Komjak: Produk Jurnalistik Tak Bisa Jadi Delik Pidana

GalaPos ID, Jakarta.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Pujiyono Suwadi menyatakan bahwa produk jurnalistik, sekeras atau senegatif apa pun, tidak bisa dijadikan dasar pidana dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

 

Produk Jurnalistik Bukan Alat Obstruction of Justice

"Apakah berita bisa dianggap menghalangi hukum? Komisi Kejaksaan menjawab tegas: tidak. Pernyataan ini menjadi sorotan usai Kejaksaan Agung menetapkan direktur pemberitaan Jak TV sebagai tersangka. Benarkah kemerdekaan pers sedang terancam?”

Baca juga:

Gala Poin:
1. Produk jurnalistik tidak dapat dijadikan delik pidana dalam kasus obstruction of justice, menurut Ketua Komisi Kejaksaan.
2. Kejaksaan Agung dikritik karena menjadikan pemberitaan sebagai bukti perintangan penyidikan, yang berpotensi melemahkan kebebasan pers.
3. Dewan Pers dan AJI menegaskan penyelesaian sengketa jurnalistik harus melalui mekanisme UU Pers, bukan ranah pidana.


Pujiyono menanggapi langkah Kejaksaan Agung yang menetapkan Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka dalam perkara dugaan perintangan penanganan kasus korupsi timah dan impor gula.

“Produk media, produk jurnalistik sekejam apa pun, senegatif apa pun itu tidak bisa dijadikan sebagai delik, termasuk delik obstruction of justice,” tegas Pujiyono dalam diskusi publik bertajuk Revisi KUHAP dan Ancaman Pidana: Ruang Baru Abuse of Power yang digelar oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum), Jumat, 2 Mei 2025.

Baca juga:
Transaksi Kokain Internasional Digagalkan di Asahan

Ia menjelaskan, produk jurnalistik merupakan bentuk pengawasan publik yang penting dalam sistem hukum.

Dengan kewenangan penegak hukum yang begitu besar, menurutnya, diperlukan keseimbangan melalui kontrol publik, termasuk dari media massa.

“Butuh juga pengawasan dari publik termasuk jurnalistik,” ujarnya.

Baca juga:
Industri Lesu, Komisi VII DPR Desak Langkah Nyata Kemenperin

Menanggapi kasus Tian Bahtiar, Pujiyono menegaskan bukan karya jurnalistik yang dijadikan delik, melainkan karena jabatan dan dua alat bukti lain yang relevan.

“Sekali lagi, produk jurnalistik yang dia hasilkan itu sama sekali tidak masuk,” katanya.

Ia menambahkan bahwa Ketua Dewan Pers juga telah menyatakan bahwa produk jurnalistik tidak termasuk dalam ranah obstruction.

Pers Diadili? Komjak dan AJI Soroti Langkah Kejagung. Komjak: Produk Jurnalistik Sekejam Apa pun Tidak Bisa Jadi Delik Perintangan Penyidikan

Sikap Kejaksaan Agung ini juga mendapat sorotan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Ketua Divisi Bidang AJI, Erick Tandjung, menyayangkan penetapan tersangka terhadap Tian. Menurutnya, hal itu berpotensi membahayakan kebebasan pers.

“Tentu kita melihat Kejaksaan sebagai penegak hukum terlalu jauh melangkah untuk menjadikan direktur pemberitaan Jak TV tersebut sebagai tersangka dengan delik perintangan dan buktinya pemberitaan,” kata Erick.

Baca juga:
Terdakwa Penganiayaan Dokter Koas Dituntut 4 Tahun Penjara

Erick menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers merupakan lex specialis, yang menjadikan Dewan Pers sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengadili sengketa produk jurnalistik.

“Dalam hal ini Kejaksaan seharusnya berkoordinasi dengan Dewan Pers dan menyerahkan berita-berita yang dianggap perintangan itu ke Dewan Pers,” ujar Erick.

Ia khawatir kasus ini akan menjadi preseden buruk yang mengancam kebebasan pers di masa depan. “Ini tentu menjadi ancaman kemerdekaan pers kalau itu dibiarkan,” tambahnya.

Baca juga:
Cuan Meningkat, AALI Bagi Dividen dan Umumkan Peremajaan Sawit

Dewan Pers sebelumnya juga menegaskan bahwa setiap persoalan terkait produk jurnalistik harus diselesaikan melalui mekanisme UU Pers. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyebut aturan produk jurnalistik telah ada, dengan mekanisme prosedural.

"Kalau ada pemberitaan yang merugikan ya, misalnya, bagi para pihak kami akan memberikan ruang hak jawab dan saya kira pihak kejaksaan atau orang-orang yang disebutkan di situ tidak akan keberatan untuk memenuhi itu, karena punya hak jawab dan hak koreksi," ungkap Nunik, dikutip pada Kamis, 24 April 2025, lalu.

Baca juga:
Tragis, Remaja Asal Banyumas Tewas Tenggelam di Pantai Jetis

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dalam pernyataan tertulis menekankan bahwa setiap keberatan terhadap pemberitaan harus dilaporkan ke Dewan Pers terlebih dahulu, bukan langsung ke ranah pidana.

“Karya jurnalistik harus diuji oleh Dewan Pers. Proses pidana tidak bisa serta-merta diterapkan terhadap jurnalis karena bisa mencederai kemerdekaan pers yang dijamin konstitusi,” ujar Ninik.


Baca juga:
Alasan Prabowo Tutup Sesi Pidato di Danantara

“Pernyataan tegas Komisi Kejaksaan: Produk jurnalistik, sekeras apa pun, tidak bisa dijadikan delik pidana. Kasus Jak TV dinilai bisa jadi preseden buruk bagi kebebasan pers.”


#GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia #KebebasanPers #JurnalismeBebas #LawanKriminalisasiPers