Ketika Komik Rumah Tangga Syindir Budaya Diam dan Beban Mental

GalaPos ID, Jakarta.
Komik Mancing Perkara bukan hanya tentang kekacauan pagi hari, melainkan simbol tentang absennya komunikasi dan hadirnya kelelahan mental dalam kehidupan rumah tangga.
Di tengah arus deras digitalisasi dan dominasi AI dalam produksi visual, sketsa manual bukan lagi hanya praktik seni—ia telah berubah menjadi bentuk perlawanan. 

Papa, Dimana Kamu? Komik ‘Mancing Perkara’ Sentil Budaya Diam di Rumah Sendiri

"Lucu sih… tapi kalau kamu yang ditinggal saat anak nangis, masih ketawa juga?”

Baca juga:

Gala Poin:
1. Komik ini menjadi refleksi budaya “diam” dalam rumah tangga yang kerap mengabaikan komunikasi emosional.
2. Respon pembaca membuktikan bahwa humor bisa menjadi jalan untuk memahami beban sosial.
3. Karakter anak dan ibu diangkat sebagai representasi mereka yang terdampak dari hilangnya kehadiran ayah dalam keseharian.


King Nizam, pembuat komik ini, mungkin belum menikah.

Namun imajinasinya berhasil menelanjangi realitas yang kerap dirasakan banyak pasangan suami-istri: stres yang dipendam, beban kerja yang tak seimbang, dan kehadiran emosional yang tak pernah benar-benar hadir.

Baca juga:
Sketsa KN, Suasana Tenang Desa St Utututu

“Semua orang ketawa pas baca. Tapi sebagian juga DM saya, bilang ‘gue banget ini bang,’” ujar Nizam. Respon pembaca tersebut membuktikan satu hal: komedi yang jujur mampu menyentuh luka sosial yang tersembunyi.

Komik ini juga memberi ruang pada ekspresi anak yang sering diabaikan.

Dalam satu adegan, seorang anak menggumam pelan, “Kapal laut aja lebih bebas daripada aku.” Pernyataan satir itu menohok sekaligus menggelitik—memotret keresahan anak yang tak bisa memilih hidupnya sendiri.

Papa, Dimana Kamu? Komik ‘Mancing Perkara’ Sentil Budaya Diam di Rumah Sendiri
Dengan kepekaan ilustratif dan dialog yang tajam, Mancing Perkara mengajak pembaca tertawa, lalu berpikir.

Bahwa di balik ruang keluarga yang tampak utuh, ada celah komunikasi dan beban yang tak pernah dibicarakan.

Baca juga:
Sketsa KN: Seni Nggak Perlu Ribet

Ketika kecerdasan buatan menghasilkan ribuan gambar dalam detik, dengan presisi dan estetika yang terstandarisasi oleh data, setiap goresan tangan manusia menjadi gestur politik: menolak tunduk pada logika efisiensi.

Sketsa tak lagi sekadar gambar mentah, melainkan pernyataan bahwa proses kreatif bukan sekadar hasil akhir, tapi perjalanan yang melibatkan kegagalan, emosi, dan keunikan personal—semua hal yang dihapus dalam visualisasi instan oleh mesin. 

 

Baca juga:
Sketsa "Spek 63 Free”: Sindiran atau Simbol?

“Di balik tawa, komik Mancing Perkara menyajikan potret jujur tentang ketidakhadiran emosional dalam rumah tangga. Komik ini menjadi refleksi ringan yang menyentil—dan mungkin menyembuhkan.”

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #KomikKritikSosial #PapaDimana #HumorAdaMakna