, tetapi juga penopang ketangguhan komunitas. Jika perempuan dan anak masih tertinggal, maka pembangunan kita tidak akan sepenuhnya berhasil,” tutur Titi.
Ia mengajak semua pihak untuk memperkuat komitmen melalui layanan, pelibatan perempuan sebagai agen perubahan, dan penyediaan ruang aman berbasis gender.
Baca juga:
Festival Pacu Jalur: Dari Arus Sungai ke Arus Uang Rp75 Miliar
“Dalam peringatan Hari Kemanusiaan Sedunia 2025, pemerintah menegaskan bahwa perempuan dan anak harus menjadi pusat dari setiap upaya penanggulangan bencana. Dengan pendekatan berbasis empati dan perlindungan, negara ingin memastikan tak satu pun kelompok rentan tertinggal dalam krisis.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #PerempuanTangguh #SAPA129 #KemanusiaanUntukSemua