GalaPos ID, Jakarta.
Di tengah denting cangkir dan aroma espresso, King Nizam menggambar Ferrari F40 dengan satu hal yang tidak dimiliki pabrikan otomotif: kejujuran emosional.
Lebih dari itu, sketsa kini menjadi simbol perlawan terhadap konsumerisme visual yang dipercepat oleh teknologi.
“Ferrari F40 tak pernah masuk garasi saya. Tapi ia hidup di tangan saya.”
Baca juga:
- Ferrari F40, Ketika Goresan Menyuarakan Kekaguman dan Takdir
- Ketika Komik Rumah Tangga Syindir Budaya Diam dan Beban Mental
- Mancing Perkara, Komik Absurditas Rumah Tangga yang Nyelekit
Gala Poin:
1. Sketsa ini menjadi pernyataan bahwa cinta terhadap otomotif bisa lahir dari ruang sederhana.
2. Ferrari F40 menjadi simbol perjuangan personal dan refleksi nilai hidup.
3. Karya ini memperlihatkan bahwa seni dan otomotif bisa bersatu dalam bahasa jiwa.
Sebagai barista yang belum pernah melihat F40 secara langsung, karya Nizam justru penuh dengan detail akurat dan sentuhan khas.
Ia membuktikan bahwa cinta pada sesuatu tidak membutuhkan kepemilikan, melainkan pemahaman mendalam dan imajinasi yang bebas.
Baca juga:“Saya suka bentuknya. Tapi lebih dari itu, mobil ini seperti karakter: kuat, jujur, tidak neko-neko. Itu yang saya ingin tangkap,” ujar Nizam.
Saat Komik Jadi Ruang Empati dan Refleksi Ayah Masa Kini
Tulisan di bawah gambar—“Love, Passion, Respect, Honest & Destiny”—mewakili nilai-nilai yang ia perjuangkan. Mobil mungkin hanya benda. Tapi dalam tangan Nizam, F40 menjadi tokoh.
Ia menyuarakan semangat berkarya, rasa hormat pada sejarah, dan cita-cita yang tak harus mewah.
Dunia otomotif memang identik dengan kekayaan, kecepatan, dan persaingan.
Namun lewat sketsa ini, Nizam menunjukkan bahwa seni bisa menjadi jembatan ke sana—bahkan tanpa harus memiliki satu roda pun.
AI diciptakan untuk memenuhi permintaan pasar: cepat, murah, dan sesuai selera massa.
Baca juga:
Sketsa KN: Laju Rasa, Detak Kehidupan
Sementara itu, sketsa menolak dilipat ke dalam logika produksi massal. Ia lambat, personal, dan sering kali tidak “laku”—dan justru karena itu penting.
Dalam dunia yang mengejar kesempurnaan artifisial, mempertahankan sketsa adalah mempertahankan hak untuk mencipta dengan cara yang tidak efisien, tidak terprediksi, dan tidak bisa direplikasi.
Dan dalam ketidaksempurnaan itulah, kemanusiaan tetap hidup.
Baca juga:
Sketsa King Nizam dan Nostalgia Motoran Tahun 90-an
“Lebih dari sekadar mobil, Ferrari F40 dalam sketsa King Nizam menjadi metafora atas mimpi dan perjuangan. Di setiap lengkung garisnya tersimpan pesan jujur tentang cinta dan nasib—refleksi seniman muda yang menjadikan otomotif sebagai bahasa jiwa.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #FerrariF40 #SenimanVisual #SketsaBersuara
0 Komentar