212 Merek Beras Oplosan Terbongkar, DPR Usung QR Code Mutu

GalaPos ID, Jakarta.
Skandal pengoplosan beras premium dan medium yang melibatkan ratusan merek resmi menggegerkan publik dan menimbulkan keprihatinan mendalam.
Anggota Komisi VI DPR RI, Sarifah Suraidah Harum, menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum perdagangan biasa, melainkan juga mencerminkan krisis kepercayaan yang serius terhadap sistem distribusi pangan nasional.

Golkar Tekankan Sanksi Tegas Produsen Beras Nakal, Usung QR Code Mutu

“Ketika harga beras melonjak, publik berharap kualitas sepadan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: ratusan merek beras terbukti oplosan. Bagi Sarifah Suraidah Harum, ini bukan hanya penipuan—ini alarm keras bagi sistem pangan nasional.”

Baca juga:

Gala Poin:
1. 212 merek beras terbukti bermasalah, sebagian besar dijual di atas HET dan tidak sesuai standar mutu.
2. Anggota DPR Sarifah Suraidah mendorong reformasi sistem distribusi pangan demi perlindungan konsumen.
3. Empat langkah strategis diajukan DPR, termasuk sanksi produsen nakal dan digitalisasi pengawasan mutu.


Sarifah Suraidah Harum, menegaskan kasus ini bukan hanya pelanggaran perdagangan, tetapi juga krisis kepercayaan terhadap sistem distribusi pangan nasional. 

“Mengemas beras kualitas rendah sebagai produk premium adalah penipuan yang harus dihentikan,” tegas Sarifah yang akrab disapa Bunda Harum, dalam keterangan yang diterima GalaPos ID, Jumat, 1 Agustus 2025.

Temuan ini berasal dari hasil investigasi Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Polri.

Baca juga:
Abolisi Tom Lembong Disetujui, Proses Hukum Dihentikan! Publik?


Dari 212 merek yang ditelusuri (136 beras premium dan 76 beras medium), mayoritas terbukti tak sesuai standar mutu.

Angka yang Mengkhawatirkan:
- 85,56% beras premium dan 88,24% beras medium tidak memenuhi standar mutu.
- 95,12% dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
- 21,66% beras memiliki berat kemasan tak sesuai label.

212 Merek Beras Oplosan Terbongkar, DPR Desak Reformasi Distribusi Pangan

Bunda Harum menyebut praktik curang ini telah merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun, terdiri dari:
- Rp34,21 triliun untuk beras premium.
- Rp65,14 triliun untuk beras medium.

Sebanyak 26 merek dari 10 produsen besar, termasuk PT FS dan PT Wilmar Padi Indonesia, kini telah masuk tahap penyidikan.

“Ini menyangkut hak konsumen yang dijamin undang-undang. Pemerintah harus turun tangan serius,” katanya.

Baca juga:
Abolisi dan Amnesti: Dua Jalan Pengampunan, Satu Kontroversi Baru

Melalui Komisi VI DPR, Sarifah mengusulkan empat langkah strategis sebagai respons atas skandal ini:
- Evaluasi izin usaha produsen beras yang melanggar.
- Pemberian sanksi tegas, baik administratif maupun pidana.
- Digitalisasi pengawasan mutu beras melalui penggunaan QR Code di kemasan.
- Pelibatan BPKN dalam perumusan kebijakan pengawasan distribusi pangan.

Baca juga:
Jusuf Kalla: Suryadharma Ali Sosok Baik dan Berdedikasi

“Distribusi pangan harus direformasi agar rakyat mendapat produk berkualitas dengan harga wajar. Jangan sampai mereka dirugikan dua kali: dari segi kualitas dan harga,” tegasnya.

Sarifah juga menekankan pentingnya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijadikan pijakan utama dalam penindakan kasus ini.

 

Baca juga:
Wisata Purbalingga Meledak! Ini 7 Tempat Favorit 2025

“Temuan 212 merek beras oplosan membuka luka lama dalam sistem distribusi pangan Indonesia. Anggota DPR Sarifah Suraidah Harum menyerukan reformasi menyeluruh demi perlindungan konsumen dan keadilan harga.”

#DistribusiPangan #PerlindunganKonsumen #BerasOplosan #ReformasiPangan #KeamananPangan #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia