Tenun Sutra Tradisional Wajo Losari Silk Tetap Eksis di Tengah Tantangan
GalaPos ID, Sulsel.
Di sebuah rumah kreatif di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, mesin-mesin tenun tradisional masih bergerak. Losari Silk, usaha keluarga yang telah berjalan selama tiga generasi, tetap menjaga denyut industri tenun sutra meski diterpa berbagai tantangan zaman.
"Tenun bukan sekadar kain—bagi Baji, tenun adalah warisan, identitas, dan masa depan. Di tengah tantangan bahan baku dan permodalan, ia menaruh harapan pada program Asta Cipta untuk menghidupkan kembali kejayaan sutra Wajo.”
Baca juga:
Gala Poin:
1 Losari Silk merupakan usaha tenun turun-temurun dari Wajo yang berupaya menjaga dan mengembangkan tenun sutra tradisional.
2. Industri tenun menghadapi kendala bahan baku dan permodalan, terutama di tingkat petani ulat sutra.
3. Program Asta Cipta dianggap sebagai angin segar untuk mendukung promosi, pengembangan bahan, dan keberlanjutan industri tenun berbasis kearifan lokal.
Didirikan pada 1999 oleh generasi ketiga, Losari Silk memiliki visi melestarikan dan menumbuhkan tradisi tenun sutra Sengkang di Wajo. Usaha ini juga menjadi bagian dari UMKM ekspor dan UMKM perempuan, dengan produk seperti sarung adat, kain tenun, kain batik, hingga kain sutra.
“Kita bukan sekadar menjual kain, tapi menjaga tradisi,” ungkap Baji, pemilik Losari Silk, Selasa, 10 Juni 2025, di rumah produksi Losari Silk, di Jl. Poros Sengkang-Atapange, Pakkana, Kec. Tana Sitolo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Baca juga:
Mobil Listrik Terbaik 2025, Pilih Sesuai Gaya Hidupmu
Dengan rentang harga mulai Rp40.000 hingga Rp300.000 per meter, Losari Silk menjangkau pasar menengah hingga premium.
Namun, Baji mengungkap tantangan utama industri ini bukan pada produksi, melainkan ketersediaan bahan baku dan minimnya permodalan untuk petani ulat sutra.
“Bahan baku jadi masalah utama. Telur sutra dari perum-perum sekarang kualitasnya tidak cocok lagi,” ujarnya.
Di tengah tantangan tersebut, Baji menyambut positif program Asta Cipta dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Program ini mencakup delapan prioritas pembangunan nasional, salah satunya penguatan UMKM berbasis sejarah dan budaya lokal.
Menurut Baji, ada tiga kebutuhan vital yang bisa masuk dalam Asta Cipta untuk memperkuat sektor tenun: permodalan, promosi pasar, dan pengembangan bahan baku.
Baca juga:
Perusahaan Media di BEI, Potensi Tumbuh di Tengah Tantangan
“Yang paling krusial itu modal awal buat petani murbai. Kalau ini jalan, semuanya bisa mengikuti, baik pelatihan, pemasaran, sampai produksi,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pameran luar negeri untuk mengenalkan tenun Indonesia sebagai produk budaya unggulan.
Kini, Baji menaruh harapan besar pada kolaborasi yang lebih konkret, termasuk peluang kerja sama dengan petani sutra asal Tiongkok yang mulai menunjukkan minat berinvestasi di sektor ini.
“Tenun bukan hanya soal kain, tapi tentang warisan, kerja keras, dan jati diri bangsa. Asta Cipta bisa jadi jembatan untuk mengangkat semua itu,” tutup Baji.
Baca juga:
Bayi Gajah Diah Tumbuh Sehat, Simbol Harapan Konservasi
“Losari Silk, usaha tenun sutra tiga generasi dari Wajo, Sulawesi Selatan, menggantungkan harapan pada program nasional Asta Cipta. Di tengah keterbatasan bahan baku dan akses modal, pelaku usaha seperti Baji terus berjuang menjaga tradisi sekaligus menumbuhkan ekonomi lokal berbasis budaya.”
#TenunSutraWajo #UMKMBerdaya #EkonomiBerbasisBudaya #AstaCiptaUntukRakyat #LosariSilk #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia