GalaPos ID, Lombok Barat.
Ketidakpastian iklim yang melanda Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), memaksa para petani bekerja dengan lebih banyak spekulasi daripada kepastian. Peralihan musim dari kemarau ke penghujan yang berlangsung tak menentu—dikenal sebagai masa pancaroba—membuat pola tanam sulit diprediksi.
"Petani di Lombok Barat terjebak dalam ketidakpastian. Di tengah cuaca yang tak menentu dan subsidi pupuk yang menyusut drastis, mereka harus berjudi dengan tanah dan langit."
Baca juga:
- Riset Wisata Halal di Lombok Antar Fitry Raih Gelar Doktor Cum Laude
- Tawa dan Musik, Alpetara Ubah Pendekatan Lawan Narkoba dan Tawuran
- Dari Crazy Rich ke Narapidana, Lelang Aset Doni Salmanan Capai Rp9,8 M
Gala Poin:
1. Perubahan cuaca yang tidak menentu membuat petani Lombok Barat kesulitan menentukan pola tanam yang aman.
2. Jatah pupuk subsidi berkurang drastis, memaksa petani membeli pupuk non-subsidi dengan harga tinggi.
3. Petani mendesak pemerintah daerah untuk memberikan pendampingan dan solusi konkret menghadapi anomali iklim dan kelangkaan pupuk.
Di Desa Kuripan Timur, dampaknya nyata. Sebagian petani mencoba menanam padi, sebagian lainnya beralih ke jagung atau komoditas palawija lainnya. Namun, keputusan itu tak mudah.
“Kami bingung menentukan pilihan. Cuacanya tidak bisa diprediksi. Kalau menanam padi takut kekeringan, tapi kalau palawija bisa terendam hujan,” kata Burhan, salah satu petani setempat, saat ditemui Rabu, 22 Oktober 2025.
Persoalan tak berhenti pada cuaca. Tekanan lain datang dari langkanya pupuk bersubsidi. Burhan mengeluhkan bahwa jatah pupuk yang sebelumnya mencapai empat kwintal, kini hanya tersisa sekitar satu setengah kwintal.
Baca juga:
Skema Baru Haji Belum Dipahami, DPR Minta Sosialisasi Masif
Untuk menutupi kekurangan, petani harus membeli pupuk non-subsidi yang harganya jauh lebih tinggi.
“Kami berharap ada solusi dari Dinas Pertanian agar bisa menentukan pola tanam yang tepat, supaya tidak salah langkah dan terhindar dari gagal panen,” tambahnya.
Situasi ini memperlihatkan lemahnya koordinasi antara pemerintah daerah, dinas pertanian, dan penyuluh lapangan dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin ekstrem.
Minimnya pendampingan serta tidak adanya pemetaan pola tanam berbasis iklim lokal memperburuk ketidakpastian yang dialami para petani.
Kondisi petani di Lombok Barat adalah refleksi dari masalah sistemik:
- Minimnya adaptasi kebijakan pertanian terhadap krisis iklim.
- Distribusi pupuk bersubsidi yang tidak sesuai kebutuhan di lapangan.
- Lemahnya peran penyuluh pertanian dalam memberikan edukasi berbasis data cuaca dan tanah.
Dengan hampir seluruh aspek pertanian bergantung pada kepastian musim dan ketersediaan pupuk, absennya dukungan konkret dari pemerintah akan berujung pada lonjakan gagal panen, kelangkaan pangan lokal, dan kerugian ekonomi di tingkat petani.
Baca juga:
Mobil Dinas Batu Bara Kecelakaan, Polisi dan Kominfo Beda Cerita
"Ketika langit mendung tak kunjung hujan dan matahari bersinar tanpa kehangatan yang pasti, petani seperti Burhan di Lombok Barat terpaksa menebak-nebak: tanam padi atau jagung? Harapan untuk panen kini seperti undian nasib di tengah cuaca tak menentu dan subsidi pupuk yang terus dipangkas."
#Petani #NTB #CuacaAnomali #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia
.png) 
.jpeg)
.jpeg)