GalaPos ID, Jakarta.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia mengalami penurunan signifikan pada April 2025, mencapai angka 46,7. Angka ini menandakan kontraksi sektor manufaktur dan merupakan level terendah sejak pandemi COVID-19. Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini.
“PMI manufaktur Indonesia anjlok ke level terendah sejak pandemi. Anggota DPR Ilham Permana soroti dampak kebijakan global dan banjir impor terhadap daya saing industri dalam negeri.”
Baca juga:
Gala Poin:
1. PMI manufaktur Indonesia turun ke level kontraksi 46,7 pada April 2025, terendah sejak pandemi.
2. Ilham Permana mendesak pemerintah untuk memperkuat kebijakan industri nasional dan meningkatkan kolaborasi lintas sektor.
3. Kemenperin menekankan pentingnya kepastian kebijakan dan perlindungan terhadap pasar domestik untuk meningkatkan kepercayaan pelaku industri.
Ia menilai penurunan PMI mencerminkan dampak dari kebijakan proteksionis global, terutama tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, serta banjir produk impor dari negara-negara yang mencari pasar alternatif.
"Situasi ini tidak hanya mengganggu daya saing industri nasional, tetapi juga mengancam ketahanan struktur industri dalam negeri," ujar Ilham dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 4 Mei 2025.
Ilham menekankan pentingnya respons terintegrasi antar-kementerian dan dukungan lintas sektor untuk menghadapi tantangan ini.
Baca juga:
Streaming Film Ilegal? Waspadai Malware dan Phishing
Ia juga mendorong agar kebijakan industri diarahkan pada penguatan struktur manufaktur nasional secara menyeluruh.
"Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa sekitar 80% produk manufaktur Indonesia diserap oleh pasar domestik. Ini menandakan pentingnya perlindungan terhadap pasar dalam negeri agar tidak dibanjiri oleh produk impor yang tidak terkendali," ujar Ilham Permana.
Menurutnya, langkah Kemenperin yang secara aktif merespons kekhawatiran pelaku industri – termasuk melalui diplomasi perdagangan dengan mitra internasional dan upaya memperkuat kebijakan substitusi impor – perlu mendapat dukungan penuh.
Ia juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memitigasi efek domino dari tekanan global ini.
"Kondisi wait and see dari pelaku industri bukanlah situasi yang bisa dibiarkan terlalu lama. Harus ada kepastian kebijakan, perlindungan yang konkret, dan dorongan optimisme dari pemerintah agar pelaku usaha kembali percaya diri untuk ekspansi, bukan justru melakukan efisiensi berlebihan hingga mengurangi tenaga kerja," tegasnya.
Mengacu pada hasil Rapat Kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri Perindustrian pada 2 Mei 2025, Ilham mencatat bahwa negara-negara seperti Filipina dan Tiongkok mampu menjaga daya ekspansinya dengan mengedepankan kebijakan protektif terhadap pasar domestik.
Baca juga:
DXI 2025 Hadirkan Sensasi Ekstrem di Jantung Jakarta
"Indonesia harus belajar dari negara-negara tersebut dan segera menyelaraskan kebijakan industrinya agar tidak menjadi sasaran pelimpahan barang-barang asing," tambahnya.
Sebagai penutup, Ilham menyampaikan bahwa pemulihan sektor manufaktur merupakan ujian bagi komitmen bangsa terhadap kemandirian ekonomi.
"Saya mengajak semua pihak – eksekutif, legislatif, pelaku usaha, dan masyarakat – untuk menyadari bahwa kekuatan ekonomi nasional hanya bisa dibangun dengan fondasi industri yang tangguh di negeri sendiri," pungkasnya.
Baca juga:
Komjak: Produk Jurnalistik Tak Bisa Jadi Delik Pidana
“PMI manufaktur Indonesia turun ke level kontraksi 46,7 pada April 2025, terendah sejak pandemi. Anggota Komisi VII DPR Ilham Permana menilai penurunan ini sebagai dampak dari kebijakan proteksionis global dan banjir produk impor. Ia mendesak pemerintah untuk memperkuat kebijakan industri nasional dan meningkatkan kolaborasi lintas sektor.”
#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #PMIManufaktur #IndustriIndonesia #EkonomiNasional