Indonesia–Australia: Dari Defisit ke Surplus?

GalaPos ID, Jakarta.
Lonjakan ekspor Indonesia ke Australia hingga dua kali lipat dalam lima tahun terakhir menjadi pencapaian yang layak dicatat.
Namun di balik perayaan angka US$ 13,47 miliar total perdagangan 2024, kenyataan pahit tak berubah: defisit masih bertahan.

Defisit Perdagangan RI–Australia, Masalah Struktural yang Terus Menghantui

“Nilai perdagangan Indonesia–Australia melonjak dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Tapi mengapa defisit masih bertahan? Apakah lonjakan ekspor cukup untuk membalikkan neraca?”

Baca juga:

Gala Poin:
1. Ekspor Indonesia ke Australia naik 100% sejak 2019, namun defisit perdagangan masih berlangsung.
2. IA-CEPA menjadi kerangka utama peningkatan nilai perdagangan bilateral.
3. Indonesia perlu memperkuat daya saing dan keberpihakan terhadap UMKM untuk membalik defisit.

 

Pertanyaannya, jika ekspor sudah melesat, mengapa neraca tetap merah?

Apakah kesepakatan IA-CEPA benar-benar menjadi jalan keluar, atau justru cermin ketimpangan yang belum terjawab?

Seperti diketahui, nilai ekspor Indonesia ke Australia tercatat naik 100% dalam kurun waktu setengah dekade, dengan total perdagangan mencapai US$ 13,47 miliar pada 2024.

Baca juga:
FSPPSN Merapat, Sarbumusi Fokus Buruh


Namun angka ini belum mengubah satu hal mendasar: neraca perdagangan Indonesia masih defisit, dengan impor dari Australia mencapai US$ 7,88 miliar, lebih tinggi dari ekspor sebesar US$ 5,59 miliar.

Saat kunjungan kerja ke Canberra dan Melbourne, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid menyatakan optimisme bahwa defisit tersebut bisa segera berbalik menjadi surplus jika seluruh pemangku kepentingan bergerak lebih inovatif dan kolaboratif.

“Nilai ekspor kita ke Australia naik dua kali lipat dalam lima tahun terakhir,” ujar Halid dalam keterangan persnya yang diterima redaksi Selasa, 12 Agustus 2025.

Ekspor ke Australia Naik 100%, Defisit Masih Membandel

Nurdin menyebut IA-CEPA (Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement) sebagai kunci utama percepatan pertumbuhan perdagangan.

Sejak disahkan lewat UU No. 1 Tahun 2020, total perdagangan kedua negara naik dari Rp 185 triliun (2019) menjadi Rp 382 triliun (2024).

Namun di balik angka yang menggembirakan itu, masih tersimpan berbagai tanda tanya kritis.

Baca juga:
Diserang Hoaks, Heni Sagara Ambil Langkah Hukum


Mengapa lonjakan ekspor belum juga mengimbangi nilai impor? Apakah IA-CEPA lebih menguntungkan Australia dibanding Indonesia? Dan bagaimana posisi UMKM dalam dinamika perdagangan dua negara?

Fakta bahwa Australia sudah lebih dulu memanfaatkan IA-CEPA secara maksimal menimbulkan kekhawatiran soal asimetrisnya manfaat.

Jika Indonesia tidak mampu mengakselerasi industrialisasi dan efisiensi logistik, maka surplus yang diharapkan bisa tetap jadi ilusi statistik.

 

Baca juga:
Sekolah Rakyat Dibangun, SDN Roboh Terlupakan?

“Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid menyatakan optimisme bahwa defisit perdagangan Indonesia–Australia bisa segera berbalik surplus. Namun, apakah angka-angka tersebut menjawab tantangan struktural yang selama ini dihadapi?”

#IA_CEPA #EksporIndonesia #DefisitPerdagangan #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia

Lebih baru Lebih lama

Nasional

نموذج الاتصال