GalaPos ID, Jakarta.
Larangan thrifting yang kembali digencarkan pemerintah memicu reaksi keras dari Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR. Wakil Ketua BAM, Adian Napitupulu, meminta pemerintah tidak gegabah menindak pedagang sebelum memberikan solusi konkret untuk keberlanjutan usaha mereka.
Pemerintah juga diminta tidak boleh asal menindak tanpa data akurat.
Pedagang Thrifting Menolak Disebut Ancaman Industri: “Kami Hanya Cari Makan, Angkanya Baru 0,5 Persen”
Baca juga:
- Modus Curhat, Pria Gorontalo Setubuhi Anak 14 Tahun
- Hujan Abu Terus Terjadi, Kesehatan Pengungsi Kian Memburuk
- Ulakan Tapakis Banjir, 13 Kecamatan Masuk Zona Rawan Bencana
Gala Poin:
1. BAM DPR menilai pemerintah tidak boleh asal menindak pedagang thrifting tanpa solusi.
2. Data Kemenkop UMKM menunjukkan thrifting hanya 0,5 persen dari tekstil ilegal.
3. Pedagang meminta legalisasi karena usaha ini melibatkan 7,5 juta orang.
"Kita harap kalau misalnya negara tidak bisa memberikan lapangan pekerjaan, toh rakyat tetap butuh makan. Ya jangan ditindak-tindak dulu, lah," ujar Adian usai audiensi dengan pedagang barang bekas di DPR, Rabu, 19 November 2025.
Adian menekankan bahwa tuduhan thrifting mematikan UMKM tidak didukung data kuat. Mengutip data Kementerian UKM, barang thrifting impor hanya 0,5 persen dari total 784.000 ton tekstil ilegal yang masuk ke Indonesia.
"Ya jangan ditindak-tindak dululah," tegasnya kembali, dikutip Kamis, 20 November 2025.
Baca juga:
TPKS Gorontalo: Pelaku Ditahan, Korban Masih Berjuang Pulih
Ia bahkan menyinggung perbandingan dengan ojek online yang hingga kini belum memiliki landasan UU, tetapi tetap dibiarkan beroperasi sebagai kebutuhan masyarakat.
“Kalau gitu kita tanya, boleh enggak motor menjadi angkutan umum? Artinya kalau konsisten ojol tidak boleh…” katanya.
Pedagang thrift juga meminta kejelasan. Rifai Silalah, pedagang asal Pasar Senen, mengungkapkan permintaan agar bisnis mereka dilegalkan.
Ia menilai pelaku thrift ingin menjadi warga negara yang baik dengan membayar pajak. Menurutnya, industri ini melibatkan 7,5 juta orang di Indonesia.
“Yang kami harapkan ini sebenarnya seperti di negara-negara maju lainnya, thrifting ini dilegalkan,” ujarnya.
Fenomena thrifting sendiri bukan hal baru. Secara historis, budaya barang bekas telah berkembang sejak abad ke-19 di Amerika Serikat melalui organisasi seperti Salvation Army dan Goodwill. Di Indonesia, kultur serupa muncul di Pasar Loak, Poncol Senen, hingga Cimol Bandung.
Sementara itu, pemerintah melalui Kemenkeu dan Bea Cukai tetap berkomitmen menutup arus masuk pakaian bekas ilegal.
“Kita akan tutup… pakaian-pakaian itu juga yang ilegal-ilegal kita tutup semua,” ujar Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Kontroversi pun terus berlanjut: antara perlindungan industri tekstil, hak pedagang mencari nafkah, dan kebutuhan konsumen akan pakaian murah—semuanya masih mencari titik temu.
Baca juga:
Brenx Depok Jadikan Futsal dan Tinju sebagai Ruang Aman Remaja
"Pedagang thrifting merasa ditekan oleh kebijakan penertiban tanpa solusi jelas. BAM DPR menilai pemerintah tak boleh asal menindak tanpa data akurat."
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #Thrifting #Pedagang #KontroversiPakaianBekas
.jpeg)
.jpeg)