Perubahan Poros Kekuatan: Iran Balas Israel, Guncang Geopolitik Asia Barat

GalaPos ID, Teheran.
Dalam dunia yang terbiasa dengan retorika panas dan propaganda, malam itu menjadi momen langka: Ayatollah Sayyid Ali Khamenei tampil di hadapan rakyatnya tanpa amarah, tanpa teriakan. Hanya satu kalimat yang ia ucapkan dengan suara pelan namun tajam:

“Mereka telah melakukan kesalahan besar… Ini membuat mereka akan mengalami nasib yang mengenaskan.”

 

Ketika Keheningan Menjadi Bahasa Kekuatan: Strategi Iran Mengguncang Geopolitik Asia Barat

“Tidak selalu suara keras yang membawa dampak besar. Malam 13 Juni 2025, dunia menyaksikan bagaimana ketenangan Ayatollah Khamenei justru mengguncang Tel Aviv lebih dalam dari ledakan apa pun.”

Baca juga:

Gala Poin:
1. Iran membalas serangan Israel dengan rudal ke Tel Aviv sebagai bentuk strategi balasan terukur, bukan emosi.
2. Ayatollah Khamenei menunjukkan gaya kepemimpinan penuh kalkulasi, berbasis kesabaran strategis dan kekuatan spiritual.
3. Aksi ini mengubah dinamika kekuasaan di Asia Barat dan memaksa negara-negara lain menilai ulang posisi mereka.

Beberapa jam setelahnya, rudal-rudal balistik Iran menembus langit Israel, melewati sistem pertahanan Iron Dome, dan menghantam pusat-pusat strategis Tel Aviv.

Serangan ini dilakukan sebagai respons atas serangan udara Israel di Teheran pada dini hari yang sama, yang menewaskan sejumlah perwira IRGC dan ilmuwan nuklir Iran, serta melukai warga sipil.

Dilansir dari tulisan Dina Yulianti & Otong Sulaeman dari Universitas Padjadjaran dan STAI Sadra, melalui kanal liputanislam [dot] com, Sabtu, 14 Juni 2025, menyebut, serangan ini bukan bentuk pelampiasan emosional.

Baca juga:
Tertangkap Pungli, Jukir Ilegal di Tanjung Tiram Menangis

Ini adalah doktrin baru—pesan strategis dalam bentuk senyap namun mengguncang. Dalam narasi internasional, Iran menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menjadi korban provokasi, melainkan aktor aktif yang mengatur ulang peta kekuasaan Asia Barat. 

Kepemimpinan Khamenei: Di Balik Wajah Tua, Keteguhan Strategi
Media Barat sering memotret Ayatollah Khamenei sebagai simbol konservatisme keras. Namun di balik penampilan tenang ulama tua itu, tersembunyi kapasitas geopolitik yang matang.

Beliau memahami logika penundaan, realitas kekuatan, dan waktu yang tepat untuk bertindak.

Dari Teheran ke Tel Aviv: Rudal Iran dan Doktrin Ketegangan Baru

Keputusan untuk membalas dengan rudal adalah bentuk stoikisme strategis—bukan karena ia menganut filsafat Stoik Yunani, melainkan karena pendekatan tegar dan terkendali yang ia warisi dari pemikiran Islam klasik, terutama filsafat Mulla Sadra yang ia pelajari sebagai seorang Neo-Sadrian.

“Israel adalah rezim teroris yang melakukan serangan, Iran akan menggunakan haknya untuk membalas, dan negara manapun yang membantu, artinya juga melakukan serangan terhadap Iran, dan mereka juga akan mendapatkan giliran untuk menerima balasan,” ujar Khamenei dalam pernyataan resminya.

Baca juga:
Tenun Sutra Tradisional Wajo Losari Silk Tetap Eksis di Tengah Tantangan

Pernyataan ini bukan hanya pesan bagi Israel, tetapi juga bagi negara-negara lain yang mendukung aksi tersebut.

Ini adalah bentuk legitimasi tindakan, selaras dengan Pasal 51 Piagam PBB mengenai hak membela diri.
Dampak Regional: Retaknya Persepsi Kekebalan Israel

Israel selama ini bertindak di bawah persepsi kebal serangan langsung, didukung teknologi tinggi dan perlindungan politik Amerika Serikat.

Namun malam 13 Juni mengubah semua itu. Serangan rudal Iran menyentuh jantung kota Israel—bukan hanya fisik, tetapi psikologis dan strategis.

Baca juga:
Bayar Parkir Rp100 Ribu, Mobil Malah Dipecah Kacanya

Negara-negara Arab yang tengah menormalisasi hubungan dengan Israel kini menghadapi pertanyaan besar: apakah jaminan keamanan Barat cukup menghadapi dinamika baru ini? Turki, Qatar, dan bahkan Rusia serta Tiongkok akan mencermati ulang posisi mereka terhadap kekuatan baru yang kini lebih berani menantang hegemoni.


Iran: Dari Simbol Perlawanan ke Pemain Hard Power
Selama bertahun-tahun, Iran dikenal sebagai simbol perlawanan, tetapi tidak selalu menjadi pelaku kekuatan militer langsung.

Serangan ini menjadi bukti bahwa Iran tidak hanya berbicara tentang resistensi, tetapi mampu mengimplementasikannya dalam tindakan strategis militer langsung.

Langkah ini mengirim pesan tajam bahwa Iran kini siap menjadi poros kekuatan keras di Asia Barat.

Tidak hanya secara militer, tetapi juga melalui diplomasi keheningan yang penuh bobot.

Dari Teheran ke Tel Aviv: Rudal Iran dan Doktrin Ketegangan Baru

Pemimpin dalam Keheningan
Ayatollah Khamenei, di usia delapan puluhan, tidak perlu berteriak. Ia bicara sedikit, tetapi setiap kata menjadi tanda. Di dunia yang gaduh oleh ancaman kosong dan diplomasi teatrikal, ia hadir dengan gaya yang menggetarkan tanpa hingar-bingar.

“Yang sejati bukanlah kekuatan jasad, melainkan kedalaman wujud dan kebijaksanaan dalam bertindak,” adalah inti dari ajaran filsafat Mulla Sadra yang mencerminkan cara Khamenei memimpin: bijak, presisi, dan penuh kendali.

Baca juga:
Peta Persaingan Mobil Listrik Indonesia 2025, Daftar dan Harga

Penutup: Paradigma Baru di Timur Tengah
Malam 13 Juni 2025 mungkin dikenang bukan karena rudal yang menghantam Tel Aviv, tetapi karena sebuah pernyataan pelan dari seorang pemimpin di Teheran yang mengubah kalkulasi global.

Iran kini menandai dirinya bukan sebagai simbol retoris, tetapi sebagai realitas geopolitik yang harus diperhitungkan. Keheningan pun bisa menjadi bahasa paling keras dalam diplomasi dunia.

 

Baca juga:
Puting Beliung Terjang Batu Bara, 109 Rumah Rusak

“Di tengah ketegangan geopolitik Asia Barat, Iran merespons serangan Israel dengan strategi senyap namun tajam. Ayatollah Khamenei tampil bukan dengan retorika, tetapi peringatan sunyi yang mengguncang poros kekuasaan regional.”

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #GeopolitikIran #MiddleEastUpdate #KhameneiStrategi