GalaPos ID, Bandung.
Kekacauan yang terjadi pada Senin malam, 1 September 2025, di sekitar kawasan Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas) masih menyisakan kabut tebal kontroversi.
Narasi yang bertabrakan antara aparat, mahasiswa, aktivis, dan pihak kampus membuat publik bertanya: siapa yang sedang melindungi siapa?
“Ketika kampus yang seharusnya menjadi ruang aman bagi intelektual justru dibanjiri gas air mata, siapa yang bisa dipercaya: aparat, rektor, atau mahasiswa?”
Baca juga:
- Rektor Bungkam, Mahasiswa Bersaksi: Ada Aparat Masuk Kampus!
- Permintaan Maaf Nafa Urbach di Tengah Badai
- Pertamina Turunkan Harga BBM, Tapi Daerah?
Gala Poin:
1. Ketidaksesuaian narasi: Terdapat perbedaan mencolok antara pernyataan aparat, rektor kampus, aktivis, dan mahasiswa mengenai insiden di dalam kampus.
2. Tudingan pelanggaran hukum: LBH dan aktivis menyebut tindakan aparat merupakan pelanggaran berat dan bentuk teror negara.
3. Rektor tarik ulur sikap: Awalnya menampik, namun kemudian mengutuk tindakan aparat dan meminta maaf kepada mahasiswa.
Klaim represif aparat, pembelaan dari rektor, hingga suara lantang aktivis di media sosial menunjukkan bahwa tragedi ini bukan sekadar insiden biasa. Ada kisah yang lebih dalam, yang patut diungkap dan diuji.
Pegiat media sosial, Ferry Irwandi, menyebut insiden ini bukan peristiwa tunggal, melainkan bagian dari pola kekerasan sistematis yang telah terjadi sebelumnya di beberapa kota besar.
“Gagal di Jakarta, Jogja dan Bekasi, sekarang mereka coba lakukan di Bandung dengan cara yang sangat kasar! Kami tidak peduli narasi asing atau mafia, yang ada di depan mata kami adalah mereka yang bersenjata. Mereka masuk kampus! Sekali lagi masuk kampus! Gas air mata ditembakan. Gak ada sedikitpun pembenaran untuk itu,” tulis Ferry lewat akun Instagram resminya, dikutip Selasa, 2 September 2025.
Baca juga:
Malam Mencekam Unisba-Unpas, Kampus Jadi Sasaran Tembakan
Senada dengan itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengecam keras tindakan yang mereka nilai sebagai pelanggaran hukum berat oleh aparat gabungan TNI dan Polri.
“Kami mengecam keras tindakan aparat gabungan TNI-POLRI yang menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah area kampus UNPAS Tamansari dan UNISBA. Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, ini adalah teror negara terhadap rakyatnya sendiri,” tegas LBH Bandung dalam akun resmi X.
Namun, narasi dari pihak kampus justru sebaliknya. Rektor Unisba, Harits Nu’aman, awalnya menampik tuduhan bahwa aparat telah memasuki lingkungan kampus.
Ia mengklaim, berdasarkan hasil pemantauan CCTV dan laporan yang diterimanya, tidak terlihat keberadaan aparat di dalam kampus.
“Sepanjang pantauan saya, baik melalui laporan maupun langsung saya lihat di CCTV disini, kami tidak melihat aparat kepolisian walaupun berpakaian preman masuk ke area kampus. Itu murni semuanya demonstran, ya saya sebutkan, pendemo, yang tadi disweeping masuk ke area kampus,” jelas Harits.
Pernyataan ini sontak menuai kritik, terutama dari kalangan mahasiswa yang merasa langsung menjadi korban represif aparat di dalam lingkungan kampus.
Meski demikian, dalam pertemuan yang digelar kemudian bersama Gubernur Jawa Barat, Dedy Mulyadi, dan para rektor se-Bandung, Rektor Harits mengubah nadanya. Dalam pertemuan dengan mahasiswa di kampus, ia mengutuk keras tindakan aparat.
“Penembakan gas air mata ke area kampus, itu adalah tindakan yang dilarang secara hukum... kami mohon, Polda untuk mengamankan kampus Unisba ini menjadi kampus yang bersih dan bukan sebagai basis tindakan-tindakan anarkis," ujar Harits.
Baca juga:
Kenapa SPBU Swasta Naik Harga Saat Pertamina Turunkan?
Ia pun menyampaikan permintaan maaf kepada mahasiswa yang merasa tidak diapresiasi atau tersakiti.
“Saya minta maaf kepada seluruh mahasiswa yang sudah berjuang dan mungkin belum mendapatkan apresiasi yang besar dari saya... mudah-mudahan kalimat ini mengobati luka,” lanjutnya, saat menemui mahasiswa di kampus Unisba.
Di sisi lain, pihak kepolisian Jawa Barat memberikan pernyataan berbeda. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rocmawan, membela tindakan aparat sebagai bentuk pengamanan.
“Tindakan yang dilakukan aparat merupakan patroli skala besar untuk menjaga ketertiban dan keamanan,” tegasnya.
Pernyataan-pernyataan yang bertolak belakang ini memperkuat dugaan adanya krisis transparansi dan tanggung jawab. Dalam situasi yang menegangkan, publik menuntut satu hal: kejelasan dan keadilan.
Artikel lanjutan akan mengangkat suara dari lapangan, termasuk kesaksian Ketua Umum HMI Korkom Unisba, Raviv, yang menyebut klaim rektor tidak sesuai kenyataan.
Baca juga:
Penolakan di Enggano: Sawit Bukan Solusi, Tapi Ancaman Ekologis
“Pasca kericuhan di Unisba dan Unpas, berbagai pihak melontarkan narasi yang saling bertolak belakang. Dari media sosial hingga pernyataan resmi kampus dan aparat, publik dihadapkan pada pertanyaan besar: siapa yang sebenarnya harus bertanggung jawab?”
#KericuhanBandung #UnisbaUnpas #GasAirMataBandung #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia