GalaPos ID, Sumbawa.
Musim kemarau belum berakhir, dan warga di belasan desa Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali menghadapi kekeringan yang nyaris menjadi rutinitas tahunan.
Sumur-sumur mengering, dan distribusi air bersih menjadi urusan harian yang menyita waktu, tenaga, dan biaya.
"Kekeringan tahunan kembali melanda Sumbawa. Belasan desa kesulitan air bersih, sementara bantuan bersifat darurat dan solusi jangka panjang masih sebatas harapan."
Baca juga:
- Riset Wisata Halal di Lombok Antar Fitry Raih Gelar Doktor Cum Laude
- Tawa dan Musik, Alpetara Ubah Pendekatan Lawan Narkoba dan Tawuran
- Dari Crazy Rich ke Narapidana, Lelang Aset Doni Salmanan Capai Rp9,8 M
Gala Poin:
1. Sebanyak 13 desa di Kabupaten Sumbawa terdampak kekeringan parah akibat musim kemarau dan minimnya infrastruktur air bersih.
2. PMI Sumbawa mendistribusikan air bersih hingga 30 ribu liter per hari sebagai langkah darurat, namun ini bukan solusi jangka panjang.
3. Warga berharap pemerintah memberikan solusi permanen atas krisis air tahunan yang semakin memperparah ketimpangan akses air bersih.
Iskandar Dinata, Kepala Markas Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Sumbawa, menyatakan bahwa hingga pertengahan Oktober ini, terdapat 13 desa yang mengalami kekeringan.
Wilayah tersebut tersebar di Kecamatan Lape, Moyo Hilir, Plampang, Maronge, dan Moyo Utara, dengan wilayah utara kabupaten menjadi daerah yang paling terdampak.
“Distribusi air bersih ini merupakan program rutin yang dilakukan setiap tahun oleh PMI, menggunakan dua unit mobil tangki yang selalu disiagakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujar Iskandar, Rabu, 22 Oktober 2025.
Baca juga:
Skema Baru Haji Belum Dipahami, DPR Minta Sosialisasi Masif
PMI mengaku menyalurkan antara 15 ribu hingga 30 ribu liter air per hari ke desa-desa terdampak, sebagai bagian dari penanganan darurat. Namun, langkah ini hanya bersifat jangka pendek.
Sementara itu, warga seperti Surya mengungkapkan kesulitan nyata yang dihadapi setiap hari.
“Kami terpaksa harus beli atau ambil air ke kerabat,” kata Surya.
Air yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar kini berubah menjadi barang langka dan mahal. Surya berharap pemerintah daerah dan pusat bisa menghadirkan solusi jangka panjang yang nyata dan berkelanjutan, bukan hanya program tanggap darurat.
“Kami harap ada solusi jangka panjang. Kekeringan seperti ini hampir setiap tahun terjadi. PDAM pun belum maksimal menjangkau semua warga,” tambahnya.
PMI Sumbawa juga mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan air, serta menjaga kelestarian sumber air yang masih tersedia agar tidak semakin kritis.
Kekeringan di Sumbawa bukan lagi kejadian luar biasa. Ia telah menjadi rutinitas. Maka, pertanyaannya adalah mengapa hingga kini belum ada sistem pengelolaan air yang terintegrasi dan berkelanjutan?
Mengapa distribusi air oleh PDAM tidak mampu menjangkau desa-desa terdampak?
Mengapa pemerintah belum memiliki roadmap mitigasi krisis air untuk daerah pesisir dan tandus seperti Sumbawa?
Distribusi air bersih oleh PMI memang membantu, tapi bersifat reaktif, bukan solutif. Jika krisis air bersih ini terus dianggap sebagai “ritual musiman,” maka warga akan terus menjadi korban dari kelambanan birokrasi dan ketidaksiapan negara dalam menjamin hak dasar rakyat: akses terhadap air bersih.
Baca juga:
Mobil Dinas Batu Bara Kecelakaan, Polisi dan Kominfo Beda Cerita
"Bayangkan harus membeli air setiap hari hanya untuk memasak dan mencuci. Bagi warga di pesisir utara Sumbawa, itu bukan lagi kemungkinan, melainkan kenyataan yang terus berulang dari tahun ke tahun—tanpa perubahan berarti dari mereka yang seharusnya bertanggung jawab."
#KrisisAir #Sumbawa #KekeringanNTB #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia
.jpeg)
.jpeg)