GalaPos ID, Jabar.
Nama-nama korban insiden robohnya Majelis Taklim Asobiyah di Desa Sukamakmur, Kecamatan Ciomas, Minggu, 7 September 2025, mulai terkuak. Mereka bukan sekadar angka.
Di antara mereka ada balita 2,5 tahun, ibu rumah tangga, remaja, hingga para lansia yang setia mengikuti pengajian mingguan. Tragedi ini menyisakan luka kolektif bagi masyarakat.
“Laporan medis dan nama-nama korban mulai terungkap. Dari balita hingga lansia, warga Ciomas harus membayar mahal karena satu bangunan yang gagal menopang beban. Di mana negara?”
Baca juga:
- Tragedi Ciomas, Bangunan Runtuh dan Jamaah Tertimbun
- Gerhana Bulan Total 2025 di Indonesia: Tanda Langit, Seruan Ibadah
- Pandawa, Jembatan Rasa Indonesia di Tengah Sydney
Gala Poin:
1. Nama-nama korban luka dan meninggal dari berbagai usia menunjukkan skala dampak tragedi.
2. Balita, remaja, dan lansia jadi korban bangunan yang tidak teruji kelayakannya.
3. Minimnya pengawasan struktural terhadap bangunan komunitas perlu jadi perhatian nasional.
“Sejauh ini, enam pasien sudah diperbolehkan pulang, tiga pasien direncanakan menjalani rawat inap, sementara sisanya masih dalam pemeriksaan dokter,” ungkap dr. Ilham Chaidir dari RSUD Kota Bogor.
Balita bernama Rania Yumna (2,5 tahun) adalah salah satu korban meninggal.
Ia dilaporkan mengalami cedera kepala parah. Korban lainnya, Nyai (48 tahun) dan Mariah (36 tahun), juga tak selamat meski telah mendapat penanganan.
Di RSUD, 36 korban telah diperiksa, termasuk remaja usia 13 tahun hingga lansia di atas 60 tahun.
Cedera yang dialami bervariasi, mulai dari patah tulang, cedera kepala, hingga trauma perut tumpul.
Baca juga:
17+8 Tuntutan Dijawab, Tapi Apakah DPR Benar Berubah?
Daftar nama korban luka juga menunjukkan bahwa para korban datang dari berbagai desa sekitar: Sukamakmur, Sukaharja, Sukaluyu, dan Pagelaran.
Ini bukan sekadar tragedi satu dusun, tapi insiden yang memukul satu komunitas besar.
Nama-nama seperti Siti Sopiah (51 tahun), Oom (55 tahun), Dedeh (60 tahun), hingga remaja Siti Aisyah (13 tahun), menambah panjang daftar korban dari berbagai kelompok usia.
Meski Pemerintah Kabupaten Bogor cepat menurunkan tim bantuan, tragedi ini memperlihatkan kerapuhan bangunan komunitas yang sering kali luput dari pengawasan teknis.
Tidak sedikit bangunan majelis, musala, atau aula kampung dibangun gotong royong, namun tanpa evaluasi struktural berkala.
“Kami fokus membersihkan material bangunan yang runtuh,” ujar Adam dari BPBD Kabupaten Bogor. Namun, ke depan, masyarakat menanti: siapa yang bertanggung jawab atas kelalaian ini?
Tragedi ini membuka kembali urgensi pengawasan berkala terhadap bangunan komunitas, bukan hanya gedung-gedung besar pemerintah atau mall.
Baca juga:
UMKM Kuliner Palembang Kini Punya Katalog AR
“Ketika sebuah bangunan tempat ibadah dan pengajian masyarakat ambruk dan menewaskan warga, siapa yang seharusnya bertanggung jawab? Apakah cukup menyebut "takdir", atau perlu evaluasi menyeluruh pada tata kelola bangunan publik?”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #KorbanCiomas #MajelisTaklimRuntuh #KesehatanPublik #AuditBangunan
.png) 
.jpeg)
.jpeg)