Film Bid’ah Picu Kontroversi: Ulama Protes, Seniman Apresiasi

GalaPos ID, Aceh.
Film Bid’ah yang tayang di bioskop Malaysia memicu polemik besar. Tgk Umar Rafsanjani, Pembina Laskar Aswaja Aceh, mengecam keras film tersebut karena dianggap menyudutkan ulama dan mengandung narasi yang menyesatkan umat Islam.

Film Bid’ah Picu Kontroversi: Ulama Protes, Seniman Apresiasi
Foto atas: Rasyidin Wig Maroe, bawah:Tgk Umar Rafsanjani

 

“Film Bid’ah yang tayang di Malaysia menuai polemik. Ulama asal Aceh menilai film ini menyesatkan dan menyerang ulama, sementara seniman teater justru memuji kedalaman riset artistik di baliknya. Dua pandangan tajam, satu perdebatan sengit.”

Baca juga:

Gala Poin:
1. Tgk Umar Rafsanjani mengecam film Bid’ah karena dianggap menyudutkan ulama dan menyebarkan pemahaman keliru tentang Islam.
2. Film disebut sejalan dengan narasi Wahhabi dan memicu framing negatif terhadap ulama sufi.
3. Seniman Rasyidin Wig Maroe memuji film ini sebagai karya seni yang dibangun atas riset sosial dan estetika yang mendalam.


“Film ini menggambarkan ajaran Islam secara keliru. Alih-alih mendidik, film ini justru menyesatkan pemahaman tentang Islam dan dapat merusak citra ulama. Jangan sampai tontonan semacam ini menjadi alat bagi pihak tertentu untuk menyerang Islam,” tegas Tgk Umar, Kamis, 20 Maret 2025, lalu.

Menurutnya, istilah bid’ah dalam Islam memiliki makna yang sangat spesifik, terutama dalam konteks akidah.

Baca juga:
Kurir Narkoba Jaringan Malaysia Ditangkap di Asahan

Ia menilai film ini membelokkan makna tersebut dan menjadikan narasi bid’ah sebagai alat propaganda yang bisa mengarah pada kebencian terhadap ulama sufi.

“Bid’ah adalah lawan dari syari’ah. Jika seseorang melakukan bid’ah dalam akidah, itu berarti menolak syari’ah. Menentang syari’ah adalah kesesatan, bahkan bisa berujung pada kekufuran,” jelas Tgk Umar.

Tgk Umar juga mempertanyakan peran lembaga sensor dalam menyetujui tayangnya film tersebut.

Film Bid’ah Tuai Kecaman dan Apresiasi: Ulama Kritik Tajam, Seniman Angkat Riset Mendalam

Ia meminta evaluasi menyeluruh dan mendesak penayangan film segera dihentikan atau direvisi.

“Sutradara film ini seharusnya meminta nasihat kepada ulama atau mufti sebelum memproduksi film semacam ini. Apa kerja mereka sampai film ini bisa tayang tanpa kajian mendalam?” ujarnya.

Dalam video yang diunggah ke akun Instagram pribadinya, Tgk Umar menyebut film ini sejalan dengan narasi kelompok Wahhabi.

Baca juga:
Mantan Mantri Bank Korupsi Dana KUR Rp1,7 M

“Yang suka membida’ahkan itu orang-orang Wahhabi. Dengan hadirnya film ini, ini disambut baik oleh semua Wahhabi. Ini hujan emas bagi mereka,” kata Tgk Umar.

Lebih lanjut, ia menilai film ini secara tidak langsung memframing kebencian terhadap ulama, khususnya yang berpakaian khas sufi.

“Langsung terframing bahwa itu orang jahat, memperalat agama. Ini penggiringan yang dibuat untuk menyudutkan ulama selain dari kelompok mereka,” tambahnya.

Seniman Teater Rasyidin Wig Maroe: “Karya Ini Penuh Riset dan Tanggung Jawab Estetik”
IG: rasyidin_maroe

Seniman Teater Rasyidin Wig Maroe: “Karya Ini Penuh Riset dan Tanggung Jawab Estetik”
Di sisi lain, seniman teater nasional asal Aceh, Rasyidin Wig Maroe, memberikan pandangan berbeda.

Dalam tulisannya yang berjudul “Hebatnya Erma Fatimah Produser dan Penulis Naskah Memproduksi Film Bid’ah”, Rasyidin menyampaikan apresiasi terhadap film tersebut sebagai karya riset seni pertunjukan.

Baca juga:
Polres Batu Bara Ringkus Bandar Narkoba, Amankan 50 Butir Ekstasi

Ia menyebut film ini hasil dari penelitian sosial dan semiotika yang kompleks, serta memiliki dasar metodologi kualitatif dan kuantitatif yang kuat.

“Produser dan sutradara memiliki pengetahuan handal dalam menerjemahkan naskah dari tangkapan sosial mereka. Mereka mampu menganalisa sumber semiotika—simbol, tanda, dan penanda,” tulis Rasyidin, Kamis, 17 April 2025.

Baca juga:
Darurat Judol, Wamen Komdigi: Iklan Loker ke Kamboja Diawasi Ketat
Menurutnya, film ini tidak bisa hanya dibaca secara literal, melainkan melalui pendekatan riset artistik dan dramatik.

“Peneliti cerdas tidak akan gegabah mengungkap kesimpulan riset secara prematur. Dalam film Bid’ah terlihat jelas hasil riset untuk kebutuhan setting peristiwa,” tulisnya.

Baca juga:
Bawa Sabu, Pria di Sumber Makmur Diamankan Warga

Rasyidin juga menyatakan bahwa penggunaan metode fiktif dalam pertunjukan bertujuan untuk melindungi kreator dari tuntutan hukum atas kejadian nyata yang diadaptasi ke dalam cerita.

“Kemampuan memahami metodologi penelitian bertujuan untuk mengumpulkan dan memvalidasi data agar dapat dipertanggungjawabkan secara estetik dan semiotik kepada publik,” tutup Rasyidin.

 

Baca juga:
Pelaku Penusukan Mobil Ditangkap Polisi, Motifnya Karena Ini

“Apakah sebuah film berjudul Bid’ah sekadar hiburan atau alat framing? Di satu sisi dianggap propaganda anti-ulama, di sisi lain dipuji sebagai karya riset seni yang mendalam. Siapa yang harus didengar?”

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #FilmBidah #KontroversiFilmReligi #UlamaVsSeniman