Isu Kampung Miliarder Tuban Bangkrut, Ini Kata Kadesnya

GalaPos ID, Jatim
Kampung Miliarder yang terletak di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jemu, Kabupaten Tuban, kembali viral di media sosial. Kali ini, kampung yang dikenal karena warga-warganya menerima ganti rugi besar setelah tanah mereka dibeli oleh Pertamina untuk pembangunan kilang minyak, diisukan mengalami kebangkrutan. Kabar ini langsung mencuat dan menyebar luas, menimbulkan berbagai spekulasi negatif mengenai kondisi ekonomi warga setempat.
 
Kampung Miliarder Sumurgeneng Dibantah Bangkrut, Kepala Desa Tegaskan Warga Semakin Sejahtera

"Kampung Miliarder di Desa Sumurgeneng, Tuban, kembali menjadi sorotan publik setelah isu kebangkrutan mencuat di media sosial. Namun, Kepala Desa setempat dengan tegas membantah kabar tersebut dan menegaskan bahwa warganya justru semakin sejahtera setelah menerima ganti rugi dari Pertamina."

 
Namun, Kepala Desa Sumurgeneng, Gihanto, membantah isu tersebut dengan tegas. Ia memastikan bahwa warganya tidak dalam keadaan terpuruk, justru mereka semakin berkembang dengan aset yang semakin melimpah.
 
“Kami tidak dalam keadaan terpuruk atau bangkrut, informasi ini kurang tepat. Warga di sini malah semakin berkembang. Uang hasil pembebasan lahan mereka gunakan kembali untuk membeli tanah dengan lahan yang lebih luas, didepositokan di Bank, dan digunakan untuk Reksadana,” ujar Gihanto, Kamis, 16 Januari 2025.
 
Baca juga:

Lebih lanjut, Gihanto menjelaskan bahwa sebagian warga bahkan sudah menjalankan ibadah umroh dan haji, serta membangun rumah mewah dan membeli mobil.
 
“Warga desa setempat menerima ganti rugi yang bervariasi, mulai dari dua miliar rupiah hingga dua puluh enam miliar rupiah. Mereka mayoritas petani sebelum pembebasan lahan, dan sekarang sudah memiliki aset yang lebih luas,” tambah Gihanto.

Pada tahun 2021, PT Pertamina melakukan pembebasan lahan seluas 225 hektare yang melibatkan sekitar 270 orang warga Desa Sumurgeneng.
 
 
Pembebasan ini dilakukan untuk keperluan pembangunan kilang minyak Pertamina-Rosneft. Gihanto menjelaskan bahwa rata-rata warga menerima ganti rugi yang cukup besar, antara dua miliar hingga dua puluh enam miliar rupiah per orang.

“Sejak pembebasan, meskipun mereka dulu adalah petani, kini banyak dari mereka yang masih bertani, tapi lahan mereka sudah lebih luas. Mereka juga berinvestasi di berbagai sektor dan menggunakan hasil ganti rugi dengan bijak,” kata Gihanto.

Namun, isu kebangkrutan ini membawa dampak negatif pada warga kampung.
 
 
Mereka kini merasa lebih tertutup terhadap orang luar, terutama karena semakin banyak orang dari luar daerah yang datang ke kampung tersebut dengan berbagai maksud, mulai dari meminta sumbangan hingga menawarkan berbagai jasa dan produk.

“Setelah viral, warga desa jadi lebih hati-hati dengan orang luar. Banyak yang datang menawarkan produk atau meminta sumbangan. Apalagi, framing tentang kebangkrutan ini semakin memperburuk keadaan,” tambah Gihanto.
 
Baca juga:
Dimakzulkan, Yoon Suk Yeol Ditangkap atas Tuduhan Pemberontakan

Warga kampung yang sebelumnya dikenal terbuka, kini semakin enggan berbagi informasi tentang kehidupan mereka. Isu kebangkrutan ini, meski tidak benar, telah menimbulkan keresahan di antara warga yang sudah terbiasa hidup tenang.