Kredit Fiktif BPR Jepara Artha: Miliaran Mengalir, Masyarakat Kecil Diperalat

GalaPos ID, Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membongkar praktik korupsi yang menampar nalar publik. Kali ini, dugaan tindak pidana korupsi pencairan kredit fiktif di tubuh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) menjadi sorotan, dengan nilai penyelewengan yang mencengangkan: Rp263,6 miliar.

Kredit Fiktif BPR Jepara Artha: Miliaran Mengalir, Masyarakat Kecil Diperalat

"Ketika buruh dan pengangguran "memiliki" kredit miliaran rupiah, dan para pejabat bank justru pulang umrah—korupsi bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tapi penghinaan terhadap logika publik."

Baca juga:

Gala Poin:
1. Skandal kredit fiktif BPR Jepara Artha menggunakan identitas masyarakat kecil untuk mencairkan dana Rp263,6 miliar.
2. Sejumlah pejabat BPR dan pihak swasta menikmati aliran dana hasil korupsi, termasuk umrah dan mobil mewah.
3. KPK menaksir kerugian negara sedikitnya Rp254 miliar dan menahan lima tersangka kunci.

 

Skema ini bukan sekadar manipulasi data. Ia adalah operasi sistematis yang melibatkan jajaran direksi, pegawai internal, hingga pihak swasta, dengan memanfaatkan nama masyarakat kecil—buruh, pengangguran, dan rakyat biasa— sebagai wajah palsu dari kredit miliaran rupiah.

"Antara April 2022 hingga Juli 2023, BPR Jepara Artha telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar. Dana ini dicairkan dengan menggunakan identitas masyarakat kecil, buruh, hingga pengangguran, yang seolah-olah layak mendapat kredit rata-rata Rp7 miliar per nama," ujar Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, dalam konferensi pers, Kamis malam, 18 September 2025.

Tak tanggung-tanggung, dokumen pendukung seperti izin usaha, rekening koran, hingga laporan keuangan dipalsukan. Bahkan nilai agunan tanah dimark-up hingga 10 kali lipat untuk melancarkan aksi.

Baca juga:
Drama 5 Gol, Latvia Taklukan Belanda di Jakarta

BPR Jepara Artha sebelumnya dikenal sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sehat, bahkan menyumbang dividen hingga Rp46 miliar kepada Pemerintah Kabupaten Jepara hingga 2024.

Namun, ambisi ekspansi kredit melalui skema sindikasi sejak 2021 justru membuka celah korupsi. Ketika kredit macet senilai Rp130 miliar muncul dari 26 debitur terafiliasi, Direktur Utama Jhendik Handoko (JH) menggandeng Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA), Direktur PT BMG, untuk menambal kerugian menggunakan kredit fiktif.

“Kasus ini menjadi alarm serius agar penyaluran kredit, termasuk dana stimulus ekonomi pemerintah, tidak disalahgunakan,” tegas Asep.

Uang Diputar, Kickback Mengalir
Dari Rp263,6 miliar, sekitar Rp95,2 miliar digunakan untuk menambal kredit macet, sementara Rp150,4 miliar masuk ke kantong MIA dan dibelanjakan untuk tanah, aset pribadi, serta disamarkan melalui transaksi fiktif.

KPK Bongkar Modus Kredit Fiktif BPR Jepara, 5 Tersangka Ditahan

Sementara itu, para pejabat bank menikmati uang tunai dan fasilitas umrah sebagai imbalan:
- JH: Rp2,6 miliar + umrah
- IN (Iwan Nursusetyo): Rp793 juta + umrah
- AN (Ahmad Nasir): Rp637 juta + umrah
- AS (Ariyanto Sulistiyono): Rp282 juta

KPK memperkirakan kerugian negara akibat skema ini mencapai Rp254 miliar. Untuk pemulihan aset, telah disita:
- 136 bidang tanah/bangunan senilai Rp60 miliar
- Uang tunai Rp12,8 miliar
- Mobil mewah: Toyota Fortuner, Honda CRV, Civic Turbo

Lima tersangka resmi ditahan di Rumah Tahanan KPK sejak 18 September 2025 untuk masa penahanan awal 20 hari ke depan.

Baca juga:
Kekerasan Anak di Kebayoran Lama, DPR: Penegakan Hukum Harus Tegas

Tersangka Utama:
- Jhendik Handoko (JH) – Direktur Utama BPR Jepara Artha
- Iwan Nursusetyo (IN) – Direktur Bisnis dan Operasional
- Ahmad Nasir (AN) – Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan
- Ariyanto Sulistiyono (AS) – Kepala Bagian Kredit
- Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA) – Direktur PT BMG

Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini menunjukkan betapa mudahnya sistem keuangan lokal dipelintir jika pengawasan lemah dan etika hilang. Skema rumit yang melibatkan manipulasi data, pencucian uang, dan pemberian fasilitas ilegal tidak mungkin terjadi tanpa koordinasi internal.

Yang menjadi korban bukan hanya uang negara—tetapi kepercayaan publik terhadap institusi daerah.

 

Baca juga:
Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B, Kapan Benar-benar Rampung?

"Skandal korupsi di tubuh BPR milik daerah menguak praktik manipulasi kredit fiktif senilai ratusan miliar. Masyarakat kecil diperalat, pejabat nyaman menikmati kickback dan umrah. Siapa sebetulnya yang mereka layani?"

#SkandalBPRJepara #KorupsiDaerah #KreditFiktif #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال