GalaPos ID, Batu Bara.
Konflik agraria antara Kelompok Tani Perjuangan Desa Simpang Gambus, Kecamatan Lima Puluh, dengan PT Socfin Indonesia (Socfindo) Tanah Gambus kembali mendapat sorotan publik. Ketua DPRD Batu Bara Safi’i menuntut Kementerian ATR/BPN menunda pembaruan HGU PT Socfindo hingga konflik agraria diselesaikan. Ia juga mendorong agar segera melakukan audit menyeluruh.
"Ketika petani menuntut hak atas tanah yang mereka garap puluhan tahun, di sisi lain korporasi besar menikmati ribuan hektar lahan dengan izin negara. Konflik agraria seperti ini terus berulang, dan kali ini, api perselisihan kembali menyala di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara — melibatkan PT Socfin Indonesia (Socfindo) dan Kelompok Tani (Koptan) Perjuangan Desa Simpang Gambus."
Baca juga:
- Bukan Hanya Banjir, Pohon Tumbang Kini Jadi Ancaman Baru Jakarta
- Novita Hardini Janjikan Aksi Nyata bagi Guru dan Pendidikan Daerah
- Sekolah, Jualan dan Doa Jadi Satu: Kisah Zulfa Garut
Gala Poin:
1. Ketua DPRD Batu Bara Safi’i menuntut Kementerian ATR/BPN menunda pembaruan HGU PT Socfindo hingga konflik agraria diselesaikan.
2. Ada dugaan kelebihan lahan hingga 600 hektar berdasarkan perbedaan antara data HGU dan hasil pengukuran lapangan.
3. Kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan negara terhadap penguasaan lahan perusahaan besar dan menjadi sorotan publik.
Ketua DPRD Batu Bara, Safi’i, angkat bicara dan meminta agar pemerintah pusat meninjau ulang proses pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) tersebut.
“Kami harap Kementerian ATR/BPN menunda pembaruan HGU PT Socfindo Tanah Gambus hingga sengketa agraria dengan Koptan Perjuangan dapat diselesaikan,” ujar Safi’i saat mengunjungi posko petani di areal kebun PT Socfindo Tanah Gambus, Jumat, 31 Oktober 2025.
Safi’i menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Batu Bara telah menyurati Kementerian ATR/BPN untuk meminta pertimbangan atas proses pembaruan HGU tersebut.
“Pemerintah Kabupaten Batu Bara telah menyurati Kementerian ATR/BPN melalui surat Bupati Batu Bara Nomor 500.17/2015/2025 tanggal 11 April 2025,” jelasnya.
Baca juga:
SMAN 15 Pandeglang, Gubernur Banten Andra Soni Tinjau Program MBG
Isi surat itu, kata Safi’i, memohon agar kementerian meninjau ulang pembaruan HGU Kebun Lima Puluh dan Kebun Tanah Gambus milik PT Socfindo.
Dalam rapat yang digelar di Kantor Bupati Batu Bara pada Kamis (30/10/2025), pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait juga menyoroti belum adanya penyelesaian konflik antara kelompok tani dan perusahaan.
“Pada rapat tersebut, Kelompok Tani menyampaikan bahwa terdapat selisih luas lahan HGU PT Socfindo seluas 437 hektar yang berlokasi di Kebun Tanah Gambus Desa Simpang Gambus,” ujarnya.
Menurut Safi’i, persoalan ini berawal dari perbedaan data antara dokumen resmi HGU dengan hasil pengukuran lapangan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN.
“Berdasarkan data BPN Perwakilan Batu Bara, luas HGU PT Socfindo Tanah Gambus menurut HGU nomor 2 tahun 1998 seluas 3.373,1 hektar. Tapi setelah dilakukan pemetaan pada 17 Mei 2022, jumlahnya menjadi 3.800,4 hektar,” ungkapnya.
Selisih 479 hektar pada kebun Tanah Gambus ternyata tidak berdiri sendiri.
