GalaPos ID, Jakarta.
Kasus kekerasan dan penelantaran terhadap AMK (9) yang terungkap di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, menjadi alarm bagi perlindungan anak di tanah air.
Penguatan sistem perlindungan anak yang terintegrasi sangat diperlukan demi mencegah kasus serupa.
![]() |
Foto: Menteri PPPA Arifah Fauzi kembali menjenguk M, anak korban penelantaran yang kini masih dalam masa pemulihan di RS Polri, Jakarta (21/8/2025). |
“Kasus AMK yang mengalami kekerasan fisik, psikis, dan penelantaran di Pasar Kebayoran Lama bukan hanya tragedi keluarga, melainkan cermin kegagalan sistem perlindungan anak di Indonesia.”
Baca juga:
- Garuda Muda Bidik Kemenangan di Four Nations Cup 2025
- Larangan Indomie Taiwan: Fakta, Standar & Tanggung Jawab
- 70% Masalah Pertanian Selesai? Ketua DPD Puji Kinerja Mentan Amran
Gala Poin:
1. Kasus AMK menunjukkan kegagalan sistem perlindungan anak yang perlu dievaluasi dan diperkuat.
2. Penelantaran dan kekerasan oleh orang tua merupakan pelanggaran hak asasi anak yang serius.
3. Proses hukum harus berjalan adil, disertai pemulihan menyeluruh bagi korban.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Golkar, Atalia Praratya, menyatakan keprihatinan mendalam atas kondisi malnutrisi dan luka fisik serta psikis yang dialami korban.
“Hati saya teriris mendengar kabar tentang ananda AMK yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan: mengalami malnutrisi serta bekas luka akibat kekerasan fisik dan psikis. Peristiwa ini bukan sekadar tindak kriminal biasa, tetapi cerminan dari kegagalan sistem perlindungan anak di sekitar kita,” tegas Atalia dalam keterangan pers yang diterima redaksi GalaPos ID, Rabu, 17 September 2025.
Atalia menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi momentum refleksi bersama, baik keluarga, pemerintah, maupun masyarakat.
Ia menyoroti tanggung jawab moral dan hukum orang tua SNK dan EF alias YA, yang diduga melakukan penganiayaan dan penelantaran, sebagai pelanggaran hak asasi anak yang tidak bisa ditoleransi.
Baca juga:
Fexofenadine, Obat Antihistamin Redakan Gejala Alergi?
Atalia mengapresiasi langkah cepat Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (Dirtipid PPA) Bareskrim Polri dalam mengungkap kasus ini, sekaligus mendesak proses hukum yang adil dan transparan.
“Kasus AMK bukan sekadar persoalan domestik, tapi cermin persoalan sosial luas,” ujarnya.
Legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Barat I itu juga menegaskan pentingnya pemulihan menyeluruh bagi korban, termasuk pendampingan psikologis, rehabilitasi medis, dan pemulihan gizi secara intensif.
“Negara harus menjamin masa depan yang lebih baik bagi AMK, pasca proses hukum berlangsung,” tambah Atalia.
![]() |
Foto: Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Golkar, Atalia Praratya. Istimewa |
Lebih jauh, Atalia mendorong penguatan sistem perlindungan anak mulai dari keluarga, lingkungan masyarakat, hingga kelembagaan seperti PUSPAGA dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK).
“Kewaspadaan dan kepedulian lingkungan harus terus ditingkatkan agar kekerasan anak dapat dicegah,” pungkasnya.
Baca juga:
Resmi, BKN Setujui Pengangkatan Honorer Jadi PPPK
“Kasus kekerasan dan penelantaran anak berinisial AMK (9 tahun) membuka kembali lembar kelam perlindungan anak di Indonesia. Anggota DPR Atalia Praratya menyerukan penguatan sistem perlindungan anak yang terintegrasi demi mencegah kasus serupa.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #PerlindunganAnak #StopKekerasanAnak #KasusAMK