Forum Advokat Tolak Aspirasi Organisasi yang Dorong Segera Disahkannya RKUHAP
GalaPos ID, Jakarta.
FORUM ADVOKAT PEDULI HUKUM DAN KEADILAN mendesak Presiden RI dan DPR menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025.
Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden, Ketua DPR, Menteri Hukum dan HAM, serta sejumlah pejabat negara lainnya, mereka meminta pembahasan RKUHAP dilakukan secara transparan dan partisipatif.
"Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025 menjadi sorotan tajam. Sebuah forum advokat menolak pengesahannya karena dinilai mengancam hak asasi dan membuka peluang penyalahgunaan kewenangan aparat hukum."
Baca juga:
- Pesan Ello‑Gofar: Trading Perlu Ilmu, Bukan Serakah
- DNA di RSCM, Lisa-RK Siap Terima Konsekuensi
- Jejak Daftar Merek Beras Oplosan dan Wilayah Sebaran
Gala Poin:
1. Forum Advokat Peduli Hukum dan Keadilan menolak pengesahan RKUHAP 2025 dan meminta penundaan pembahasan.
2. RKUHAP dianggap mengancam hak asasi, melemahkan peran advokat, dan membuka ruang penyalahgunaan kewenangan aparat.
3. Forum mengajukan tuntutan pembahasan ulang secara transparan, prinsip perlindungan hak asasi, dan mekanisme hakim pemeriksa pendahuluan
“Apabila terdapat aspirasi yang mendukung untuk segera mensahkan RKUHAP di tengah proses pembahasan, dengan ini kami menolak aspirasi tersebut,” tulis AH Wakil Kamal Koordinator Forum Advokat Peduli Hukum dan Keadilan, dalam siaran persnya, Senin, 21 Juli 2025.
Forum ini terdiri dari 31 advokat yang menilai RKUHAP 2025 justru gagal menangkap semangat reformasi KUHP Nasional 2023.
KUHP baru mengedepankan prinsip penghormatan martabat manusia, keadilan substantif, dan pidana sebagai upaya terakhir.
Baca juga:
Tersebar Link Video Syur Lisa Mariana, Akui Karena Mabuk
Namun RKUHAP dinilai masih mengusung pendekatan lama yang represif dan minim kontrol yudisial.
Salah satu isu krusial yang disorot adalah mekanisme pengakuan bersalah terdakwa. Forum menilai prosesnya tidak melibatkan korban, tidak mengatur tuduhan berlapis secara jelas, dan tidak memiliki ukuran pasti untuk pemberian keringanan hukuman.
Forum juga mengutip sikap para dosen hukum pidana yang mengkritik banyaknya ruang penyalahgunaan wewenang oleh penyidik dan penyelidik dalam RKUHAP.
Baca juga:
Lisa Mariana Dicecar 40 Pertanyaan soal RK dan Hamil
Di antaranya penggunaan metode undercover buy dan controlled delivery tanpa prosedur yang jelas, penahanan tanpa kontrol pengadilan, serta ketiadaan sanksi terhadap penyiksaan.
Penggeledahan, pemblokiran data, dan penetapan tersangka juga dinilai bisa dilakukan tanpa izin pengadilan, cukup dengan klaim “keadaan mendesak” dari penyidik.
Forum menyayangkan sejumlah ketentuan yang dianggap melemahkan hak tersangka dan advokat. Hak atas bantuan hukum tidak dijamin eksplisit, dan penolakan pendampingan tidak memerlukan kontrol hakim. Selain itu, akses advokat terhadap bukti tidak diatur, bertentangan dengan prinsip equal of arms.
RKUHAP juga dinilai mengaburkan konsep restorative justice karena dilakukan sejak penyelidikan tanpa jaminan bagi korban.
Syarat pencabutan laporan disebut membatasi keadilan substantif. Di sisi lain, mekanisme praperadilan untuk menguji legalitas upaya paksa dinilai semakin dibatasi.
“Upaya paksa yang sudah mendapat izin tidak dapat diuji melalui praperadilan. Ketentuan ini menghapus mekanisme penting untuk mencegah kesewenang-wenangan aparat,” tulis siaran pers tersebut.
Baca juga:
Rp3 M Melayang, Kisah Gofar Hilman Trading Tanpa Ilmu
Forum juga mengkritik absennya pengaturan terkait hukum acara terhadap korporasi, tindak pidana adat, perlindungan lingkungan, hingga pemanfaatan teknologi informasi dalam proses hukum.
Ketentuan yang mewajibkan penyidik di sektor strategis tunduk pada persetujuan POLRI juga dinilai melemahkan efektivitas penyidikan berbasis keahlian.
Dalam pernyataannya, FORUM ADVOKAT PEDULI HUKUM DAN KEADILAN mengajukan tiga tuntutan:
Baca juga:
Menteri Imipas Tegaskan Sanksi untuk Kalapas Tak Kooperatif
1. Menunda pengesahan RKUHAP 2025 dan membuka ruang pembahasan yang transparan dan inklusif.
2. Menyusun RKUHAP dengan prinsip perlindungan hak asasi, bukan memperluas kewenangan polisi dan jaksa.
3. Mengadopsi mekanisme hakim pemeriksa pendahuluan seperti yang diatur dalam RKUHAP 2012.
Penandatangan surat ini antara lain AH Wakil Kamal, SH., MH; Hedi Hudaya, SH., MH; Guntoro, SH., MH; Gugun Kurniawan, SH; Iqbal Tawakkal Pasaribu, SH., MH dan Muhammad Sahid, SH, serta 25 advokat lainnya dari berbagai wilayah.
Baca juga:
Jokowi: PSI Partai Super TBK, Revolusi Politik Digital Lewat E-Vote
"Forum Advokat Peduli Hukum dan Keadilan mendesak penundaan pengesahan RKUHAP 2025 karena berpotensi mengancam hak asasi dan memperlemah peran advokat. Mereka menyerukan pembahasan ulang secara transparan dan inklusif demi keadilan yang lebih baik."
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #RKUHAP2025 #HakAsasiManusia #AdvokatPeduli