“Demikian pula HGU PT Socfindo Lima Puluh yang sebelumnya 1.418,65 hektar bertambah menjadi 1.614,5 hektar. Juga di sini terdapat kelebihan lebih kurang 200 hektar,” jelasnya.
Total dugaan kelebihan lahan yang ditemukan mencapai sekitar 600 hektar.
“Berarti kan ada dugaan unsur sesuatu makanya ada kelebihan sampai lama itu, sampai puluhan tahun berlangsung,” tukas politisi PDIP itu dengan nada heran.
Safi’i menilai kelebihan HGU tersebut bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi pelanggaran serius terhadap aturan penguasaan lahan negara.
Baca juga:
Kelompok Tani dengan PT Socfindo, Konflik Lahan di Batu Bara Memanas
“Bila dilihat dari aspek hukum maka kelebihan (HGU) tentu menyalahi dan sebuah pelanggaran berat yang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah provinsi dan kabupaten sesuai dengan bidangnya masing-masing,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mendesak agar pemerintah pusat melakukan audit menyeluruh terhadap dasar penguasaan lahan perusahaan tersebut.
“Terkait kelebihan luasan hingga 600 hektar, kita minta kepada pemerintah pusat untuk mengaudit kembali dasar penguasaan lahan ini apakah sudah benar atau memang ada permainan-permainan yang kotor di dalam itu,” tutup Safi’i.
Konflik antara masyarakat Desa Simpang Gambus dan PT Socfindo bukan hal baru. Sengketa lahan ini telah berlangsung lebih dari empat dekade, sejak sekitar tahun 1978. Petani menilai sebagian lahan yang digarap perusahaan merupakan tanah masyarakat yang belum pernah dikembalikan, sementara perusahaan mengklaim bahwa seluruh area tersebut masuk dalam wilayah HGU yang sah.
Baca juga:
Novita Hardini Resmi Jadi Bunda Guru PGRI Trenggalek 2025–2030
Kasus ini menjadi potret klasik persoalan agraria di Indonesia: benturan antara kepentingan rakyat kecil dan kepemilikan modal besar, dengan negara sebagai pihak yang seharusnya hadir menengahi.
Sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA), PT Socfindo wajib tunduk pada peraturan agraria Indonesia. Namun, temuan selisih ratusan hektar ini menimbulkan pertanyaan besar:
Bagaimana mekanisme pengawasan negara terhadap aset lahan milik korporasi besar berjalan selama ini?
Apakah ada pembiaran sistemik terhadap penyimpangan izin yang merugikan masyarakat?
Pertanyaan-pertanyaan itu menggema di tengah janji pemerintah untuk menuntaskan reforma agraria dan menjamin keadilan tanah bagi rakyat.
Kasus dugaan kelebihan lahan PT Socfindo menjadi ujian bagi pemerintah pusat dan daerah untuk membuktikan komitmen terhadap transparansi agraria. Ketua DPRD Batu Bara, Safi’i, telah membuka fakta awal dan mendesak audit independen. Kini, publik menanti apakah suara petani akan benar-benar didengar — atau kembali tenggelam di antara kepentingan modal besar.
“Negara harus hadir, bukan berpihak,” demikian pesan tersirat dari kegelisahan para petani di Simpang Gambus.
Penulis: Taufiq BB
Baca juga:
Hujan Deras Tumbangkan Pohon di Jaksel, Warga Jadi Korban
"Konflik agraria antara kelompok tani dan perusahaan perkebunan asing di Batu Bara kembali mencuat. Ketua DPRD Batu Bara, Safi’i, menyoroti adanya dugaan kelebihan lahan hingga 600 hektar oleh PT Socfindo. Ia mendesak pemerintah pusat menunda pembaruan Hak Guna Usaha dan segera melakukan audit menyeluruh."
#KonflikAgraria #Batubara #PTSocfindo #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia
.jpeg)
.jpeg)