Hujan Buatan BMKG: Solusi Sementara, Risiko Panjang?

GalaPos ID, Jakarta.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus melaksanakan operasi modifikasi cuaca (OMC) di sejumlah wilayah rawan banjir, termasuk Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Langkah ini diambil guna menekan potensi curah hujan ekstrem dan mencegah bencana hidrometeorologi saat puncak musim hujan.

BMKG dan Risiko Tersembunyi di Balik Hujan Buatan

"Apakah manusia benar-benar mampu mengendalikan langit tanpa mengorbankan bumi di bawahnya?"

Baca juga:

Gala Poin:
1. BMKG melakukan modifikasi cuaca untuk mengurangi risiko banjir di sejumlah wilayah.
2. Penaburan bahan kimia menimbulkan kekhawatiran pencemaran tanah, air, dan perubahan ekosistem.
3. Perlu transparansi dan regulasi kuat agar teknologi mitigasi ini tidak menjadi bumerang lingkungan.


Direktur Operasional Modifikasi Cuaca, Budi Harsoyo, menjelaskan bahwa operasi telah dimulai sejak 23 Oktober 2025 dan masih berlangsung hingga awal November.

“Di Jawa Tengah, operasi sudah dilakukan sejak 25 Oktober dengan posko di Semarang dan Solo. Sementara di Jawa Barat, operasi dimulai 23 Oktober dengan posko di Jakarta,” ujar Budi dalam keterangan, Sabtu, 1 November 2025.

Menurutnya, telah dilakukan 41 sorti penerbangan di wilayah Jawa Tengah menggunakan dua pesawat Cessna Caravan, serta 29 sorti di Jawa Barat dengan satu pesawat serupa.

“Hasilnya cukup efektif dalam menurunkan curah hujan dan meredistribusi awan hujan di wilayah target,” jelasnya.

Baca juga:
Cegah Kanker Payudara untuk Perempuan Indonesia

Namun di balik keberhasilan tersebut, sejumlah pakar lingkungan menilai bahwa modifikasi cuaca bukan tanpa risiko. Penaburan bahan kimia seperti garam (natrium klorida) dan perak iodida dalam jumlah besar dapat meninggalkan residu pada tanah dan sumber air.

Akumulasi bahan kimia itu berpotensi mencemari lahan pertanian dan memicu peningkatan salinitas air tanah.

Selain itu, perubahan pola hujan yang diatur secara artifisial dapat menimbulkan ketidakseimbangan curah hujan antarwilayah, menciptakan efek domino di daerah lain.

“Upaya menekan banjir di satu kota bisa berarti memperbesar risiko di wilayah tetangga,” ujar salah satu ahli iklim Universitas Gadjah Mada dalam diskusi publik, (tidak diubah).

 

Hujan Buatan BMKG: Solusi Sementara, Risiko Panjang?


Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menekankan pentingnya kerja sama lintas lembaga.

“BMKG, BNPB, dan pemerintah daerah harus memperkuat sistem peringatan dini serta koordinasi di lapangan agar langkah antisipatif bisa dilakukan cepat dan terarah,” kata Dwikorita, Sabtu, 1 November 2025.

Sementara Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan publik:

“Tidak cukup hanya waspada, tapi juga harus siaga dan siap bertindak. Pemerintah daerah perlu menyiapkan jalur evakuasi, tempat pengungsian, serta membersihkan saluran air sebelum hujan turun,” tuturnya.

Namun, pertanyaan penting tetap menggantung: siapa yang memastikan operasi ini aman bagi ekosistem dan masyarakat di jangka panjang?



Baca juga:
Operasi Damai Cartenz, Strategi Humanis Hadapi KKB di Papua

"BMKG gencar melakukan operasi modifikasi cuaca untuk menekan curah hujan ekstrem dan mencegah banjir di berbagai daerah. Namun di balik upaya mitigasi ini, muncul kekhawatiran baru: dari pencemaran lingkungan, gangguan ekosistem, hingga potensi ketidakadilan sosial akibat teknologi yang belum sepenuhnya dipahami dampaknya."

#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #BMKG #ModifikasiCuaca #LingkunganHidup

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال