GalaPos ID, Jakarta.
Di negara yang mengklaim demokratis, jurnalis masih dipukul hanya karena bekerja.
Insiden pemukulan terhadap Bayu Pratama Syahputra—jurnalis foto kantor berita ANTARA—di tengah demonstrasi di depan Gedung DPR pada 25 Agustus 2025 kembali menampar logika publik: benarkah kebebasan pers dilindungi, atau hanya dijadikan jargon kosong?
![]() |
Massa aksi "Revolusi Rakyat Indonesia" mulai memadati jalan Gerbang Pemuda Senayan, Senin, 25 Agustus 2025. |
“Ketika demokrasi dibela di jalan, justru jurnalis—penyampai fakta—yang jadi korban kekerasan. Apa artinya helm bertuliskan “PERS” jika aparat tak peduli?”
Baca juga:
- Generasi Aceh Kehilangan Arah 20 Tahun Setelah Perdamaian
- Sasirangan: Bukan Hanya Tradisi, Kini Jadi Tren Internasional
- Beras Murah di Batang Kuis, Operasi Pasar TNI dan Bulog
Gala Poin:
1. Jurnalis ANTARA, Bayu Pratama, menjadi korban pemukulan oknum aparat saat meliput demonstrasi.
2. Kekerasan terjadi meskipun Bayu mengenakan atribut pers lengkap.
3. Insiden ini mencerminkan lemahnya perlindungan jurnalis dalam situasi konflik.
Padahal Bayu sudah mengenakan atribut pers lengkap, termasuk helm bertuliskan “ANTARA”.
Namun, yang ia terima bukan perlindungan, melainkan pukulan dari aparat yang seharusnya menjaga, bukan menyerang.
Ketika menyampaikan fakta justru dibalas kekerasan, siapa sebenarnya yang takut pada kebenaran?
Baca juga:
Misteri Arca Warisan Abad ke-8 dari Lubang Saluran Air Mlati
Peristiwa kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi. Bayu Pratama Syahputra, jurnalis foto dari kantor berita ANTARA, menjadi korban pemukulan oleh oknum polisi saat sedang menjalankan tugas peliputan demonstrasi di depan Gedung DPR, Senin, 25 Agustus 2025.
Bayu yang datang ke lokasi sekitar pukul 13.00 WIB mengaku sudah melihat suasana mulai memanas.
Ia mengambil posisi di balik barisan polisi dengan asumsi itu adalah posisi paling aman untuk bekerja.
“Saya ke barisan polisi supaya lebih aman, ya sudah saya mau 'motret-motret' ternyata pas itu ada oknum 'mukulin' masyarakat, saya juga langsung dipukul tiba-tiba,” kata Bayu, dikutip dari Antara.
Ia menduga tindakan kekerasan itu dipicu karena dirinya memotret seorang oknum yang sedang melakukan kekerasan terhadap massa. Bayu menerima pukulan di kepala dan tangan.
“Peristiwa pemukulannya persis di bawah JPO di depan gedung DPR,” jelasnya.
Bayu pun melindungi kepalanya dengan kamera, namun beberapa perlengkapannya rusak, dan ia mengalami luka memar.
Baca juga:
Permintaan Amnesti Noel, Harapan atau Strategi?
Padahal, ia mengenakan perlengkapan pers lengkap, termasuk helm bertuliskan “ANTARA”.
“Saya sudah bilang kalau saya media, saya bawa dua kamera, masak tidak melihat? Terus saya pakai helm pers tulisannya besar 'ANTARA',” tegasnya.
Ia pun akhirnya memilih meninggalkan lokasi untuk mencari tempat aman. Kejadian ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis, yang seharusnya dilindungi saat menjalankan tugas.
Baca juga:
Kendaraan Mewah hingga Penjara, Skandal Kejatuhan Noel
“Seorang jurnalis foto ANTARA, Bayu Pratama Syahputra, mengalami kekerasan fisik dari oknum polisi saat meliput demonstrasi di depan Gedung DPR. Padahal, atribut pers sudah melekat jelas di tubuhnya.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #LindungiJurnalis #StopKekerasanPers #JurnalismeTakBolehBisu