GalaPos ID, Bengkulu.
Masyarakat Adat Enggano melayangkan ultimatum keras kepada Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara.
Jika tidak segera diterbitkan Peraturan Bupati atau Surat Keputusan (SK) yang secara resmi melarang penanaman sawit, mereka siap memisahkan diri dari Kabupaten Bengkulu Utara dan bergabung ke Kota Madya Bengkulu.
“Bukan sekadar protes. Masyarakat Adat Enggano memberi ultimatum: jika Bupati Bengkulu Utara tak menerbitkan larangan sawit, mereka akan angkat kaki dan memisahkan diri. Ini bukan gertakan biasa.”
Baca juga:
- Penolakan di Enggano: Sawit Bukan Solusi, Tapi Ancaman Ekologis
- Remaja Masjid Didorong Jadi Pelopor Pariwisata Religi
- Yaqut Hadir sebagai Saksi, Kuota Haji Rp1 Triliun Jadi Sorotan
Gala Poin:
1. Masyarakat Enggano memberikan ultimatum: terbitkan Perbup larangan sawit atau mereka pisah dari Kabupaten Bengkulu Utara.
2. Pernyataan sikap mencantumkan lima alasan utama penolakan sawit dari sisi ekologi, sosial, dan budaya.
3. Aksi dipimpin Lembaga Adat Enggano dengan dukungan AMAN dan WALHI.
Pernyataan itu disampaikan secara terbuka dalam aksi damai yang berlangsung di depan kantor Camat Enggano, Senin, 1 September 2025. Aksi ini dipimpin langsung oleh Ketua Lembaga Adat Enggano, Milson Kaitora.
Masyarakat meminta seluruh kepala desa di Kecamatan Enggano memusnahkan sawit yang telah ditanam, baik bibit maupun pohon yang sudah tumbuh.
"Kami Masyarakat Adat Enggano, meminta kepada Camat Enggano untuk segera mengeluarkan surat edaran agar tanaman sawit tidak diperbolehkan ditanam baik oleh perusahaan maupun individu di Pulau Enggano karena Pulau Enggano adalah pulau terluar yang patut dilindungi ekosistemnya sebagai hutan alam yang masih alami," tegas Milson Kaitora, Senin, 1 September 2025.
Baca juga:
Akun Hilang, Instagram Nafa Urbach Tak Bisa Diakses
Dalam pernyataan sikapnya, mereka mengemukakan lima alasan utama penolakan terhadap kelapa sawit:
- Ancaman terhadap ketersediaan air bersih
- Kerusakan ekosistem dan hutan adat
- Pelanggaran terhadap hukum dan nilai adat
- Potensi konflik sosial di masyarakat
- Dampak lingkungan jangka panjang
Aksi tersebut menjadi peringatan keras terhadap pemerintah daerah agar tidak mengabaikan suara masyarakat adat. Di hadapan pejabat pemerintah, militer, dan satgas keamanan, pernyataan ini dibacakan secara terbuka dan tegas.
Camat Pulau Enggano, Susanto, juga memastikan akan mengeluarkan surat edaran ke seluruh kepala desa se-Kecamatan Enggano terkait pelarangan tersebut.
"Memang benar sejak tahun 2013 lalu seluruh kepala desa se-Kecamatan Pulau Enggano memiliki kesepakatan bersama melarang penanaman tanaman sawit baik oleh perusahaan maupun individu. Untuk itu menyikapi aspirasi yang disampaikan Masyarakat Adat Enggano, maka kami dari Kecamatan Pulau Enggano akan segera menyampaikan surat resmi ke Bupati dan DPRD Bengkulu Utara terkait permohonan penerbitan Perbup larangan penanaman sawit di Pulau Enggano," ujar Susanto.
Bagi masyarakat Enggano, kelapa sawit bukan hanya ancaman ekologis, melainkan bentuk kolonialisme baru yang mengorbankan tanah leluhur demi kepentingan segelintir elite.
Baca juga:
Syariah atau Sensor, Seniman Nasional Kritik MPU
“Dengan membawa lima alasan utama, Masyarakat Adat Enggano menyampaikan pernyataan sikap terbuka menolak sawit. Jika tuntutan tidak dipenuhi, opsi pemisahan dari Kabupaten Bengkulu Utara siap mereka tempuh.”
#EngganoBebasSawit #LindungiPulauTerluar #AdatBersatu #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia