GalaPos ID, Kalsel.
Malam di Banjarmasin pada 24 September 2025 itu berubah menjadi perayaan cahaya. Puluhan jukung menghiasi Sungai Martapura, menciptakan parade yang bukan hanya indah dipandang, tetapi juga sarat makna.
Festival Jukung Hias Tanglong kembali digelar, membawa serta warisan budaya Banjar ke tengah arus modernisasi.
"Festival Tanglong di Sungai Martapura bukan hanya perayaan estetika. Ia adalah warisan spiritual, sosial, dan budaya Banjar yang terus hidup—meski modernitas makin deras mengikis identitas lokal."
Baca juga:
- Bandara Lombok Siap 24 Jam Sambut MotoGP Mandalika 2025
- Banjir Bandang Terjang OKU Selatan, Tiga Warga Tewas
- Tradisi Bahari Sabang, Khanduri Laot Jadi Simbol Syukur Laut
Gala Poin:
1. Festival Tanglong adalah warisan budaya Islam dan lokal Banjar yang kini diwujudkan dalam bentuk jukung hias di Sungai Martapura.
2. Tradisi ini sarat makna religius dan sosial, berbeda dari festival lentera Tionghoa meski sama-sama menggunakan lampu.
3. Perlu pelestarian serius agar nilai-nilai dalam festival tidak tereduksi jadi sekadar tontonan visual tahunan.
Tanglong—yang dalam tradisi Banjar berarti lampu hias atau lentera—awalnya merupakan ritual spiritual menyambut malam-malam ganjil di bulan Ramadan, terutama malam Lailatulqadar.
Kini, ia berkembang sebagai festival tahunan yang mencerminkan nilai-nilai keislaman, gotong royong, dan kebudayaan lokal.
“Festival ini bukan hanya pawai, tapi juga ajang melestarikan tradisi dan memperkuat identitas masyarakat Banjar,” kata salah satu panitia yang enggan disebutkan namanya.
Baca juga:
Pagar Alam Darurat BBM, Warga Minta Pasokan Ditambah
Format jukung hias menjadi daya tarik tersendiri. Perbedaan paling mencolok dari festival lentera Tionghoa adalah muatan nilai Islami dan kedekatan dengan masyarakat lokal.
Tanglong tak sekadar atraksi visual, tetapi simbol perayaan spiritualitas dan kemenangan setelah berpuasa.
Perahu yang tampil tidak hanya dihiasi dengan lampu-lampu mencolok, tapi juga memuat elemen budaya khas Banjar seperti motif sasirangan, miniatur masjid, hingga madihin—seni tutur khas Kalimantan Selatan. Kreativitas dan spiritualitas berkelindan.
Namun di tengah kemeriahan itu, penting untuk diingat bahwa tanglong bukan milik pemerintah atau event organizer—tanglong adalah milik rakyat.
Dan jika tak dirawat dengan serius, ia bisa sekadar menjadi pesta tahunan yang kehilangan makna.
Baca juga:
Penjualan Tiket MotoGP Mandalika 2025 Anjlok Tajam
"Festival Tanglong, tradisi yang dulu hanya ada di bulan Ramadan, kini menjelma dalam bentuk jukung-jukung berlampu di sungai. Bukan hanya indah, tapi juga sarat makna. Masihkah kita benar-benar memahami nilai di balik nyala lampu itu?"
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #TanglongBanjarmasin #FestivalBudayaBanjar #TradisiSungaiMartapura